Assalamu'alaykum warahmatulLaah wabarakaatuh,

 

Ini ada forward dari ikhwan kita yang tidak bisa akses ke milis, afwan.

 

jazakumulLaah, wa barakalLaahu fiekum ajmai’en.

 

Wassalamu’alaykum warahmatulLaah wabarakaatuh,

 

 

 

From: handri yanto [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Tuesday, October 03, 2006 2:28 PM
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Subject: l Ustadz Hartono Ahmad Jaiz: Heboh "Fatwa Ulama NU Jombang"

 

 

Assalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu,

Ya akhi wa ukhti fillah, boleh tolong antum forwardkan analisa dari Ust.
Hartono Ahmad Jaiz mengenai fitnah diatas ke Media Dakwah ?. Ana beberapa
kali kirim email ke Media Dakwah tetapi selalu tidak berhasil ditampilkan di
situs Media Dakwah.Wallahu Ta'ala A'lam 

Jazakallah Khoir atas bantuan antum

Wassalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu.

 

 

Heboh “Fatwa Ulama NU Jombang”
Oleh Hartono Ahmad Jaiz
Wartawan dan Penulis Buku-buku Islami

Menjelang Ramadhan 1427H dan bahkan di tengah umat Islam sedang menjalankan
shaum Ramadhan 1427H, beredar berita ramai tentang Fatwa Ulama NU Jombang.
Walaupun beritanya tidak muncul di koran-koran dan majalah atau bahkan
televisi seperti fatwa NU tentang haramnya acara infotainmen yang bermuatan
ghibah/ bergunjing, namun fatwa yang berjudul Fatwa Ulama NU Jombang ini
ramai di situs dan milis-milis. Bahkan di pergaulan kalangan muslimin
perkotaan di Indonesia pun cukup ramai.
Bagaimana tidak ramai, ketika ada fatwa yang muncul atas nama para Ulama NU
Jombang (kota tempat pendiri NU KH Hasyim Asy’ari berada dulunya, dan
pesantrennya Tebu Ireng masih ada), namun fatwa itu berseberangan
benar-benar dengan amaliah orang-orang NU. Misalnya saja tentang tidak
perlunya doa qunut shubuh, memperingati orang mati 7 hari dan seterusnya,
bahkan sampai menganjurkan imam sholat tidak usah membaca wirid dan do’a
secara berjama’ah.

Dengan beredarnya fatwa itu, ada yang menulis di milis: “…bukan saja
mencatut nama-nama ulama besar NU dimana nyaris semuanya sudah meninggal
bahkan sebelum kemerdekaan RI tapi juga berpotensi merusak ukhuwah.’
Kegerahan pun menyeruak di tubuh NU, hingga Situs NU, menurunkan berita:
Ansor Diminta Segera Usut Penyebaran Fatwa Palsu
Sabtu, 30 September 2006 11:40 WIB
Jombang, NU Online
Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama perlu segera mengusut penyebaran fatwa
palsu yang mengatasnamakan ulama NU Jombang, Jawa Timur. Kasus ini
sebenarnya sudah terjadi berkali-kali dan tidak dihiraukan oleh warga
nahdliyyin, namun masih berpotensi memunculkan keresahan.
Demikian dikatakan KH. Aziz Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar,
Jombang, dihubungi NU Online, Sabtu (30/9). Dikatakan Kiai Aziz, selebaran
gelap itu disebarkan dengan sangat hati-hati oleh para pelakunya.
“Saya sudah meminta kepada teman-teman Ansor baik di Jombang maupun di
Jakarta untuk mencari siapa-siapa yang menyebarkan itu. Tapi ya memang sulit
ngusutnya. Dulu juga sering terjadi begitu dan sampai sekarang belum ketemu
pelakunya,” kata Kiai Aziz.
Nama-nama kiai NU yang disebutkan dalam selebaran itu, lanjut sesepuh
Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU itu, sama sekali tidak dikenal.
Sementara Buletin Mimbar Dakwa yang disebut-sebut dalam selebaran sebagai
sumber pengambilan fatwa tidak beredar di Jombang.
“Saya sampai menanyakan kepada kiai-kiai tua di kampung-kampung apakah ada
kiai-kiai NU yang namanya tercantum dalam selebaran itu atau ada yang bikin
buletin itu ternyata nggak ada yang kenal,” kata Kiai Aziz.
Selebaran yang mengatasnamakan ulama NU itu berisi ajakan untuk meninggalkan
beberapa amaliyah yang selama ini dikerjakan oleh warga nahdliyyin, seperti
wirid atau dzikir setelah shalat lima waktu, doa qunut dalam shalat subuh
dan witir, adzan shalat Jum’at dua kali, shalat tarawih 20 rakaat, serta
tahlil 7 hari untuk orang yang meninggal. 
Dikatakan dalam selebaran itu amaliyah-amaliyah itu adalah bid’ah alias
hukumnya haram dan harus segera ditinggalkan oleh umat Islam yang telah
mengerjakannya.
“Tahun lalu itu disebarkan di luar Jawa, terutama di Lampung. Sekarang
karena sudah banyak yang menggunakan internet ya para pelakukannya lebih
mudah menyebarkan itu. Tapi saya kira itu tidak ada pengaruhnya, wong itu
jelas-jelas untuk bikin ribut saja. Orang sudah ngerti semua,” kata Kiai
Aziz. (nam) (nu.or.id)

Lain lagi dengan Gus Mus (Mustafa Bisri), ketika dia ditanya tentang fatwa
itu oleh Samsul Hadi (Samsul) pada 21 September 2006 14:34:33, dia menjawab:
Wa’alaikumussalam warah,matuLlahi wabaralatuH. 
Tak usah bingung. Wong itu pasti berasal dari selebaran gelap. Jangan
hiraukan. Atau jika Anda nganggur, bisa Anda cek saja ke nama-nama yang
tercantum disitu. 
Wassalamu'alaikum. (GusMus.NET)

Ada Kejanggalan Fatwa itu memang mengandung beberapa kejanggalan. Di antara
kejanggalannya:

1. Tanggal penulisan fatwa itu tertera, Jombang, 1 Ramadhan 1423H, tetapi
beredar dan ramai di masyarakat pada menjelang Ramadhan 1427H. Selang 4
tahun baru beredar?

2. Kalimat-kalimat dalam fatwa itu bukan model kalimatnya Ulama NU. Biasanya
Ulama NU dalam berfatwa merujuk pada kitab-kitab fiqh yang disebut
mu’tabaroh (disepakati sahnya) di kalangan NU. Di sini tidak tercantum itu.
Dan juga bukan model apa yang yang disinggung oleh seorang netter yang
menaruh dugaan terhadap apa yang dia sebut Salafy Solo (dugaan itu tanpa
menunjukkan bukti-bukti konkret). Karena kalau model Salafy, pasti merujuk
pada ayat dan hadits dalam berfatwa. Di dalam fatwa yang beredar itu tidak,
hanya ungkapan tanpa landasan.

3. Ada kata-kata yang tidak umum digunakan, baik oleh orang NU maupun
Salafy, di antaranya kata ‘peramalan’ dari kata amal. Biasanya dikatakan
dengan pengamalan, sedang kata ‘peramalan’ akan lebih dekat kepada kata
dasar ramal. Justru dari segi kata-kata yang digunakan dalam fatwa itu ada
sedikit kemiripan dengan kelompok LDII, kelompok yang oleh Munas MUI 2005
dinyatakan sebagai aliran sesat. LDII memakai kata-kata yang kadang tidak
dipakai di kalangan umum namun sangat terkenal di jamaah mereka, misalnya
kata peramutan (ini bahasa Jawa Timur tempat asal golongan itu) dipaksakan
untuk dipakai dalam bahasa Indonesia di makalah-makalah mereka. Peramutan
itu maknanya kurang lebih adalah pemeliharaan. Juga kata menetapi (untuk
menerjemahkan ilzam atau iltizam) dipakai di LDII, yang di kalangan umum
kata itu tidak dipakai. Orang umum memakai kata mengikuti, bukan menetapi.
Kalau orang umum mengatakan pengamalan, apakah golongan mereka mengatakan
peramalan, saya belum tahu
juga, tetapi ada kemiripannya. Hanya saja bukan berarti mesti ciptaan
mereka. Ini hanya menyebut ciri-ciri apakah dekat ke NU, Salafy atau LDII
atau golongan apa. Dan ciri ini pun hanya sebagai salah satu bukti
kejanggalan kalau dikaitkan dengan NU ataupun Salafy.

4. Ada kalimat: “Kepada saudara-saudara yang menerima fatwa ini, agar

memperbanyak fatwa ini dan disampaikan secara beranting ke semua umat Islam

agar segera tersosialisasi dengan cepat.” Kalimat itu bukan semangat dari
kaum Nahdliyin, dan bukan pula kaum Salafy. Apakah kalimat itu terimbas dari
kebiasaan pembuatnya, yang mungkin terbiasa menyebarkan propagandanya dengan
cara berantai (tetapi ini ditulisnya beranting?). Wallohu a’lam. 

5. Kalau fatwa itu dari ulama NU, tentunya ketika menulis tentang NU,
misalnya lafal Nahdliyin, biasanya tidak salah eja, mesti ditulis Nahdliyin.
Tetapi dalam fatwa itu berkali-kali ditulis Nahdiyin. 

6. Dari segi isi yang hampir semuanya “menyerang” amaliah orang NU, apakah
benar difatwakan oleh Ulama NU. Di sinilah masalahnya. 

Berikut ini kami salinkan tulisan seorang netter yang tampaknya dari warga
NU, yang mengemukakan kesengitannya, namun juga sekaligus menyebarkan fatwa
itu: 

[keluarga-sejahtera] Tentang Fatwa Ulama Jombang (lagi) He-Man
Fri, 15 Sep 2006 15:05:57 -0700

Assalamu’alaikum wr wb

Bari rekan-rekan yang mungkin mendapat selebaran seperti di bawah baik

di milis maupun masjid harap abaikan saja.Saya sendiri dapat dari “Media

Dakwah” waktu jum’atan beberapa bulan lalu dan sudah di konfirm ke salah

satu pengurus NU yang kebetulan masih tetangga dan ternyata ini adalah

sebuah hasutan dan fitnah yang sangat keji.Karena bukan saja mencatut

nama-nama ulama besar NU dimana nyaris semuanya sudah meninggal

bahkan sebelum kemerdekaan RI tapi juga berpotensi merusak ukhuwah.

Ini saya curigai datang dari kubu orang-orang Salafy Solo.Untuk dapat

konfirmasi lebih jelas mengenai ini bisa gabung ke milis warga NU di

[EMAIL PROTECTED] <mailto:kmnu2000%40yahoogroups.com> s.com

Berbeda pendapat sih tidak masalah , tapi kalau pakai cara sekotor ini

benar-benar keterlaluan namanya.

Terima Kasih



FATWA ULAMA JOMBANG

DALAM BERBAGAI IBADAH/AMALAN

“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar

ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka

sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”

(QS An,Nisa : 14)

Pembaca yang budiman,

Dalam terbitan dakwah kali ini, secara khusus kami akan menyampaikan Fatwa

Ulama NU Jombang yang kami terima dari seorang bernama H.Abdulmutholib,

beliau sebagai umat meminta agar fatwa ini disebarkan melalui mimbar dakwah,

agar diketahui oleh umat Islam secara luas, karena menurut beliau isi fatwa

ini sangat baik dan mudah dimengerti simple dan apa yang terdapat dalam

fatwa ini merupakan hal yang banyak diperdebatkan dikalangan umat Islam,

karena fatwa akan mengurangi perbedaan yang sering timbul dikalangan umat

Islam dalam hal beribadah atau beramal.

Pembaca budiman,

Sebagai tambahan dari redaksi bahwa kalau ada perbedaan dalam hal ibadah,

Al-Qur’an memberikan jalan keluar yang wajib kita taati. Hal ini terdapat

dalam surat An-Nisa : 59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan

ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang

sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul

(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.

yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

(QS An-Nisa : 59)

Bila terjadi perbedaan diantara kamu, supaya kamu tidak saling menyalahkan,

maka kembalikan kepada Al-Aqur’an dan Sunnah Rasul. Surat ini merupakan

surat yang berfungsi untuk menyelesaikan perbedaan dikalangan umat Islam,

bila terjadi khilafiah. Misalnya ada sebagaian masjid, bila selesai sholat ,

ada Imam yang wirid berdo’a dengan suara keras diaminkan oleh jamaah, amalan

ini menimbulkan perbedaan, karena dimasjid lain, ada Imam yang selesai

sholat, sama sekali tidak wirid dan tidak berdoa’a dengan suara keras,(keras

yang dimaksud, terdengar oleh makmum). Untuk menyelesaikan perbedaan itu,

buka Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, ada tidak syariatnya dalam Al-Qur’an dan

Sunnah Rasul. Kalau ada maka ikuti ayat dan Sunah Rasul tersebut, sebaliknya

kalau tidak ada syariatnya maka tinggalkan. Syariat tentang berdo’a adalah

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” (QS

Al-A’raaf : 55)

Demikian pula masih sering terjadi perbedaan tentang do’a qunut, ada

kelompok qunut ada kelompok non qunut, maka buka Al-Qur’an dan Hadits. Bila

ada, turuti qunut itu, namun bila tidak ada, kita harus jujur dan lapang

dada bahwa qunut itu tidak ada dalam ayat atau hadits dalam sholat shubuh

dan witir. Bila tidak ada tinggalkan, itu tanda orang yang beriman kepada

Allah.

Pembaca yang mulia

Dibawah ini kami kutib berbagai fatwa tersebut.

BEBERAPA FATWA ULAMA NU JOMBANG

Bismillahirrohmanirrahim

Kami Ulama dari Nahdatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, setelah bermusyawarah

dalam masalah peribadatan umat Islam yang selama ini dianggap sebagai Ibadah

amalan yang TIDAK SESUAI degan syariat Islam, setelah mengkaji ulang

beberapa kali dan mengkaji ulang hadits-hadits, pendapat para Imam, telah

mengambil keputusan untuk menghimbau, sekali lagi sifatnya menghimbau kepada

kaum muslimin diseluruh Indonesia khususnya kaum Nahdiyin, agar merubah

secara bertahap amalan yang selama ini kurang sesuai dengan syariat Islam,

agar mengikuti fatwa sebagai berikut :

DALAM HAL SHOLAT

Agar meninggalkan kebiasaan membaca Usholli dengan suara keras, karena niat

itu pekerjaan hati, cukup dalam hati saja.

Ba’da sholat imam tidak perlu untuk membaca wirid, zikir dengan bersuara,

cukup dalam hati, dan Imam ba’da sholat tidak perlu memimpin DO”A BERSAMA

dengan jamaah. Imam dan jamaah berdo’alah sendiri-sendiri dalam hati.

Jamaah ba’da sholat, tidak perlu mencium tangan imam, cukup dengan

bersalaman saja.

Dalam sholat Shubuh, imam tidak perlu membaca do’a Qunut, kecuali kalau ada

sesuatu bahaya terhadap kehidupan Umat Islam secara keseluruhan.

Do’a Qunut boleh dibaca disetiap sholat, bila ada keperluan yang bersifat

darurat, tidak hanya dalam sholat shubuh.

Sholat Rawatib/Sholat sunnah Qobliah/Ba’diah adalah sebagai berikut: Qobla

Shubuh, Qobla dan Ba’da Dzuhur, ssholat Ashar tidak ada rawatib, Ba’da

Maghrib dan Ba’da Sholat Isya.

DALAM SHOLAT JUM’AT

Sebelum khotib naik mimbar, tidak adzan dan tidak ada sholat sunnat qobla

Jum’at

Ketika khotib duduk diantara dua khutbah, tidak ada bacaan sholawat

Ba’da sholat Jum’at imam tidak mempunyai kewajiban untuk memimpin do’a untuk

makmum dengan suara kuat. Silahkan imam dan jamaah berdzikir, wirid dan do’a

masing-masing.

Dalam sholat Jum’at, tongkat yang selama ini dipakai oleh khotib, bukan

merupakan sarana ibadah. Hanya kebiasaan dari khalifah Utsman, sekarang

dapat ditinggalkan.

Sebelum khotib naik mimbar, tidak perlu pakai pengantar dan tidak perlu

membaca hadits Nabi Muhammad SAW tentang jangan berkata-kata ketika khotib

sedang khutbah, tapi sampaikanlah bersamaan dengan laporan petugas masjid

tentang laporan keuangan. Petugas khotib dan imam hal ini, sebagai perangkat

laporan administrasi masjid bukan proses ibadah dalam sholat Jum’at

DALAM SHOLAT TARAWIH/WITIR/TAHAJUD

Dalam bulan Ramadhan diwajibkan shaum dan dimalam hari disunnatkan sholat

tarawih, witir. Yang selama ini masih ada yang berbeda pendapat karena itu

perlu dikeluarkan himbauan ini.

Shalat tarawih dilakukan Nabi Muhammad SAW sebanyak 8 rekaat dan 3 rekaat

witir. Dapat dilakukan dengan cara 4-4-3

Tidak disunnatkan membaca do’a bersama-sama antara rakaat.

Tidak dibenarkan antar jamaah membaca shalawat nabi, bersahut-sahutan

Sebelum Ramadhan, tidak perlu shalat tasbih, shalat Nisfu Sya’ban, sedekah

ruah. Karena hadits tentang kedua sholat tersebut ternyata dhoif, lemah dan

berbau pada hadits maudhu (palsu), karena terputus perawinya dan sholat ini

tidak pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW, juga 4 sahabat.

Pada sholat witir dibulan Ramadhan, tidak perlu ada do’a qunut.

DALAM UPACARA TA’ZIAH

Keluarga yang mendapat musibah kematian, wajib bagi umat Islam untuk ta’ziah

selama tiga hari berturut-turut.

Kebiasaan selama ini yang masih melakukan hari ke-7, hari ke-40 dan hari

ke-100, supaya ditinggalkan. Karena ini tidak ada contoh dari Nabi Muhammad

SAW dan tidak ada tuntunannya. Upacara itu berasal dari ajaran agama Hindu

dan Budha, menjadi upacara dari kerajaan hiyang dari daratan Tiongkok yang

dibawa oleh orang Hindu ke tanah melayu tempo dulu.

Dalam ta’ziah, upayakan supaya tidak ada makan-makan, cukup air putih saja

sekedar obat dahaga

Acara dalam ta’ziah, baca surat Al-Baqoroh ayat 152 sampai 160, kemudian

adakan tabligh yang mengandung isi kesabaran dalam menerima musibah, tutup

dengan do’a untuk sang almarhum tinggalkan, kebiasaan baca surat Yasin

bersama-sama, tahlil an kirim Fadhilah semua itu ternyata hukumnya bid’ah

DALAM UPACARA PENGUBURAN

Tinggalkan kebiasaan dalam sholat jenazah dengan mengajak jamaah untuk

mengucapkan kalimat bahwa “Jenazah ini orang baik. Khoir-khoir”. Hal ini

tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan tidak ada hadits sebagai

pembimbing.

Tinggalkan kebiasaan ketika mengangkat jenazah, turun naik tiga kali sambil

dibacakan Fatihah.

Tinggalkan kebiasaan selama ini adanya bimbingan kepada mayat yang sudah

dalam kubur, yang disebut dengan TALQIN.

Tinggalkan kebiasaan membangun kuburan dengan bangunan yang mewah

Tinggalkan kebiasaan selama ini membaca kitab suci Al-Qur’an (surat Yasin)

diatas kuburan, kalau ziarah ke kuburan bersihkan kemudian berdo’a.

Demikian beberapa fatwa yang kami simpulkan, karena masalah yang kami

kemukakan diatas sangat banyak dipertentangkan dari berbagai dan terutama

dari keluarga besar Nahdiyin. Fatwa ini datang dari berbagai ulama NU yang

berkumpul di Jombang dalam suatu pengajian, sehingga oleh KH Mustafa Djalil

dikumpulkan beberapa ulama untuk membahas berbagai masalah sehari-hari yang

masih menjadi selang sengketa bagi kalangan umat Islam, khususnya kalangan

Nahdiyin, untuk menjadi pegangan sehingga dapat diadakan bahan pertimbangan

dan jangan melakukan perubahan dengan cara yang kurang bijaksana, khawatir

akan menimbulkan gejolak. Lakukanlah sosialisasi fatwa ini dengan diskusi,

dengan jiwa kebersamaan untuk menuju kepada ibadah dan peramalan yang benar

menurut syariat islam. Kepada saudara-saudara yang menerima fatwa ini, agar

memperbanyak fatwa ini dan disampaikan secara beranting ke semua umat Islam

agar segera tersosialisasi dengan cepat.

Semoga Allah SWT menuntun kita ke jalan yang lurus.

Jombang, 1 Ramadhan 1423H

1. KH. Mustafa Djalil 6. KH. A. Ridwan Hambal

2. KH. Abdullah Siddiq 7. KH. Faturachman Sujono

3. KH. Mahfudz Siddiq 8. KH. Cholil Ansyor

4. KH. Abdullah Hasyim 9. KH. Tantowi Djauhari

5. KH. Hasyim Basdan

Notulis pertemuan

Drs H.M. Sungkono

(http://groups. <http://groups.yahoo.com/group/keluarga-sejahtera/>
yahoo.com/group/keluarga-sejahtera/)

Bagaimana selanjutnya

Setelah kita mengetahui duduk soalnya seperti itu, bagaimana selanjutnya? 

Sebenarnya, berdakwah atau apalagi berfatwa dan menyampaikannya itu adalah
hak bagi orang yang memang berilmu. Di samping itu, menyampaikan kebenaran,
mesti pula dengan jalan yang benar. Sehingga fatwa yang difatwakan itu
isinya benar (sesuai dengan al-Qur’an dan As-Sunnah), sedang tata cara
menyampaikan juga harus dengan cara yang benar.

Kalau fatwa itu isinya benar, sesuai dengan ayat dan hadits, misalnya,
sedang caranya dengan cara memalsu misalnya (ini perlu dibuktikan dulu,
palsu atau tidak), maka cara itu cara tidak benar.

Kalau fatwa itu benar (sesuai dengan ayat dan hadits) dan memang mereka
benar-benar ulama NU Jombang, maka berarti justru menyampaikan ajaran yang
benar. Maka siapa yang menentangnya berarti menentang kebenaran.

Kalau fatwa itu benar (sesuai dengan ayat dan hadits) dan tenyata palsu,
bukan dari ulama NU, maka bagi orang Muslim sebenarya ada hadits: 

óÑæóì ÇáÊøöÑúãöÐöíøõ æóÇÈúäõ ãóÇÌóåú æóÇáúÅöÓúäóÇÏõ ÖóÚöíÝñ Úóäú ÃóÈöí
åõÑóíúÑóÉó ãóÑúÝõæÚðÇ { ÇáúßóáöãóÉõ ÇáúÍößúãóÉõ ÖóÇáøóÉõ ÇáúãõÄúãöäö ÍóíúËõ
æóÌóÏóåóÇ Ýóåõæó ÃóÍóÞøõ ÈöåóÇ } .

Kalimah hikmah itu adalah harta benda yang hilang milik orang mukmin, maka
di mana dia temukan maka mukmin itu lebih berhak padanya. (Hadits Riwayat
Tirmidzi dan Ibnu Majah, sanadnya dhaif dari Abu Hurairah, marfu’).

Kalau fatwa itu benar isinya (sesuai ayat dan hadits) namun dibuat oleh
pembuatnya dalam tujuan memecah belah umat, misalnya, maka berarti
sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalib ra kepada musuhnya;

ÝóÞóÇáó Úóáöíøñ : ßóáöãóÉõ ÍóÞøò ÃõÑöíÏó ÈöåóÇ ÈóÇØöáñ

Perkataan benar tetapi dimaksudkan untuk tujuan kebatilan.

Kalau fatwa itu benar (sesuai ayat dan hadits) namun karena tidak sesuai
dengan kemauan orang, lalu orang menolaknya padahal benar, maka terkena
hadits: 

ÑóæóÇåõ ãõÓúáöãñ æóÇáÊøöÑúãöÐöíøõ Úóäú ÚóÈúÏö Çááøóåö Èúäö ãóÓúÚõæÏò ÑÖí
Çááå Úäå Úóäú ÇáäøóÈöíøö Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÞóÇáó { áóÇ íóÏúÎõáõ ÇáúÌóäøóÉó
ãóäú ßóÇäó Ýöí ÞóáúÈöåö ãöËúÞóÇáõ ÍóÈøóÉò ãöäú ßöÈúÑò . ÝóÞóÇáó ÑóÌõáñ Åäøó
ÇáÑøóÌõáó íõÍöÈøõ Ãóäú íóßõæäó ËóæúÈõåõ ÍóÓóäðÇ æóäóÚúáõåõ ÍóÓóäóÉð ÞóÇáó
Åäøó Çááøóåó Ìóãöíáñ íõÍöÈøõ ÇáúÌóãóÇáó ÇáúßöÈúÑõ ÈóØúÑõ ÇáúÍóÞøö æóÛóãúØõ
ÇáäøóÇÓö } ÞóÇáó ÇáúÚõáóãóÇÁõ ÈóØúÑõ ÇáúÍóÞøö ÑóÏøõåõ Úóáóì ÞóÇÆöáöåö
æóÛóãúØõ ÇáäøóÇÓö ÇÍúÊöÞóÇÑõåõãú .

Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari
kesombongan. Lalu seseorang berkata (kepada Nabi saw), sesungguhnya
laki-laki itu suka akan bajunya bagus dan sandalnya bagus. Nabi saw
bersabda, sesungguhnya Allah Maha Bagus, mencintai kebagusan. Kesombongan
itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia. (HR Muslim dan Tirmidzi
dari Abdullah bin Mas’ud ra dari Nabi saw). Ulama berkata, menolak kebenaran
adalah menolak terhadap pengucapnya, dan meremehkan manusia adalah
merendahkannya.

Seandainya benar bahwa fatwa itu palsu, bukan dari ulama NU, sedang isinya
sesuai dengan ayat dan hadits, atau dibuat memang untuk tujuan kebatilan,
maka bisa juga agama ini didukung oleh orang yang fajir/ tidak baik. 

ÌóÇÁó Úóäú ÇÈúäö ãóÓúÚõæÏò ÑÖí Çááå Úäå ãóæúÞõæÝðÇ Úóáóíúåö æóãóÑúÝõæÚðÇ : {
Åäøó Çááøóåó íõÄóíøöÏõ åóÐóÇ ÇáÏøöíäó ÈöÇáÑøóÌõáö ÇáúÝóÇÌöÑö } .

Sesungguhnya Allah menguatkan agama ini dengan lelaki yang fajir/ tidak
baik. (Dari Ibnu Mas’ud, marfu’).

Kenapa?

Karena, insya Alloh orang-orang yang menerima kebenaran akan menerimanya
walau datangnya dari manapun, bahkan mungkin mencocokkan fatwa itu dengan
ayat-ayat dan hadist Nabi saw. Sedang orang yang sombong akan menolak
kebenaran dan meremehkan manusia. Tidak mau menerimanya, walaupun
jelas-jelas di antara isinya memang sesuai dengan Islam; misalnya apa yang
ditekankan dalam fatwa itu tentang memperingati orang mati: “Kebiasaan
selama ini yang masih melakukan hari ke-7, hari ke-40 dan hari ke-100,
supaya ditinggalkan. Karena ini tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan
tidak ada tuntunannya.” 

Kalimat dalam fatwa itu jelas benar, sesuai dengan Islam. Bahkan saya pun
menguraikan secara khusus dalam buku Tarekat Tasawuf Tahlilan dan Maulidan
(2006) di samping buku lainnya misalnya Bila Kiyai Dipertuhankan, Membedah
Sikap Beragama NU yang saya tulis bersama Abduh Zulfidar Akaha. 

Untuk menyikapi masalah ini ada gunanya ungkapan: Sesuatu yang keluar dari
mulut, kalau itu muntahan, maka jangan diambil. Sebaliknya, walau sesuatu
keluar dari dubur, kalau itu telur (dari dubur ayam) maka ambil.

Meskipun demikian, bukan berarti tulisan ini mendukung tindak kepalsuan atau
memakai cara yang tidak benar. Semoga hal ini difahami.

Jakarta, 9 Ramadhan 1427H.



[Non-text portions of this message have been removed]






Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah.
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke