Assalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu, Kaifa khaluk ya akhi ? Mudah-mudahan baik, sudah lama kita tak bersua dalam diskusi.Mudah-mudahan diskusi kita bisa bermanfaat. Jawab : Sebagaimana atsar Sahabat Ibnu Mas'ud Radhiallahuanhu telah dijelaskan bahwa beliau mengingakari adanya Zikir yang dilakukan berjama'ah dipimpin atau dikomadoi oleh seorang imam. Berikut ini ana nukilkan beberapa dalil yang menurut dari beberapa kaum muslimin bahwasanya dalil tersebut sebagai legitimasi bahwasanya diperbolehkan adanya Zikir berjamaah. 1. Ayat 152 surah Al Baqarah ialah sebagai berikut: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan janganlah kamu mengingkari (nimat)-Ku. Adapun ayat 200, surah Al Baqarah, ialah sebagai berikut: Apabila kamu telah selesai menunaikan ibadah haji kalian, maka berzikirlah (menyebu namat) Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka diantara manusia ada yang berdoa: Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. 2. Ayat kedua : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah . (Ali Imran: 191). 3. Ayat ketiga ialah: Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah .. (Al Ahzab: 35). Demikianlah Hujah tafsir dari Saudara kita yang membolehkan Zikir berjamaah dari Al Qur'an :Pada firman-firman Allah subhanahu wa taala di atas, yakni Q.S. Al Ahzab ayat 41: Udzkurullah, Q.S. Ali Imran ayat 191: Yadzkurunallah, dan Q.S. Al Ahzab ayat 35: Adz Dzaakiriinallah dan Adz Dzaakiraat, ditilik dari sisi bahasa Arab, semua itu menggunakan dhamir jama/plural (antum, hum, dan hunna) bukan dhamir mufrad/singular (anta, huwa, dan hiya). Hal ini jelas mengisyaratkan bolehnya dan dianjurkannya zikir secara berjamaah. Demikianlah kesimpulan dan pemahaman yang mereka utarakan. # Selain dari atsar yang diriwayatkan sahabat Ibnu Mas'ud yang mengingkari adanya zikir berjamaah, maka berikut adalah tanggapan mengenai tafsir tentang ayat-ayat tersebut yang menggunakan dhamir Jama'/ plural yang diartikan ( berjamaah ). Ini adalah pemahaman orang yang baru belajar bahasa arab. Untuk membuktikan kekeliruan ini, mari kita simak ayat-ayat yang menggunakan metode serupa dengan ketiga ayat ini: 1. Allah subhanahu wa taala berfirman: Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim, (bilamana kalian mengawininya) maka kawinilah oleh kalian wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) oleh kalian seorang wanita saja, atau budak-budak yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (An Nisa: 3). Pada ayat ini Allah subhanahu wa taala menggunakan dhamir jama/plural sebagaimana yang ada pada ketiga ayat di atas. Yang menjadi pertanyaan saya: Apakah bapak masih bersikukuh bahwa setiap ayat yang menggunakan dhamir jama/plural berarti ada isyarat untuk melakukannya secara berjamaah?? Bila memang demikian, apakah pada ayat ini juga disyariatkan untuk menikah berjamaah? Apalagi pada akhir ayat Allah berfirman: nikahilah oleh kalian seorang wanita saja. Bila bapak katakan: ya, berarti bapak -nauzubillah- akan memfatwakan bolehnya kumpul kebo, satu wanita dinikahi oleh seratus orang. Inilah kelaziman pemahaman bapak, dan inilah penerapan ilmu ushul fiqih bapak. 2. Pada ayat lain Allah subhanahu wa taala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kalian junub maka mandilah. Dan jika kalian sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kalian tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah muka dan tangan kalian dengan tanah itu. (Al Maidah: 6). Saya ingin bertanya lagi: apakah ayat ini yang menggunakan dhamir jama/plural mengisyaratkan untuk berwudhu dengan berjamaah? Dan apakah ayat ini juga mengisyaratkan tentang disyariatkannya bertayamum rame-rame (berjamaah), bagi yang sakit dan safar, hanya karena ayatnya menggunakan dhamir jama? Dan apakah ayat ini juga mengisyaratkan tentang disyariatkannya mandi janabah masal, misalnya dipemandian umum, atau kolam renang umum, karena ayatnya menggunakan dhamir jama? 3. Dalam ayat lain Allah berfirman: Istri-istri kalian adalah (seperti) ladang (tanah bercocok tanam) kalian, maka datangilah ladang kalian itu dari sisi manapun kalian suka. (Al Baqarah: 223) Saya ingin bertanya lagi: ayat yang menggunakan dhamir jama/plural ini, juga mengisyaratkan untuk menjalankan amalan yang disebutkan dalamnya dengan cara berjamaah (masal), sehingga dengan tidak langsung bapak menganjurkan para suami untuk menggauli istri-istrinya secara masal (satu ruang untuk beratus-ratus pasangan)?! Kalau demikian halnya, apa bedanya antara manusia dengan binatang?! Kalau demikian ini pemahaman yang di anut, maka betapa jauhnya kekeliruan yang ada pada pemahaman sebagian sudara kita. Bahkan pada ayat 191 surat Ali Imran Allah berfirman: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imran: 191). Saya ingin bertanya kepada saudaraku: Apakah ayat ini juga mengisyaratkan bahwa dianjurkan untuk berzikir berjamaah sambil tiduran/berbaring? Bila ada yang bertanya: Lalu bagaimana maksud dan pemahaman (pemahaman yang benar -ed) ketiga ayat yang disebutkan oleh saudara kita? Sebelum saya menjawab pertanyaan ini, saya harap para pembaca kembali membuka terjemahan Al Quran, dan membaca arti ketiga ayat di atas dengan seksama. Ketahuilah bahwa Al Khithab (dalil-dalil) bila datang dalam bentuk muthlaq dan tidak ada yang membatasinya (merincinya), maka lazim untuk diamalkan sesuai dengan apa adanya (yaitu dalam keadaan muthlaq), dan bila datang dalam keadaan telah diberikan batasan-batasan (muqayyad) , maka lazim untuk diamalkan sesuai dengan batasan-batasan itu . [Irsyad Al Fuhul, oleh As Syaukani 2/4]. Berdasarkan kedua kaidah dalam ilmu ushul fiqih ini, kita dapat memahami bahwa ketiga ayat di atas, bila dipandang dari sisi orang yang ditujukan kepadanya perintah untuk berzikir, maka kita katakan bahwa ketiga ayat itu bersifat umum, karena menggunakan dhamir jama/plural sehingga mencakup seluruh orang mukmin, tanpa terkecuali, terlepas dari apakah mereka melakukannya dengan sendirian atau tidak. Dan bila kita kita tinjau dari sisi amalan yang mereka diperintah dengannya yaitu zikir, ketiga ayat itu dikatakan ayat-ayat yang muthlaq, karena Allah subhanahu wa taala pada ketiga ayat di atas tidak memberikan batasan-batasan tertentu, baik batasan yang berkaitan dengan bentuk zikirnya, juga yang berhubungan dengan metode, dan waktu pelaksanaannya. Pemahaman ini akan menjadi jelas bila kita membaca ayat 41, kemudian dilanjutkan dengan membaca ayat 42 surat Al Ahzab: Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (menyebutlah nama) Allah, dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. (Al Ahzab: 41-42). Ayat ke-42 ini mengisyaratkan bahwa berzikir kepada Allah subhanahu wa taala dapat dilakukan kapan saja, tanpa dibatasi dengan waktu tertentu. Dan bila kita membaca ayat 191 surah Ali Imran, yaitu: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali Imran: 191). Ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa berzikir kepada Allah subhanahu wa taala dapat dilakukan dalam segala situasi dan kondisi, baik disaat berdiri, atau duduk, atau berbaring. Bahkan ayat 35 surat Al Ahzab secara khusus, Nabi shollallahualaihiwasallam telah memberikan contoh orang-orang yang disebut banyak berzikir kepada Allah Taala: Dari Abi Said dan Abi Hurairah -radhiallahu anhuma- bahwa Rasulullah shollallahualaihiwasallam bersabda: Bila seorang suami membangunkan istrinya pada malam hari, kemudian keduanya shalat dua rakaat, niscaya keduanya dicatat termasuk laki-laki dan wanita yang banyak berzikir kepada Allah. (Riwayat Abu Dawud, 2/33, hadits no: 1309, Ibnu Majah 1/423, hadits no:1335, dan Al Hakim 2/452, hadits no: 3561). Dimanakah zikir jamaah seperti yang sebagian saudara kita pahami dalam hadits ini? yang ada hanyalah sepasang suami istri yang mendirikan shalat malam dua rakaat. As Syathibi berkata: Diantara (sebab-sebab tersesatnya ahlul bidah) ialah mereka selalu berusaha mereka-reka maksud Al Quran dan As Sunnah yang keduanya menggunakan bahasa arab, sedangkan mereka tidak menguasai ilmu bahasa arab, yang dengannyalah maksud Allah dan Rasul-Nya dapat dipahami. Sehingga mereka menyeleweng dari syariat dengan pemahaman dan keyakinan mereka itu, sebagaimana mereka juga menyelisihi ulama-ulama yang telah mendalam ilmunya. Dan yang menjadikan mereka terjerumus kedalam ini semua, karena mereka terlalu percaya dengan dirinya sendiri, dan menganggap bahwa mereka telah memiliki kemampuan untuk berijtihad dan menyimpulkan hukum. [Al Iithisham, oleh As Syathibi 1/172]. B. Hadits-hadits Nabi shollallahualaihiwasallam yang diduga mensyariatkan zikir berjamaah. Pada pembahasan ini, yang berkaitan dengan keutamaan majlis-majlis zikir, diantara hadits yang beliau sebutkan: Dari Abu Hurairah dan Abu Said Al Khudri -radhiallahu anhuma-, mereka berdua bersaksi bahwa Rasulullah shollallahualaihiwasallam bersabda: Tidaklah suatu kaum duduk-duduk menyebut nama Allah Azza wa Jalla (berzikir), melainkan mereka akan dikelilingi oleh para malaikat, dan dipenuhi oleh kerahmatan, dan akan turun kepada mereka kedamaian, dan mereka akan disebut-sebut oleh Allah dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Riwayat Imam Muslim 4/2074, hadits no: 2700). Dan hadits: Dari sahabat Abu Hurairah rodhiallahuanhu, ia berkata: Nabi shollallahualaihiwasallam bersabda: Allah Taala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku senantiasa bersamanya bla ia mengingat-Ku. Bila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku, dan bila ia mengingat-Ku di perkumpulan orang (majlis), maka Aku akan mengingatnya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka. (Riwayat Bukhori 6/2694, hadits no: 2700, dan Muslim 4/2061, hadits no: 6970). Saya sengaja hanya menyebutkan kedua hadits ini, karena keduanya adalah hadits yang jelas-jelas hadits shahih, dan cukup mewakili hadits-hadits lain yang disebutkan oleh beberapa saudara kaum muslimin. Untuk mengetahui maksud dan makna hadits-hadits ini, mari kita simak bersama keterangan para ulama tentang maksud dari kata majlis zikir : Abu Hazzan: Aku pernah mendengar Atha bin Abi Rabah (salah seorang tabiin) berkata: Barang siapa yang duduk di majlis zikir, maka Allah akan mengampuni dengannya sepuluh majlis kebathilan. Dan bila majlis zikir itu ia lakukan disaat berjihad di jalan Allah, niscaya Allah akan mengampuni denganya tujuh ratus (700) majlis kebathilan. Abu Hazzan berkata: Aku bertanya kepada Atha: Apakah yang dimaksud dengan majlis Zikir? Ia menjawab: yaitu majlis (yang membahas) halal dan haram, bagaimana engkau menunaikan shalat, bagaimana engkau berpuasa, bagaimana engkau menikah, bagaimana engkau menceraikan, bagaimana engkau menjual dan bagaimana engkau membeli. (Riwayat Abu Nuaim , dalam kitabnya Hilyah Al Auliya: 3/313). Imam An Nawawi As Syafii, berkata: Ketahuilah bahwa keutamaan/ pahala berzikir tidak hanya terbatas pada bertasbih, bertahlil,bertahmid (membaca alhamadulillah), bertakbir, dan yang serupa. Akan tetapi setiap orang yang mengamalkan ketaatan kepada Allah Taala, berarti ia telah berzikir kepada Allah Taala, demikianlah dikatakan oleh Said bin Jubair dan ulama yang lainnya. Atha (bin Abi Rabah) berkata: Majlis-majlis zikir ialah majlis-majlis yang membicarakan halal dan haram, bagaimana engkau membeli dan menjual, mendirikan shalat, berpuasa, menikah, menceraikan, berhaji dan yang serupa dengan ini. [ Al Azkar, oleh Imam An Nawawi 9]. Pakar hadits dan fiqih abad ke-9 H, yaitu Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: [Fath Al Bari, oleh Ibnu Hajar Al Asqalani 11/209, baca juga Subul Al Salam, oleh Muhammad bin Ismail Al Shanani 4/390-dst, Tuhfah Al Ahwazi Bi Syarh Jami At Tirmizi, oleh Al Mubarakfuri 9/222]. Dan yang dimaksud dengan zikir di sini ialah: mengucapkan bacaan-bacaan yang dianjurkan untuk diucapkan dan diulang-ulang, misalnya bacaan yang disebut dengan Al Baqiyaat As Shalihat, yaitu: Subhanallah, wa alhamdulillah, wa laa ilaha illallah, wa Allahu Akbar, dan bacaan-bacaan lain yang serupa dengannya, yaitu : Al hauqalah (laa haula walaa quwwata illa billah), Basmalah, hasbalah (hasbunaallah wa niima al wakil), dan istighfar, dan yang serupa, dan juga doa memohon kebaikan di dunia dan akhirat. Kata Az Zikir kepada Allah bila disebut juga dapat dimaksudkan: kita terus-menerus mengamalkan amalan-amalan yang diwajibkan atau disunnahkan oleh Allah, seperti membaca Al Quran, membaca hadits, mempelajari ilmu, dan menunaikan shalat sunnah. Kemudian zikir kadang kala dapat dilakukan dengan lisan, dan orang yang mengucapkannya akan mendapatkan pahala, dan tidak disyarat untuk selalu mengingat kandungannya, tentunya dengan ketentuan selama ia tidak memaksudkan dengan bacaan itu selain dari kandungannya.(*) Bila bacaan lisannya disertai dengan zikir dalam hatinya, maka itu lebih sempurna, dan bila zikir ini disertai dengan penghayatan terhadap kandungan bacaan itu, yang berupa pengagungan terhadap Allah, dan mensucikan-Nya dari segala kekurangan, niscaya itu akan lebih sempurna. Bila zikir semacam ini terjadi di saat ia mengamalkan amal shaleh yang diwajibkan, seperti shalat fardhu, jihad dan lainnya, niscaya akan semakin sempurna. Dan bila ia meluruskan tujuan dan ikhlas karena Allah, maka itu adalah puncak kesempurnaan. (*) Misalnya: ketika ia membaca dzikir Subhanallah yang artinya Maha Suci Allah, akan tetapi ia memaksudkan dari bacaan ini: ia memohon perlindungan agar terhindar dari penyakit atau yang serupa. Al Fakhrurrazi berkata: Yang dimaksud dengan zikir dengan lisan ialah mengucapkan bacaan-bacaan yang mengandung makna tasbih (pensucian) tahmid (pujian) dan tamjid (pengagungan). Dan yang dimaksud dengan zikir dengan hati ialah: memikirkan dalil-dalil yang menunjukkan akan Dzat dan Sifat-sifat Allah, juga memikirkan dalil-dalil taklif (syariat), berupa perintah, dan larangan, sehingga ia dapat mengerti hukum-hukum taklifi (hukum-hukum syariat yang lima, yaitu: wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), dan juga merenungkan rahasia-rahasia yang tersimpan pada makhluq-makhluq Allah. Sedangkan yang dimaksud dengan zikir dengan anggota badan ialah: menjadikan anggota badan sibuk dengan amaliah ketaatan, oleh karena itulah Allah menamakan shalat dengan sebutan Zikir, Allah berfirman: Maka bersegeralah kamu menuju zikir kepada Allah (yaitu shalat jumat) (Al Jumah: 9). Pengertian tentang makna zikir yang disampaikan oleh seorang tabiin murid para sahabat Nabi shollallahualaihiwasallam, dan dijabarkan Ibnu Hajar ini, selaras dengan hadits berikut: Dari sahabat Abu Hurairah rodhiallahuanhu ia berkata: Rasulullah shollallahualaihiwasallam bersabda: Tidaklah suatu kaum (sekelompok orang) duduk di salah satu rumah Allah (yaitu masjid), mereka membaca kitabullah (Al Quran) dan bersama-sama mengkajinya (mempelajarinya), melainkan akan turun kepada mereka kedamaian, dan mereka dipenuhi oleh kerahmatan, dan dinaungi oleh para malaikat, dan Allah menyebut mereka dihadapan para malaikat yang ada di sisi-Nya. (Riwayat Muslim). Tatkala Imam An Nawawi mensyarah hadits ini, beliau berkata: Dan -insya Allah- keutamaan ini juga diperoleh bagi orang-orang yang berkumpul di sekolahan-sekolahan, tempat-tempat pengajian dan yang serupa dengan keduanya, sebagaimana halnya berkumpul di masjid. [Syarah Shahih Muslim, oleh An Nawawi 17/22]. Inilah yang dimaksud dengan kata zikir yang disebutkan dalam hadits-hadits yang disebutkan oleh sebagian dari saudara kaum muslimin. Dengan demikian hadits-hadits ini bersifat umum, mencakup segala amaliah ketaatan, baik berupa ucapan lisan, atau amalan batin, atau amalan anggota badan. Bila ini telah jelas bagi kita semua, saya akan bertanya kepada saudaraku: Dari manakah saudaraku mendapatkan kesimpulan bahwa yang dimaksud dari hadits-hadits ini adalah hanya zikir berjamaah ( seperti bapak Muhammad Arifin Ilham? Dalil-dalil yang saudara gunakan ternyata terlalu umum, bila dibanding dengan klaim saudarku, sehingga dalil saudaraku tidak kuat dan klaim saudaraku tidak dapat diterima. Agar lebih jelas lagi, mari kita simak penuturan sahabat Anas bin Malik berikut ini: Dari Muhammad bin Abu Bakar Ats Tsaqafi, bahwa ia pernah bertanya kepada sahabat Anas bin Malik rodhiallahuanhu tatkala ia bersamanya berjalan dari Mina menuju ke padang Arafah: Bagaimana dahulu kalian berbuat bersama Rasulullah shollallahualaihiwasallam pada hari seperti ini? Maka beliau menjawab: Dahulu ada dari kami yang membaca tahlil, dan tidak diingkari, dan ada dari kami yang membaca takbir, juga tidak diingkari. (Riwayat Muslim 2/933, hadits no:1285). Inilah salah satu contoh nyata metode berzikir yang dilakukan oleh Rasulullah shollallahualaihiwasallam dan para sahabatnya, masing-masing berzikir dengan sendiri-sendiri, tidak dengan dikomando oleh satu orang, kemudian yang lainnya mengikuti, sebagaimana yang dilakukan oleh, sebagian tokoh kaum muslimin, dan kebanyakan para pembimbing manasik haji yang selalu mengomando jamaahnya tatkala berzikir, dengan satu suara dan satu bacaan pula. Kisah yang dituturkan oleh sahabat Anas bin Malik tentang metode berzikir yang dilakukan oleh Nabi shollallahualaihiwasallam dan para sahabatnya inilah yang dimaksudkan oleh sahabat Ibnu Masud dalam ucapannya, tatkala melihat segerombol orang berzikir berjamaah: Sungguh demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sesungguhnya kalian ini sedang menjalankan ajaran (dalam berzikir) yang lebih benar dibanding ajaran Nabi Muhammad, atau sedang membuka pintu kesesatan. (Riwayat Ad Darimi, dalam kitab As Sunnan, 1/79, hadits no: 204, riwayat ini hasan atau shahih lighairihi, karena diriwayatkan melalui beberapa jalur). Maksud beliau rodhiallahuanhu ialah: Nabi shollallahualaihiwasallam dan para sahabatnya bila berzikir, tidak dengan cara dikomando oleh satu orang, dengan satu suara dan bacaan yang sama, akan tetapi masing-masing berzikir dengan sendiri-sendiri. Terlebih-lebih bila kata zikir ditafsirkan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani, sehingga mencakup majlis-majlis ilmu. Dan sebagai bukti akan penjelasan Ibnu Hajar diatas, akan saya sebutkan beberapa kisah berikut: Sahabat Uqbah bin Amr berkata kepada sahabat Huzaifah: Sudikah engkau membacakan apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah shollallahualaihiwasallam. Maka Huzaifah berkata: Aku pernah mendengar beliau bersabda: Sesungguhnya tatkala Dajjal keluar kelak, ia akan membawa air dan api. Adapun yang ditunjukkan kepada orang-orang bahwa itu adalah api, maka itu sebenarnya adalah air yang dingin, sedangkan yang ditunjukkan kepada orang-orang bahwa itu adalah air, maka itu sebenarnya adalah api yang membakar. Sehingga barang siapa yang menemuinya, maka hendaknya ia menceburkan dirinya kepada yang ia tunjukkan sebagai api, karena sesungguhnya itu adalah air yang dingin .. (setelah Huzaifah selesai membacakan hadits-hadits yang pernah ia dengar dari Rasulullah shollallahualaihiwasallam) Uqbah bin Amr rodhiallahuanhu berkata: Aku juga pernah mendengarkan beliau bersabda demikian itu. (Riwayat Bukhori, 3/1272, hadits no: 3266). Pada kisah ini sahabat Uqbah bin Amr meminta sahabat Huzaifah untuk menyebutkan hadits-hadits yang pernah ia dengar dari Nabi shollallahualaihiwasallam, dan setelah selesai sahabat Uqbah ternyata pernah mendengar semua hadits yang sahabat Huzaifah bacakan. Ini salah satu bukti bahwa mereka bila bertemu saling mengingatkan tentang ilmu yang dimiliki oleh masing-masing mereka, bukan dengan cara membaca zikir yang dikomando oleh satu orang, kemudian ditirukan oleh yang lainnya. Contoh lain: § Dari Syaqiq (bin Salamah) ia berkata: Suatu saat sahabat Abdullah (bin Masud) dan Abu Musa duduk bersama, dan keduanya saling mengingat-ingat hadits-hadits Nabi shollallahualaihiwasallam, kemudian Abu Musa berkata: Rasulullah shollallahualaihiwasallam bersabda: Sebelum datangnya kiyamat, akan ada hari-hari yang pada saat itu ilmu akan diangkat, dan diturunkan kebodohan (kebodohan merajalela), dan akan banyak terjadi al haraj, dan al haraj ialah pembunuhan. (Riwayat Bukhori 6/2590, hadits no: 6653, Muslim 4/2056, hadits no: 2672, dan Ahmad dalam kitab Al Musnad, 4/392). § Abu Salamah bin Abdirrahman berkata: Dahulu sahabat Umar (bin Al Khatthab) berkata kepada sahabat Abu Musa di saat ia duduk di majlis: Wahai Abu Musa, ingatkanlah kita tentang Tuhan kita! Maka Abu Musa-pun sambil duduk di majlis membaca (Al Quran), dan beliau memerdukan suaranya.(Riwayat Ad Darimi 2/564, no:3493, Ibnu Hibban, 16/168, no:7196, Abdurrazzaq dalam al Mushannaf 2/486, no:4179, dan Abu Nuaim dalam Hilyah Al Auliya 1/258). Semacam inilah majlis zikir yang dilakukan oleh para sahabat dan ulama terdahulu. Bahkan Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan: Dari Abi Utsman (An Nahdi) ia berkata: Salah seorang gubernur pada zaman khilafah Umar bin Al Khatthab menuliskan laporan yang isinya: Sesungguhnya di wilayah saya, ada suatu kelompok orang yang berkumpul-kumpul kemudian berdoa bersama-sama untuk kaum muslimin dan pemimpin. Maka Umar menulis surat kepadanya: Datanglah dan bawa mereka besertamu. Maka gubernur itu datang, (dan sebelum ia datang) Umar telah memerintahkan penjaga pintunya untuk menyiapkan sebuah cambuk. Dan tatkala mereka telah masuk ke ruangan, spontan Umar langsung memukul pemimpin kelompok itu dengan cambuk. (Riwayat Ibnu Abi Syibah dalam kitabnya Al Mushannaf 5/290, no: 26191). Bahkan seandainya saudaraku sedikit merenungkan hadits Abu Hurairah di atas: Dari sahabat Abu Hurairah rodhiallahuanhu, ia berkata: Nabi shollallahualaihiwasallam bersabda: Allah Taala berfirman: Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku senantiasa bersamanya bila ia mengingat-Ku. Bila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya dalam Diri-Ku, dan bila ia mengingat-Ku di perkumpulan orang (majlis), maka Aku akan mengingatnya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka. (Riwayat Bukhori 6/2694, hadits no: 2700, dan Muslim 4/2061, hadits no: 6970). Niscaya saudarku tidak akan berkesimpulan demikian ini. Sebab dalam hadits ini Allah berfirman: bila ia mengingat-Ku di perkumpulan orang (majlis), maka Aku akan mengingatnya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka, ini menunjukkan bahwa ia berzikir sendirian, akan tetapi ditempat keramaian, atau ditengah-tengah suatu majlis. Seandainya yang dimaksud dari hadits ini ialah ia berzikir dengan cara berjamaah, saya rasa firman-Nya tidak seperti itu bunyinya, akan seperti berikut: Bila ia mengingat-Ku dengan berjamaah/ ramai-ramai. Adapun ayat 28 dari surat Al Kahfi, yaitu: Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru (berdoa) kepada Tuhannya di waktu pagi dan senja, mengharapkan Wajah Allah (keridhaan-Nya), maka untuk memahami maksud ayat ini dengan jelas, mari kita simak bersama keterangan Imamul mufassirin, yaitu Ibnu Jarir At Thabari: Allah Taala berfirman kepada Nabinya Muhammad shollallahualaihiwasallam: Bersabarlah engkau wahai Muhammad, bersama sahabat-sahabatmu yang menyeru Tuhannya, di waktu pagi dan senja, yaitu dengan mengingat-Nya dengan ucapan tasbih, tahmid, tahlil, doa, dan amal-amal shaleh lainnya, seperti: shalat-shalat fardhu dan lainnya. Mereka mengharapkan dengan perbuatan itu Wajah-Nya (keridhaan-Nya) dan tidak mengharapkan kepentingan dunia apapun. [Jami Al Bayan Fi Tawil Aay Al Quran, oleh Ibnu Jarir At Thabari 15/234]. Dan pada kesempatan lain, beliau berkata: Berdoa (menyeru) kepada Allah, dapat berupa mengagungkan dan memuji Allah dalam bentuk ucapan dan perkataan. Dan doa juga dapat berwujud ibadah kepada-Nya dengan anggota badan, baik itu ibadah yang diwajibkan atas mereka atau lainnya yang berupa amalan sunnah yang menjadikan-Nya ridha, dan pelakunya dikatakan telah beribadah kepada-Nya dengan amalan itu. Dan sangat dimungkinkan bahwa mereka -orang-orang yang dikatakan menyeru kepada Allah pada waktu pagi dan senja- melakukan semua macam ibadah ini, sehingga Allah mensifati mereka dengan sebutan: orang-orang yang menyeru Allah pada waktu pagi dan senja, karena Allah telah menyebut Al Ibadah dengan sebutan doa, Allah Taala berfirman: Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku, akan masuk neraka Jahnnam dalam keadaan hina dina. (Ghafir/Al Mukmin: 60). Inilah maksud dari kata doa dalam ayat 28 surah Al Kahfi, dengan demikian bila kita gabungkan pemahaman ini dengan pemahaman kata zikir, niscaya akan menjadi jelas bahwa tidak sedikitpun ada dalil atau isyarat yang menunjukkan akan disyariatkannya zikir berjamaah ayat 28 surah Al Kahfi ini. Apalagi bila kita menggabungkan pemahaman ini dengan pemahaman terhadap hadits berikut: Dari Abi Said ia berkata: Suatu saat Rasulullah shollallahualaihiwasallam beriitikaf di masjid. Beliau mendengar orang-orang saling mengeraskan suara bacaan mereka, maka beliau membuka tabir dan bersabda: Ketahuilah bahwa kalian semua sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah kalian saling mengeraskan dalam bacaan kalian, atau beliau bersabda: (janganlah saling mengeraskan) dalam shalat kalian. (Riwayat Abu Dawud 2/57, hadits no: 1332). Saya ingin bertanya kepada saudaraku: Zikir berjamaah ala Tokoh kaum muslimin yang di televisi, bukankan dengan suara yang keras, apalagi dengan menggunakan dua microfon, satu di tangan, dan yang lain diselipkan di kerah bajunya? Bukankah suara yang akan ditimbulkan oleh sound sistem akan terdengar keras sekali? Dan Bukankah suara jamaah yang mengikuti bacaannya akan semakin menambah keras suara? Apakah ini semua selaras dengan hadits ini??! Buktikan kepada saya dan seluruh kaum muslimin di dunia bahwa Nabi shollallahualaihiwasallam, atau salah seorang sahabatnya melakukan zikir dengan satu suara, satu bacaan dan dengan suara keras semacam ini? C. Fatwa ulama tentang zikir berjamaah: 1. Imam Syafii berkata: Saya berpendapat bahwa seorang imam dan makmumnya hendaknya mereka berzikir kepada Allah seusai shalat, dan hendaknya mereka merendahkan (memelankan) zikirnya, kecuali bagi seorang imam yang ingin agar para makmumnya belajar (zikir) darinya, maka ia boleh mengeraskan zikirnya, hingga bila ia merasa bahwa mereka telah cukup belajar, ia kembali merendahkannya, karena Allah Azza wa Jalla berfirman: Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya (Al Isra: 110). Maksud kata -wallahu Taala aalam- ialah: doa. Laa Tajhar: jangan engkau mengangkat suaramu, wa laa tukhofit: jangan engkau rendahkan hingga engkau sendiri tidak mendengarnya. [Al Umm, oleh Imam As Syafii 1/127]. 2. Imam Yahya bin Abil Khair Al Imrani As Syafii, setelah menyebutkan berbagai riwayat tentang zikir-zikir Rasulullah shollallahualaihiwasallam, ia menyimpulkan: Riwayat perawi yang meriwayatkan bahwa beliau shollallahualaihiwasallam berdoa dan mengeraskan suaranya, ditafsiri bahwa beliau shollallahualaihiwasallam melakukan hal itu agar para sahabatnya belajar dari beliau. Dan riwayat perawi yang menyebutkan bahwa beliau (seusai shalat) diam sejenak kemudian berdiri dan pergi, ditafsiri bahwa beliau berdoa dengan merendahkan suaranya, sehingga beliau hanya memperdengarkan dirinya sendiri. [Al Bayan, oleh Yahya bin Abil Khair Al Imrani, 2/250]. 3. Imam An Nawawi berkata: Ulama mazhab Syafii (ashhabunaa), berkata: Zikir dan doa setelah shalat, disunnahkan untuk dilakukan dengan merendahkan suara, kecuali bila ia seorang imam dan hendak mengajari orang-orang (makmum), maka dibolehkan untuk mengeraskan suaranya, agar mereka belajar darinya, dan bila dirasa mereka telah cukup belajar dan sudah tahu, maka hendaknya ia kembali merendahkannya. [Al Majmu Syarah Al Muhazzab, oleh Imam An Nawawi 3/469]. Dari kedua penjelasan ini jelaslah bahwa zikir itu dilakukan sendiri-sendiri, sehingga yang sunnah ialah dengan cara merendahkan suara, kecuali bila sang imam merasa bahwa jamaahnya belum bisa berzikir, maka ia dianjurkan untuk mengajari mereka dengan cara mengeraskan suaranya. Dan bila dirasa mereka telah cukup belajar, ia kembali merendahkan suaranya. Ini menunjukkan dengan jelas bahwa berzikir dengan satu suara dan dikomando oleh satu orang, baik itu seorang imam atau lainnya tidak sesuai dengan sunnah. Dan fatwa Imam An Nawawi ini sekaligus memperjelas maksud beliau dari perkataannya yang dinukilkan oleh saudaraku. Bahwa pada dasarnya zikir dan doa itu dilakukan dengan cara merendahkan suara, terlebih-lebih tatkala ia melakukan zikir itu sedang berada di tengah-tengah majlis, atau di dalam barisan shaf. Sehingga perkataan beliau dalam kitabnya Al Majmu menepis kesalah pahaman saudaraku. Dengan demikian yang dimaksud dari ucapan Imam An Nawawi berikut ini: Ketahuilah, sebagaimana zikir itu sunnah hukumnya, begitu juga duduk di majlis ahli zikir, karena telah banyak dalil-dalil yang menunjukkan akan itu [Al Azkar, oleh An Nawawi hal: 8], bukan hanya sekedar majlis orang yang membaca zikir atau wiridan saja, akan tetapi, mencakup pengajian-pengajian, sekolahan-sekolahan agama dll. Kemudian pada perkataa Imam An Nawawi di atas tidak didapatkan sedikitpun isyarat yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menghadiri majlis zikir itu melakukan zikir, doa dan wiridannya dengan cara dikomando oleh satu orang, atau dengan membaca satu bacaan atau dengan satu suara. Yang ada hanyalah anjuran menghadiri majlis zikir, apapun perwujudan majlis itu, baik majlis itu berupa sekolahan, pengajian, ceramah, seminar, belajar membaca Al Quran, mendengarkan orang yang sedang membaca Al Quran, atau berzikir dengan sendiri-sendiri, sebagaimanan yang dahulu dilakukan oleh sahabat nabi shollallahualaihiwasallam, atau yang lainnya. Demikian pula halnya dengan fatwa ulama lain yang telah dinukilkan ucapannya oleh saudar-saudaraku. Dan menurut hemat saya, yang menjadikan saudaraku salah paham terhadap ayat-ayat, hadits-hadits dan perkataan ulama seputar masalah zikir dan tata-cara pelaksanaannya, ialah karena beliau mengambil dan memahami dalil-dalil dan keterangan ulama dengan separuh-paruh, tidak menyeluruh. Seandainya beliau mengumpulkan seluruh dalil dan berbagai keterangan ulama, kemudian semuanya dipahami secara bersamaan dan sebagian darinya dijadikan alat untuk memahami sebagian yang lain, niscaya -insya Allah- saudaraku akan terhindar dari kesalah pahaman Wallahu Ta'ala A'lam Wassalamu'alaykum warohmatullohi wabarokatuhu :>) Sumber : dari Buku Sunnahkah Zikir Berjamaah ? oleh Al Ustadz Muhammad Arifin Badri hafizhahulloh dengan sedikit perubahan. ==================================================================================
lasykar5 <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Mohon kepada yang mem-posting artikel Pandangan Terhadap Dzikir Berjamaah menjelaskan hal2 berikut: 1. Dzikir yang dimaksud yang bagaimana? Dalilnya? 2. Apakah ada dalil yang di sana Rasulullah jelas-jelas mencontohkan sebuah kegiatan yang lali bisa disimpulkan bahwa kegiatan Rasul itu adalah Dzikir? 3. Yang hendak ditanggapi oleh artikel Pandangan Terhadap Dzikir Berjamaah itu TEPATnya seperti apa bentuk kegiatannya? Alangkah baiknya jika diberikan kejelasan sec spesifik bentuk yang dimaksud. 4. Saya hampir tidak melihat dalil kuat baik dari Quran maupun Sunnah Rasul yang (jika poin 1-3 di atas bisa ditanggapi dengan jelas) nyata-nyata mengatakan (suatu bentuk tertentu) Dzikir Berjamaah itu bid'ah, selain dari riwayat yang mengisahkan penpadat seorang shahabat atas suatu bentuk dzikir yang dianggap dzikir berkelompok yang menyalahi sunnah ... terima kasih, :-) On 10/9/06, handri yanto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: --------------------------------- How low will we go? Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates. [Non-text portions of this message have been removed] -- Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang --------------------------------- Talk is cheap. Use Yahoo! Messenger to make PC-to-Phone calls. Great rates starting at 1¢/min. [Non-text portions of this message have been removed] Ajaklah teman dan saudara anda bergabung ke milis Media Dakwah. Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/media-dakwah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/