-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of
Puja Asmara
Sent: Friday, November 10, 2006 9:32 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [myQers] kisah Asyura 2



Banjir Darah Hari Asyura

Untuk sementara kalangan, hari Asyura saat itu adalah hari jihad,
pengorbanan, dan perjuangan menegakkan kebenaran. Namun, untuk kalangan
lain, hari itu adalah hari pesta darah, hari perang, dan hari penumpahan
ambisi-ambisi duniawi. Akibatnya, terjadilah banjir darah para pahlawan
Karbala yang terdiri dari anak keturunan Rasul dan para pecintanya. 

Hari itu tanah Karbala dibakar oleh sengatan terik mentari yang mengeringkan
tenggorokan para pahlawan Karbala. Hari itu, para pejuang Islam sejati satu
persatu bergelimpangan meninggalkan sanjungan sejatinya, Husain putera
Fatimah binti Muhammad SAWW. Bintang kejora Ahlul Bait Rasul ini akhirnya
menatap pemandangan sekelilingnya. Wajah-wajah setia pecinta keluarga suci
Nabi itu sudah tiada. Dari para pejuang gagah berani itu yang ada hanyalah
onggokan jasad tanpa nyawa. Putera Amirul Mukminin itu melantunkan kata
mutiaranya. Beliau antara lain mengatakan: 

"Akulah putera Ali dari Bani Hasyim, dan cukuplah kiranya ini menjadi
kebanggaan bagiku. Fatimah adalah ibundaku, dan Muhammad adalah kakekku.
Dengan perantara kamilah Allah menunjukkan kebenaran dari kesesatan. Kamilah
pelita-pelita Allah yang menerangi muka bumi. Kamilah pemilik telaga
Al-Kautsar yang akan memberi minum para pecinta kami dengan cawan-cawan
Rasul. Tak seorangpun dapat mengingkari kedudukan kami ini."

Hari Asyura adalah hari pementasan duka nestapa Ahlul Bait Rasul, hari
rintihan sunyi putera Fatimah, hari keterasingan putera Azzahra, hari
kehausan dan jerit tangis anak keturunan Nabi. "Adakah sang penolong yang
akan menolong kami? Adakah sang pelindung yang akan melindungi kami? Adakah
sang pembela yang akan menjaga kehormatan Rasulullah?" Pinta putera Ali bin
Abi Thalib as itu kepada umat kakeknya, Muhammad SAWW.

Rintih pinta cucu Rasul itu tak dijawab kecuali oleh beberapa pemuda Bani
Hasyim yaitu keluarga, kaum kerabat dan pengikut beliau yang masih tersisa.
Diantara mereka adalah Ali Akbar, putera beliau sendiri. Ali Akbar meminta
izin sang ayah untuk maju melawan musuh. Demikianlah, Imam Husain as
akhirnya mempersembahkan putera tercintanya, Ali Akbar, sebagai pejuang
pertama Bani Hasyim di Karbala. Pertempuran Ali Akbar beliau perhatikan
dengan seksama dan penuh ketabahan. 

Ketika sudah berada di medan laga, kepiawaian Ali Akbar dalam berperang
membuat musuh tercengang. Gerakan dan ketangkasannya dalam bertempur
mengingatkan mereka kepada Haidar Al-Karrar alias Ali bin Abi Thalib as yang
tenar dengan julukan Singa Allah. Tak sedikit pasukan musuh yang mati
menjadi mangsa sambaran pedang Ali Akbar. Namun, ketika jumlah musuh yang
sangat besar itu seakan tak berkurang, Ali Akbar lelah dan tercekik
kehausan. Keadaannya yang sudah nyaris tanpa daya itu segera dimanfaatkan
musuh untuk menghabisi riwayatnya. Maka dari itu, kedatangannya disambut
dengan hantaman pedang tepat di bagian atas kepala. Darahnya yang mengucur
segera disusul dengan sambaran anak panah yang menusuk tubuhnya secara
bertubi-tubi. 

Tampil kemudian Abdullah bin Muslim bin Aqil ke medan laga. Dia termasuk
prajurit yang meminta sendiri kepada Imam Husain as untuk angkat pedang
melawan musuh. Setelah berhasil membuat beberapa serdadu musuh bergelimpang
diterjang keperkasaannya,  Abdullah tak berdaya melawan prajurit iblis yang
menyemut itu. Putera Muslim bin Aqil ini gugur di tangan Amr bin Sabih
Asshaidawi dan Asad bin Malik. Demikianlah para pendekar Karbala pengikut
Imam Husain maju satu persatu menerjang musuh. Mereka antara lain adalah
Muhammad bin Muslim bin Aqil, Abdurrahman bin Aqil dan Jakfar bin Aqil, juga
Muhammad bin Abi Said bin Aqil, Qasim bin Hasan bin Ali as, dan adik Imam
Husain, Abul Fadhl Abbas as,  tokoh legendaris pemegang panji Karbala yang
juga tenar dengan sebutan Purnama Bani Hasyim. 

 

Gugurnya Purnama Bani Hasyim

Sang Purnama Bani Hasyim itu gugur syahid dalam bentuknya yang paling
dramatis dan membanggakan. Beliau dihabisi saat berusaha membawakan
sekantung air untuk kakak sekaligus pemimpin dan junjungannya, Imam Husain
as, yang sedang tercekik rasa haus. Dalam mempertahankan sekantung air di
depan kerumunan musuh itu, beliau berhasil menuai ajal pasukan musuh dalam
jumlah yang sangat besar sebelum beliau sendiri gugur dengan kondisi yang
sangat mengenaskan. Sebelum gugur, satu tangannya putus di babat musuh,
tetapi beliau masih mempertahankan kantung air untuk Imam Husain. 

Namun, dalam kondisi yang nyaris tak berdaya karena itu, seseorang bernama
Nufail Arzaq tiba-tiba muncul bak siluman dari balik pohon sambil
mengayunkan pedangnya ke arah bahu Abbas. Abbas tak sempat menghindar lagi.
Satu-satunya tangan yang diharapkan dapat membawakan air untuk cucu Rasul
yang sedang kehausan itu akhirnya putus.  Dalam keadaan tanpa tangan, adik
Imam Husain ini mencoba meraihnya kantung air dengan menggigitnya. Tapi
kebrutalan hati musuh tak kunjung reda. Kantung itu dipanah sehingga air
yang diharapkan itu tumpah. Air itu pun mengucur habis seiring dengan
habisnya harapan Abbas. Aksi pembantaian ini berlanjut dengan tembusnya satu
lagi anak panah ke dada Abbas. Tak cukup dengan itu, Hakim bin Tufail datang
lagi menghantamkan batangan besi ke ubun-ubun Abbas. 

Kepergian Abul Fadhl Abbas membuat Imam tak kuasa menahan duka. Beliau
menangis tersedu dan meratap hingga mengiris hati seluruh hamba sejati Allah
di langit dan bumi.  Beliau meratap:

"Kini tulang punggungku sudah patah, daya upayaku sudah menyurut, dan
musuhku pun semakin mencaci maki diriku." Ratap putera Fatimah itu sambil
memeluk Abbas, adiknya dari lain ibu.  Di tengah isak tangisnya, Imam juga
berucap kepada Abbas: "Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, adikku.
Engkau telah berjuang di jalan Allah dengan sempurna."

Detik-detik terakhir kehidupan Imam Husain as telah semakin berdetak keras.
Kepada kaum wanita keluarga dan kerabatnya bintang ketiga dari untaian suci
para Imam Ahlul Bait as yang siap menyongsong kematian sakral itu berkata:

          "Kenakanlah gaun duka cita kalian. Bersiaplah menanggung bencana
dan ujian. Namun, ketahuilah bahwa Allah adalah Penjaga dan Pelindung
kalian. Dia akan menyelamatkan kalian dari keburukan musuh, mendatangkan
kebaikan dari persoalan yang kalian hadapi, mengazab musuh dengan berbagai
macam siksaan, dan akan mengganti bencana kalian dengan berbagai macam
kenikmatan dan kemuliaan. Maka janganlah kalian mengeluh dengan rintihan dan
kata-kata yang dapat mengurangi keagungan kalian." 

          Imam menatap wajah puteri-puterinya satu persatu sambil berkata:
"Sakinah, Fatimah, Zainab, Ummu Kaltsum, salamku atas kalian. Inilah akhir
pertemuan kita, dan akan serega tiba saatnya kalian dirundung nestapa." 

          Wajah Imam bersimbah air mata sehingga adik beliau Hazrat Zainab
memberanikan diri untuk bertanya: "Mengapa engkau menangis?"

          "Bagaimana aku akan dapat meredam tangis, sedangkan sebentar lagi
kalian akan digiring oleh musuh sebagai tawanan?!"

          Sejurus kemudian Sang Imam bergerak untuk menjejakkan kakinya
seorang diri menuju gerombolan musuh yang sudah haus akan darah beliau itu. 

          Kepada adiknya, Hazrat Zainab as, beliau berpesan:

          "Aku titipkan anak-anak dan kaum wanita ini kepadamu. Jadikanlah
dirimu sebagai ibu mereka sepeninggalku, dan tak perlu engkau
mengurai-uraikan rambutmu (sebagai luapan dukacita) atas kepergianku.
Apabila anak-anak yatimku merindukan ayahnya, biarlah puteraku Ali yang akan
tampil sebagai ayah mereka."

          Dengan suara lirih, beliau akhirnya mengucapkan salam perpisahan:
"Alwidaa', alwidaa', alfiraaq, alfiraaq."

          Putera Ali bin Abi Thalib as itu kemudian mengendarai Dzul Janah,
kuda yang sebelum itu ditunggangi oleh Abul Fadhl Abbas as. Anak-anak kecil
dan kaum wanita tak kuasa menahan ratapan duka lara. Gerakan Imam diiringi
raung tangis mereka. Sebagian tersimpuh sambil memeluk kaki Dzul Janah.
"Ayah! Ayah!" Panggil puteri beliau yang masih berusia tiga tahun. 

 

Perjuangan Ksatria Karbala Seorang Diri 

Sebagaimana yang sudah disepakati, terjadilah duel satu lawan satu. Singkat
cerita, Imam Husain as adalah pendekar yang tak tertandingi oleh
musuh-musuhnya dalam pertarungan secara jantan satu lawan satu. Akibatnya,
satu persatu lawan-lawan beliau dalam duel bergelimpangan menjadi korban
hantaman pedang beliau. Umar bin Sa'ad pun was-was dan cemas saat melihat
sudah banyak pasukannya yang tak bernyawa setelah berani menjawab tantangan
duel Imam Husain as.

Dengan kesalnya, Umar bin Sa'ad menggerutu: "Keparat, tak ada seorangpun
yang mampu bertanding dengan Husain. Jika begini terus, tak akan ada satupun
diantara pasukanku yang tersisa nanti."

Dia lantas berteriak kepada pasukannya: "Tahukah kalian dengan siapakah
kalian hendak bertarung?!"

Umar bin Sa'ad rupanya baru menyadari bahwa dia sedang berhadapan dengan
bukan sembarang orang, termasuk untuk urusan perang. Dia adalah putera
pendekar Islam legendaris, Imam Ali bin Abi Thalib as. Dia adalah putera
ksatria yang dijuluki dengan Haidar Al-Karrar, Singa Yang Pantang Mundur.
Dia adalah putera si pemilik pedang Dzulfikar yang telah banyak menghabisi
benggolan-benggolan pendekar kaum kafir dan musyrik. Dia adalah putera yang
mewarisi semua kehebatan ayahnya. Karenanya, tak mengherankan jika Imam
Husain as tak tertandingi oleh siapapun dalam pertarungan secara ksatria.
Oleh sebab itu, begitu beliau tidak bisa dirobohkan dengan cara-cara jantan,
pasukan musuh akhirnya mengepung beliau yang sendirian dari segenap penjuru.
Mereka sudah siap merenggut nyawa beliau dengan cara mengeroyok
habis-habisan. 


Perjanjian untuk menggelar pertarungan secara ksatria akhirnya benar-benar
diabaikan oleh musuh. Umar bin Sa'ad memerintahkan seluruh pasukannya untuk
ramai-ramai mengerubungi dan membantai Imam Husain as sedapat mungkin. Maka,
sang Imam pun mulai menjadi bulan-bulanan sekian banyak manusia-manusia buas
itu. Tubuh Imam semakin lemas dalam melakukan perlawanan sehingga saat demi
saat tubuh beliau mulai menuai luka dan kucuran darah. 


Tubuh beliau mulai terkoyak-koyak oleh berbagai jenis senjata pedang,
tombak, dan panah yang sudah tak sabar untuk menghabisi riwayat Imam Husain
as. Saat beliau terkapar, Syimir mencabut pedang dari sarungnya dan tanpa
membuang-buang waktu lagi, lelaki bengis itu mengayunkan pedangnya kuat-kuat
ke leher cucu Rasul dan putera Fatimah Azzahra. Sekali tebas, kepala manusia
mulia itu terlepas dari badannya. Terpisahnya kepala Imam Husain disusul
dengan suara sorakan dari mulut balatentara Umar bin Sa'ad yang busuk itu.
Kepala yang dulu sering diciumi oleh Rasulullah SAWW kini ditancapkan ke
ujung tombak.  Langitpun kelabu. Bumi meratap pilu. Salam sejahtera atas
arwah sucimu wahai Imam Husain.

 

Pahlawan padang karbala


Kemenangan dalam berjuang tidak selalu berbentuk kemenangan lahiriyah.
Adakalanya gugur dalam perjuangan juga merupakan sebuah kemenangan besar.
Tak salah bila ada pepatah yang mengatakan: darah mengalahkan pedang. Kisah
Karbala adalah salah satu contohnya. Meski sejak awal, seluruh anggota
rombongan Imam Husein telah mengetahui bahwa mereka adalah kafilah yang
bergerak menuju kematian, tetapi cita-cita luhur dan keyakinan akan
kemenangan dengan syahadah membuat mereka mantap melangkah. Kami masih
bersama Anda dengan pembicaraan seputar tokoh-tokoh kebangkitan Asyura dan
drama yang mereka pentaskan di Karbala.


*   *   *

Ali Akbar bin Husain as

Ketika rombongan Imam Husein memasuki padang Karbala, terlihat barisan
pasukan Ibnu Ziyad yang berbaris bagai batang-batang korma di tengah sahara.
Menyadari bahwa ribuan orang bersenjata lengkap yang berada di sana berniat
membantai Al-Husein dan keluarganya, Ali Akbar putra Imam Husein bertanya
kepada ayahnya, "Ayah, bukankah kita berada di pihak yang benar?" Imam
menjawab, "Iya." Mendengar jawaban itu Ali Akbar berseru, "Kalau begitu
tidak alasan bagi kita untuk merasa ragu dan gentar." 

Saat Ali Akbar maju ke medan tempur untuk menunjukkan kesetiaannya kepada
sang ayah dan imam yang ia ikuti, Al-Husein dengan berlinang air mata
memandang nanar ke arah putranya dan berkata, "Ya Allah, saksikankah pemuda
yang paling mirip wajah, tutur kata dan perangainya dengan Rasul-Mu, kini
maju ke medan tempur. Selama ini, kami mengobati kerinduan kepada Nabi
dengan memandangnya. Ya Allah, jauhkan mereka dari barakah bumi ini dan
cabik-cabiklah barisan mereka."

Ali Akbar maju dan dengan gesit dia menari-narikan pedangnya. Beberapa orang
yang menghadangnya terjerembab ke tanah terkena sabetan pedang putra
Al-Husein. Tak lama kemudian, kisah kepahlawanan dan kesetiaan Ali Akbar
menjadi lengkap setelah sebilah pedang mendarat di tubuhnya. Ali Akbar jatuh
tersungkur dan musuh-musuh berhamburan menyambutnya dengan mendaratkan
pukulan pedang bertubi-tubi ke tubuh pemuda tampan itu. Sebelum
menghembuskan nafasnya yang terakhir, Ali Akbar berseru kepada ayahnya
dengan mengatakan, "Ayah, Rasulullah telah memberiku air. Beliau menunggu
kedatanganmu." Cucu Rasul itu gugur syahid dengan meninggalkan pelajaran
berharga tentang kesetiaan dan pengorbanan dalam membela kebenaran.  

 

Qasim bin Hasan as

Mungkin kisah Qasim putra Imam Hasan as di Karbala adalah kisah yang paling
menarik tentang kesetiaan dan pengorbanan. Kemenakan Imam Husein yang saat
itu masih sangat belia, yaitu berusia kurang dari lima belas tahun, telah
menyuguhkan pelajaran yang amat berharga. Di hari Asyura, saat pembantaian
di Padang Karbala berlangsung, Qasim menatap pilu medan laga. Imam Husein
mendatanginya dan bertanya, "Qasim, bagaimana engkau memandang kematian?"
Qasim menjawab, "Kematian bagiku lebih manis dari madu." Ya, remaja belia
yang terdidik di rumah kenabian dan wilayah itu telah hanyut dalam cinta
rabbani dan tak sabar menunggu saat-saat yang paling indah bertemu dengan
sang Pencipta. Qasim maju ke medan laga dan gugur sebagai syahid.

 

Jaun bin Abi Malik

Jaun bin Abi Malik, adalah bekas budak Abu Dzar Al-Ghifari yang kemudian
mengabdi di rumah Imam Ali, Imam Hasan, dan terakhir di rumah Imam Husein
as. Di siang hari Asyura, Jaun dari dekat menyaksikan dan merasakan
penderitaan yang dialami oleh keluarga Nabi dan para pengikut setia mereka
di Padang Karbala. Meski tidak terlibat dalam konflik, Jaun tidak mau
tinggal diam. Dia bangkit dan meminta ijin kepada Imam Husein untuk
mempersembahkan darahnya dalam membela keluarga Nabi. Imam Husein yang
terkenal bijak mengatakan, "Wahai Jaun, jangan celakakan dirimu. Engkau
telah kumerdekakan." 

Jaun menangis, dan sambil mencium kaki tuannya, dia berkata, "Tuanku, selama
ini aku hidup sejahtera di rumahmu. Aku tidak bisa tinggal diam menyaksikan
engkau dan keluargamu menghadapi kesulitan ini. Demi Allah aku tidak akan
meninggalkanmu sampai darahku bercampur dengan darahmu yang suci." Budak
berkulit hitam itu menunjukkan kesetiaan seorang hamba kepada tuannya. Jaun
mengajarkan makna sejati dari balas budi. Setelah mendapat ijin, bekas budak
Abu Dzar itu maju ke medan laga dan mempertontonkan semangat pengorbanan
untuk keluarga Rasul. Untuknya Imam Husein berdoa, "Ya Allah putihkan
wajahnya, masukkanlah ia ke dalam golongan orang-orang yang baik dan jangan
pisahkan dia dari keluarga Muhammad."

 

 Wahb bin Abdullah

Wahb bin Abdullah adalah salah seorang pengikut setia Imam Husein. Sebelum
bertemu Imam Husein, Wahb adalah pengikut agama Nasrani. Di tangan Imam
Husein, dia dan ibunya masuk Islam. Saat berada di padang Karbala bersama
Imam Husein, Wahb baru 17 hari menikah. Sebagai bukti kesetiaan kepada
penghulu pemuda surga dan pemimpin umat itu, Wahb maju ke medan tempur. 24
penunggang kuda dan 24 prajurit pejalan kaki berhasil ditumbangkannya. Namun
Wahb berhasil ditangkap dan dibawa menghadap Umar bin Saad komandan pasukan
Ibnu Ziyad. 

Wahb gugur syahid setelah Ibnu Saad mengeluarkan perintah pemenggalan
kepalanya. Kepala tanpa badan itu dikirim ke perkemahan Imam Husein. Ibu
Wahb dengan bangga mencium kepala anaknya yang gugur dalam membela
kebenaran. Kepala itu dilemparkannya ke arah musuh sambil berkata, "Aku
tidak akan mengambil kembali apa yang telah kupersembahkan untuk Islam." Tak
cukup dengan persembahan itu, wanita tua itu mengambil sebatang kayu dan
berlari ke arah musuh. Ibu Wahb ingin menyusul anaknya yang telah
mendahuluinya terbang ke surga. Namun Imam Husein mencegahnya dan mendoakan
kebaikan untuknya.

Kisah pengorbanan sahabat Nabi dalam perang Uhud yang menjadikan tubuhnya
sebagai perisai hidup untuk melindungi Rasulullah, terulang kembali di
padang Karbala. Di hari Asyura, pasukan Ibnu Ziyad tidak memberikan
kesempatan kepada Imam Husein dan para sahabatnya untuk melaksanakan
kewajiban shalat. Saat Imam Husein berdiri untuk mengerjakan shalat
berjemaah dengan para sahabatnya, Said bin Abdillah Al-Hanafi berdiri
melindungi putra Fatimah itu dari terjangan tombak dan anak panah yang
meluncur ke arah Imam Husein. Tubuh Said dipenuhi oleh tombak dan anak
panah. 

Said roboh. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya ia berkata, "Ya Allah,
sampaikan salamku kepada Nabi-Mu Muhammad. Katakan kepada beliau bahwa
luka-luka di sekujur tubuhku ini kudapatkan ketika melindungi dan membela
cucu kesayangannya yang tengah memperjuangkan agama dan kebebasan." Mata
sayu Said untuk beberapa saat memandang wajah pemimpinnya. Dia berkata,
"Wahai putra Rasulullah, apakah aku sudah melaksanakan janji setiaku?" Imam
Husein menjawab, "Ya, engkau telah mendahuluiku masuk ke surga."

 

Abis bin Abu Syubaib Al-Syakiri

Kisah Abis bin Abu Syubaib Al-Syakiri di Karbala adalah kisah cinta yang
luhur. Selain dikenal pemberani dan piawai dalam bertarung di medan tempur,
Abis juga terkenal sebagai ahli ibadah dan rajin melaksanakan shalat
tahajjud. Di malam Asyura, Abis mendatangi kemah Imam Husein. Kepada beliau,
Abis mengatakan, "Demi Allah, tidak ada seorangpun di dunia ini yang
kucintai dan aku hormati lebih dari dirimu, wahai putra Rasulullah. Jika
ketulusan cinta ini dapat aku tunjukkan dengan mengorbankan sesuatu yang
lebih berharga dari jiwa dan ragaku, pasti akan kulakukan." Abis gugur
syahid setelah pasukan musuh yang kewalahan dalam menghadapinya,
menghujaninya dengan batu-batuan.

 

 

Regards

 

Puja Asmara

 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
You received this message because you are subscribed to the Google Groups
"myQuran - Komunitas Muslim Indonesia" group. 
To post to this group, send email to [EMAIL PROTECTED] 
To unsubscribe from this group, send email to
[EMAIL PROTECTED] 
For more options, visit this group at http://groups.google.com/group/myquran

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke