SAYYID SABIQ (Ulama Bersahaja, Khadim as-Sunnah)
Kamis, 20 Oktober 05 

"Sayyid Sabiq RAH tidak pernah bosan untuk mengingatkan kaum Muslimin akan
posisi mereka di tengah umat yang lain dan bahwa mereka wajib memegang
kendali kehidupan agar bisa menggapai kebahagiaan dan membuat orang lain
berbahagia." 

Syaikh Sayyid Sabiq dilahirkan tahun 1915 H di Mesir dan meninggal dunia
tahun 2000 M. Ia merupakan salah seorang ulama al-Azhar yang menyelesaikan
kuliahnya di fakultas syari'ah. Kesibukannya dengan dunia fiqih melebihi apa
yang pernah diperbuat para ulama al-Azhar yang lainnya. Ia mulai menekuni
dunia tulis-menulis melalui beberapa majalah yang eksis waktu itu, seperti
majalah mingguan 'al-Ikhwan al-Muslimun'. Di majalah ini, ia menulis artikel
ringkas mengenai 'Fiqih Thaharah.' Dalam penyajiannya beliau berpedoman pada
buku-buku fiqih hadits yang menitikberatkan pada masalah hukum seperti kitab
Subulussalam karya ash-Shan'ani, Syarah Bulughul Maram karya Ibn Hajar,
Nailul Awthar karya asy-Syaukani dan lainnya. 

Syaikh Sayyid mengambil metode yang membuang jauh-jauh fanatisme madzhab
tetapi tidak menjelek-jelekkannya. Ia berpegang kepada dalil-dalil dari
Kitabullah, as-Sunnah dan Ijma', mempermudah gaya bahasa tulisannya untuk
pembaca, menghindari istilah-istilah yang runyam, tidak memperlebar dalam
mengemukakan ta'lil (alasan-alasan hukum), lebih cenderung untuk memudahkan
dan mempraktiskannya demi kepentingan umat agar mereka cinta agama dan
menerimanya. Beliau juga antusias untuk menjelaskan hikmah dari pembebanan
syari'at (taklif) dengan meneladani al-Qur'an dalam memberikan alasan hukum.


Juz pertama dari kitab beliau yang terkenal "Fiqih Sunnah" diterbitkan pada
tahun 40-an di abad 20. Ia merupakan sebuah risalah dalam ukuran kecil dan
hanya memuat fiqih thaharah. Pada mukaddimahnya diberi sambutan oleh Syaikh
Imam Hasan al-Banna yang memuji manhaj (metode) Sayyid Sabiq dalam
penulisan, cara penyajian yang bagus dan upayanya agar orang mencintai
bukunya. 

Setelah itu, Sayyid Sabiq terus menulis dan dalam waktu tertentu
mengeluarkan juz yang sama ukurannya dengan yang pertama sebagai kelanjutan
dari buku sebelumnya hingga akhirnya berhasil diterbitkan 14 juz. Kemudian
dijilid menjadi 3 juz besar. Belaiu terus mengarang bukunya itu hingga
mencapai selama 20 tahun seperti yang dituturkan salah seorang muridnya,
Syaikh Yusuf al-Qardhawi. 

Banyak ulama yang memuji buku karangan beliau ini yang dinilai telah
memenuhi hajat perpustakaan Islam akan fiqih sunnah yang dikaitkan dengan
madzhab fiqih. Karena itu, mayoritas kalangan intelektual yang belum
memiliki komitmen pada madzhab tertentu atau fanatik terhadapnya begitu
antusias untuk membacanya. Jadilah bukunya tersebut sebagai sumber yang
memudahkan mereka untuk merujuknya setiap mengalami kebuntuan dalam beberapa
permasalahan fiqih. 

Buku itu kini sudah tersebar di seluruh pelosok dunia Islam dan dicetak
sebagian orang beberapa kali tanpa seizin pengarangnya. Tetapi, ada kalanya
sebagian fanatisan madzhab mengkritik buku Fiqih Sunnah dan menilainya
mengajak kepada 'tidak bermadzhab' yang pada akhirnya menjadi jembatan
menuju 'ketidak beragamaan.' 

Sebagian ulama menilai Sayyid Sabiq bukanlah termasuk penyeru kepada 'tidak
bermadzhab' sekali pun beliau sendiri tidak berkomitmen pada madzhab
tertentu. Alasannya, karena beliau tidak pernah mencela madzhab-madzhab
fiqih yang ada dan tidak mengingkari keberadaanya. 

Sementara sebagian ulama yang lain, mengkritik buku tersebut dan menilai
Syaikh Sayyid Sabiq sebagai orang yang terlalu bebas dan tidak memberikan
fiqih perbandingan sebagaimana mestinya di dalam mendiskusikan dalil-dalil
naqli dan aqli serta melakukan perbandingan ilmiah di antaranya, lalu
memilih mana yang lebih rajih (kuat) berdasarkan ilmu. Apa yang dinilai para
penentangnya tersebut tidak pada tempatnya. Sebenarnya buku yang dikarang
Sayyid Sabiq itu harus dilihat dari sisi untuk siapa ia menulis buku itu.
Beliau tidak menulisnya untuk kalangan para ulama tetapi untuk mayoritas
kaum pelajar yang memerlukan buku yang mudah dan praktis, baik dari sisi
format atau pun content (isi). 

Di antara ulama yang mengkritik buku tersebut adalah seorang ulama hadits
yang terkenal, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani yang kemudian menulis
buku 'Tamaamul Minnah Bitta'liq 'ala Fiqhissunnah". Kitab ini ibarat takhrij
bagi hadits-hadits yang terdapat di dalam buku fiqih sunnah. 

Syaikh Sayyid Sabiq merupakan sosok yang selalu mengajak agar umat bersatu
dan merapatkan barisan. Beliau mengingatkan agar tidak berpecah belah yang
dapat menyebabkan umat menjadi lemah. Beliau juga mengajak agar membentengi
para pemudi dan pemuda Islam dari upaya-upaya musuh Allah dengan membiasakan
mereka beramal islami, memiliki kepekaan, memahami segala permasalahan
kehidupan serta memahami al-Qur'an dan as-Sunnah. Hal ini agar mereka
terhindar dari perangkap musuh-musuh Islam. 

Beliau juga pernah mengingatkan bahwa Israel adalah musuh bebuyutan umat ini
yang selalu memusuhi kita secara berkesinambungan. Beliau pernah bertemu
dengan salah seorang pengajar asal Palestina yang bercerita kepada beliau,
"Suatu kali saya pernah melihat seorang Yahudi sangat serius duduk menghafal
Kitabullah dan hadits-hadits Rasulullah. Lalu saya tanyakan kepadanya,
'Kenapa kamu melakukan ini.?' Ia menjawab, 'Agar kami dapat membantah kalian
dengan argumentasi. Kalian adalah orang-orang yang reaktif dan sangat
sensitif, karena itu kami ingin mengendalikan lewat sensitifitas kalian itu.
Jika kami berdebat dengan kalian, kami akan menggunakan ayat-ayat dan hadits
Nabi kalian. Kami juga akan menyebutkan sebagian permisalan dalam bahasa
Arab yang mendukung permasalahan kami sehingga kalian bertekuk lutut
terhadap seruan kami dan mempercayai kebenarannya." (sumber: beberapa situs
Islam berbahasa Arab) 

 


 



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke