Assalaamu'alaikum wr. wb., Saya sebagai seorang Muslim tapi bukan dari etnis Jawa Tengah, izinkanlah saya mengomentari tulisan dan pendapat Pak Eko ini.
Dari yang saya tahu dari pemikiran-pemikiran Pak Umar Kayam (almarhum) dari seri "mangan ora mangan kumpul" dan juga dari pemikiran-pemikiran Prof. Komarudin Hidayat yang keduanya dari etnis Jawa Tengah, saya menyimpulkan ada gap yang cukup besar antara Islam sebagai peradaban dan budaya Jawa (Tengah). Salah satu prinsip yang menurut saya harus diubah adalah prinsip "ngono yo ngono ning ojo ngono". Ini menghalangi prinsip penegakan hukum yang sangat dipentingkan dalam Islam. Prof. Komarudin Hidayat berpendapat bahwa pada umumnya orang beretnis Jawa Tengah secara budaya atau "way of life" dapat dikatakan sebagai pada dasarnya Hindu/Budha (pada prinsip-prinsip terdalamnya) dan dibungkus oleh ritual ibadah Islam. Mungkin karena proses Islamisasi oleh Wali Songo belum selesai, keburu datang penjajah Portugis dan Belanda. So, karena ketiga prinsip yang dibahas ini adalah notabene dari pendiri Taman Siswa: Ki Hajar Dewantoro, menurut saya baik lagi dikaji kembali dihubungkan dengan pemikiran saya di atas mengingat mailist ini adalah media dakwah Islam. Lalu, walaupun selama beberapa dekade terakhir ini konsep-konsep dari budaya Jawa Tengah sangat dominan, apakah tidak pernah terfikirkan untuk mencoba lebih mengakomodasi konsep-konsep dari budaya etnis lain ? Harap diingat, etnis di Indonesia ini jumlahnya ratusan kalau tidak ribuan... Pendiri negara kitapun beragam etnisnya, bahkan termasuk etnis WNI Keturunan Cina, Arab, India, dsb... Bukankah para pejuang kemerdekaan kita dari Aceh dan Sumatera banyak yang keturunan etnis WNI keturunan seperti di atas ? Lagipula, bukankah dalam periode orde baru banyak dari konsep-konsep budaya Jawa Tengah tersebut sudah dicoba dan tidak berhasil ? Mungkin ada baiknya mencoba berbesar hati dan introspeksi diri barangkali ada kekurangan dari konsep-konsep tersebut dan penerapannya. Juga memberi kesempatan kepada konsep-konsep dari budaya etnis lain yang dari segi jumlah dan kualitas juga tidak kalah... hanya, mungkin etnis-etnis lain itu terlalu introvert sehingga dianggap tidak ada konsepnya karena tidak pernah ditanyakan kontribusinya. Saya sendiri pernah mengalami pernikahan yang kandas dengan orang dari etnis Jawa Tengah. Mungkin ada bias karena masalah ini, tapi, terus terang saja, selama pernikahan itu saya terheran-heran sendiri melihat tipisnya lapisan Islam yang membungkus budaya Jawa Tengah yang dipakai sebagai "way of life" orang-orang dari etnis Jawa Tengah tersebut pada umumnya. Yang dapat dikecualikan dari penggambaran kondisi ini mungkin hanya yang dari kalangan Muhammadiyah atau segelintir pesantren saja. Begitu saja dulu, mohon maaf kalau ada kata-kata yang tidak berkenan... Wassalaam, Ema A Kutipan "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]>: > Fwded from : > http://groups.yahoo.com/group/i-ummah/ > > --- In [EMAIL PROTECTED], "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > Assalamu'alaikum ... > > Jika kita perhatikan di media. Drive saat ini adalah "bagaimana > mempunyai pemimpin terbaik". Bagaimana mempunyai pemimpin yg "ing > ngarsa sung tulodho" ... > pemimpin yg memberi contoh. > > Juga di sisi lain, bagi mereka yg masih berkompetisi, berjuang buat > "naik daun". mereka yg berada di tengah-tengah, berkembang middle > class yg mencoba mengembangkan berbagai opini, saran, ide, kritik dan > aspirasi .... > > dalam budaya Jawa, ini dikenal sebagai "ing madya mangun karsa" ... di > lapisan tengah membangun semangat, spirit ... > > Media telah meng-cover secara terbuka ttg mereka yg "ing ngarsa" ... > bahkan kecendurangannya media kita yg "istana-sentris" hanya > mengedepankan peran-peran pemimpin ... > > Berbagai buku juga telah diterbitkan yg mengdepankan cara berpikir > bahwa kesuksesan sebuah organisasi tergantung pada satu atau dua orang > di atas. Bahwa mereka yg di ataslah yg layak diakui sebagai yg membuat > keberhasilan. > > Buku ttg Kisah Sukses google misalnya, mengedepankan dua orang Yahudi > Rusia yg memulai Google yaitu Larry dan Sergey. Atau Microsoft yg > dikenal sebagai keberhasilan seorang Gate. > > Kita masih kurang menyadari pentingnya middle-class. Meskipun saat ini > dalam euforia kebebasan partisipasi berbagai pihak dari middle class > mulai mewarnai Indonesia... dgn berbagai ide dan gagasan mereka di > media-media massa. Mencoba merubah Indonesia ... > > Apa yg jelas sangat kurang ter-expose, atau memang tidak perlu ? > Adalah informasi ttg mereka-mereka yg dibelakang. Mereka yg berhasil > menulis code-code di balik Google atau Ms Windows. > > Satu tantangan ke-6 adalah ttg "keberpihakan yang adil dalam > pengumpulan, pengelolaan dan penyebaran informasi" agar informasi > secara adil (tidak mesti proporsional) bisa menghargai semua peran > baik mereka yg "ing ngarsa", "ing madya" maupun "tut wuri" ... > > Terlalu meng-expose mereka yg "ing ngarsa sung tuladha" ... akan > merupakan pembodohan masyarakat, krn bagaimanapun baiknya pemimpin, > akan gagal tanpa rakyat yg baik. > > Terlalu meng-expose mereka yg "ing madya mangun karso" akan > sangat-sangat berbahaya, krn mereka yg dipertengahan secara > karakteristik memang suka kebebasan beropini, beride, mengeluarkan > saran dan kritik ... tanpa sense-of-responsibility apa yg mereka > ucapkan ... toh mereka bukan decision maker, dan di sisi lain, bukan > juga worker. > > Di sisi lain terlalu meng-expose mereka yg "tut wuri handayani" kita > akan kehilangan visi-visi besar sebuah peradaban. Tentu saja, akan > sangat bermakna meng-expose kerja mereka yg menjadi tukang batu di > sebuah proyek bangunan. Dan ini jarang dilakukan ! Tetapi akan lebih > bermakna, jika ditambahi dgn exposure ttg visi dari proyek tsb : bahwa > > batu-batu bata itu disusun untuk sebuah masjid, satu pusat > pengembangan peradaban. > > Tantangan untuk manajemen info dan media kita, bagaimana bisa > meng-expose sebuah permainan sepak bola dari berbagai lapisan > masyarakat atau organisasi kita ... > > Wassalamu'alaikum > > > > Eko Budhi S > > > --- In [EMAIL PROTECTED], "Eko Budhi S, Ghifari.Org" <ekobs@> > wrote: > > > > Aww > > Jika tantangan #4 adalah berkaitan dgn adanya "island of > information", > > yg terkait dgn berkembangnya berbagai thoifah dgn pendekatannya > > masing-masing yg berbeda-beda dalam mencoba menyelesaikan masalah > > ummah ... > > > > tantangan #5, IMHO, adalah ... berkaitan dgn SAKSI. Siapa yg bisa > > menjadi saksi yg adil. Adalah yg sangat dibutuhkan saat ini ... > > > > > -----Original Message----- > > > > From: [EMAIL PROTECTED] > > > > > > Aww > > > > Sudah saya coba ajak diskusikan beberapa hal yg saat ini bisa > lebih > > > > dioptimalkan dalam pengelolaan informasi. > > > > > > > > #1 adalah FLOW. Saat ini arus informasi bisa dikatakan > "berantakan" > > > > ... Kita mendapatkan informasi dari berbagai pihak, untuk > berbagai > > > > pihak. Kacau. > > > > > > > > #2 adalah OBSERVER. Berbagai informasi ini sayangnya untuk semua > > > > orang, sampai-sampai tidak ada yg merasa bertanggung jawab buat > > > > mem-follow up sebuah informasi ... > > > > > > > > Nah hal ke #3, IMHO, adalah "MEANINGFUL" ... bagaimana sebuah > > > > informasi perlu dipilah, disusun, dan diarahkan ke orang-orang > > > > sehinggainformasi tsb memang bermakna, berguna, bermanfaat ... > > > > --- End forwarded message --- > > > ========================================================== Ir. Ema Amalia, MT. Assistant Professor Dept. of Aeronautics and Astronautics Faculty of Industrial Technology Institut Teknologi Bandung (Inst. of Technology Bandung) Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 - Indonesia Tel.: +62-22-2504529 ext. 213 Fax : +62-22-2534164 Email: [EMAIL PROTECTED]