http://beranda.blogsome.com/2007/01/16/etika-berdoa/
Etika berdo’a

Dalam berinteraksi dengan manusia, ada etika, sopan
santun, dan adab. Menjaga pola interaksi dan
komunikasi yang baik, akan menjamin hubungan yang baik
dengan sesama. Begitupun sebaliknya. Tanpa etika,
sopan santun dan adab, hubungan sesama manusia akan
sulit menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Ilustrasi
ini, akan mengawali, bagaimana kita menjalin hubungan,
komunikasi dan interaksi yang baik dengan Allah SWT
melalui do’a.


Tentu ada beberapa langkah yang diajarkan Allah,
Rasulullah dan para salafushalih agar kita bisa
berdo’a dengan baik.

Pertama, pilihlah waktu-waktu yang tepat untuk
berdo’a. Sebenarnya berdo’a itu tidak terikat dengan
waktu, tetapi Islam memang mengajarkan ada waktu yang
paling baik dan istimewa untuk berdo’a. Beberapa waktu
istimewa untuk dikabulkannya do’a antara lain di malam
qadar (sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadhan),
di hari Arafah (9  Zulhijjah di kala jemaah haji wukuf
di Arafah), di bulan Ramadhan, di hari Jum’at, di
sepertiga malam yang terakhir (sesudah jam 2 malam),
pada waktu sahur (sebelum fajar), sesudah berwudhu,
usai azan sebelum iqamat, ketika sedang berpuasa,
ketika dalam medan jihad, di setiap selesai shalat
fardu, pada waktu sedang sujud (dalam sholat atau di
luar sholat), ketika sedang musafir atau bepergian,
dan sebagainya. Termasuk di sini, adalah tidak
menyia-nyiakan untuk berdo’a di tempat-tempat yang
istimewa, seperti di Masjidil Haram, misalnya.



Kedua, gunakan keberadaan diri kita untuk meraih
kesempatan berdo’a. Rasulullah menjelaskan, di antara
do’a yang mustajab adalah do’a orang tua untuk
anaknya, atau do’a anak yang berbakti dengan baik
kepada orang tuanya, dan do’a seorang muslim  untuk
saudaranya yang muslim, tanpa diketahui oleh saudara
yang dido’akan itu. Maka, bila kita menjadi orang tua,
perbanyaklah do’a untuk anak-anak. Bila kita menjadi
anak, berusahalah untuk berbakti kepada orang tua,
agar do’a kita terkabulkan. Dan, jangan lupa seringlah
berdo’a untuk saudara dengan diam-diam. Karena Allah
berjanji akan memberi untuk kita, apa yang kita
mintakan untuk saudara kita itu. Rasulullah SAW
bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendo’akan
saudaranya secara diam-diam, kecuali malaikat berkata,
‘dan untukmu seperti apa yang engkau mintakan
untuknya.” (HR. Muslim). 

Ketiga, mulailah berdo’a dengan memperbanyak
puji-pujian kepada Allah. Memulai dengan tahmid
(pujian terhadap Allah) dan shalawat kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah bersabda,
“Jika salah seorang di antara kamu berdo’a, hendaknya
memulai dengan memuji dan menyanjung Rabbnya, dan
bershalawat kepada Nabi, kemudian berdo’a apa yang dia
kehendaki." (HR.Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan
Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani). Ibnu Mas’ud ra
pernah berdo’a, ia memulai dengan tahmid, kemudian
bershalawat, kemudian diteruskan dengan do’a untuk
kebaikan dirinya. Maka Rasulullah yang ketika itu
mendengarnya mengatakan, "Mintalah pasti kamu diberi,
mintalah pasti kamu diberi.” (HR. At-Tirmidzi, ia
berkata, hasan shahih, dan Abdul Qadir Al-Arnauth
berkata, sanadnya hasan).

Keempat, mengangkat kedua tangan. Ini adalah salah
satu sikap yang menunjukkan kebutuhan seorang hamba
dalam berdo’a. Perhatikanlah sabda Rasulullah yang
berbunyi, "Sesungguhnya Rabbmu itu Maha Pemalu dan
Maha Mulia, malu dari hamba-Nya jika ia mengangkat
kedua tangannya (memohon) kepada-Nya kemudian
menariknya kembali dalam keadaan hampa kedua
tangannya." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dihasankan
oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dan Al-Albani). 

Kelima, jangan mengeraskan suara. Cukup berdo’a dengan
suara samar. Menghinakan diri di hadapan-Nya dan
menampakkan kebutuhan yang sangat. Cukup denqan
kata-kata yang sederhana, jelas. Utamakan materi do’a
yang berasal daripada Rasulullah SAW, sahabat atau
salafushalih. Allah berfirman, “Berdo’alah kepada
Tuhan kalian dengan merendahkan diri dan suara pelan.
Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas.” (QS.Al-A’raf: 55).

Keenam, sebelum berdo’a, ucapkan istighfar dan mohon
ampun kepada Allah atas seluruh kesalahan dan dosa
yang kita lakukan. Mintalah dengan penuh kesungguhan
ampunan (maghfirah) Allah atas dosa-dosa yang telah
dilakukan, baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja, baik yang diketahui maupun yang tidak
diketahuinya, baik yang diingat maupun yang terlupa.
Sebab bagi Allah, tak ada sesuatu yang tersembunyi.
Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi, dan apa yang ada diantara keduanya. Dia juga
mengetahui apa yang kita rahasiakan dari urusan kita,
dan apa yang kita nyatakan. Allah berfirman: “Dan jika
kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat
perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.” (Qs.
Al Baqarah: 284). “Dia mengetahui pandangan mata yang
khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”(QS.
Al-Mukmin: 19). Memohon ampun disertai dengan taubat
yang benar dan niat yang ikhlas demi Allah akan
menyucikan jiwa dan membersihkannya dari dosa-dosa. 

Ketujuh, konsentrasi dan khusyu’. Pahami dan resapi
benar-benar apa yang kita minta. Berdo’a tidaklah
sekadar melafadzkan bait-bait yang dihafal tanpa
mengerti maknanya, tetapi harus benar-benar memahami
dan menginginkan dikabulkannya do’a itu. Rasulullah
bersabda: “Mohonlah kepada Allah sementara kamu sangat
yakin untuk dikabulkan, dan ketahuilah bahwasanya
Allah tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai
dan bermain-main.”(HR. At-Tirmidzi, di hasankan oleh
Al-Mundziri dan Al-Albani). Ketidaksesuaian sikap
sewaktu berdo’a turut mempengaruhi kesempurnaan
berdo’a. Jangan sampai kita berdo’a, sementara hati
kita ngelayap entah ke mana. Ingat, perbuatan manusia
hanya bermakna jika disertai kesadaran hati, oleh
karena itu Allah hanya menilai perbuatan manusia yang
berpijak pada kesadaran hati. Demikian juga do’a
kepada Allah, yang didengar bukan bunyi kata-kata,
tetapi kesadaran hati orang yang berdo’a. Menurut
Hadist Riwayat Tirmizi, Allah tidak mendengarkan dan
tidak mengabulkan do’a dari orang yang hatinya lalai
(min qalbi ghafilin lahin).

Kedelapan, hindari berdo’a untuk keburukan. Seorang
muslim dilarang keras mendo ‘akan kemusnahan dan
kehancuran sesama muslim, karena Rasulullah SAW
bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang sehingga ia
mencintai saudaranya (seagama) sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri.” Rasulullah tidak pernah
mengajukan permohonan yang buruk untuk siapa pun.
Bahkan pernah, ketika malaikat gunung menawarkannya
untuk membalas perilaku keji penduduk Thaif, Rasul
tetap menolak dan berharap agar keturunan mereka yang
beriman. Rasulullah ketika itu malah berdo’a, "Ya
Allah, berilah hidayah dan petunjuk-Mu kepada kaumku,
karena mereka tidak mengetahui.”

Kesembilan, tidak tergesa-gesa agar do’a itu
dikabulkan. Rasulullah bersabda: “Akan dikabulkan bagi
seseorang di antara kamu selagi tidak tergesa-gesa,
yaitu dengan berkata, ’Saya telah berdo’a tetapi tidak
dikabulkan’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Ibnul
Qayyim berkata, “Termasuk penyakit yang menghalangi
terkabulnya do’a adalah tergesa-gesa, menganggap
lambat pengabulan do’anya sehingga ia malas untuk
berdo’a lagi." Padahal bisa jadi antara do’a dan
jawabannya memerlukan waktu 40 tahun, seperti yang
dikatakan oleh Ibnu Abbas. (Abu Lairs As-Samarqandi
dalam Tanbihul Ghafilin). Ibnul Jauzi berkata:
“Ketahuilah bahwa do’a orang mukmin itu tidak akan
ditolak, hanya saja terkadang yang lebih utama baginya
itu diundur jawabannya atau diganti dengan yang lebih
baik dari permintaannya, cepat atau lambat." (Fathul
Bari, 11/141).

Kesepuluh, berdo’alah kepada Allah di segala kondisi
dan keadaan. Jangan hanya berdo’a di saat-saat sempit
dan membutuhkan pertolongan. Dalam Al Qur’an, Allah
SWT banyak menyinggung sikap orang-orang yang hanya
berdo’a dalam situasi kepepet. “Dan apabila manusia
ditimpa bahaya dia berdo’a kepada Kami dalam keadaan
berbaring, duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami
hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali)
melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak
pernah berdo’a kepada Kami untuk (menghilangkan)
bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang
yang melampaui batas itu memandang baik apa yang
selalu mereka kerjakan." (Qs. Yunus: 12).

Selain hal-hal di atas, tentu, soal terpenting lainnya
adalah ikhlas dan hati yang bersih. Murnikan harapan
dan keinginan dalam do’a untuk kebaikan mencapai ridha
Allah. Ingat, kehadiran kita di muka bumi ini membawa
misi ibadah dan untuk tunduk kepada Allah saja. Itulah
tujuan akhir hidup seseorang yang sebenarnya. Maka,
permohonan apa pun yang kita sampaikan, harus selalu
dikaitkan dengan keridhaan Allah SWT. Wallahu’alam.


===
Ingin belajar Islam sesuai Al Qur'an dan Hadits?
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
http://www.media-islam.or.id



 
____________________________________________________________________________________
Need Mail bonding?
Go to the Yahoo! Mail Q&A for great tips from Yahoo! Answers users.
http://answers.yahoo.com/dir/?link=list&sid=396546091

Reply via email to