Beri Kesempatan
  Perempuan Memilih Hidup
  

  Oleh Rosidi
  

  Awal agustus 2006 lalu, kawan perempuan saya, panggil saja Kartini, larut 
dalam kesedihan yang mendalam. Karena tanggal 16 Agustus tahun itu, ia harus 
menjalani pernikahan yang tidak diinginkannya. Ia harus menikah dengan lelaki 
pilihan orang tuanya. 
  

  Menikah, mempunyai suami atau istri, adalah impian semua orang. Karena dari 
sanalah, pasangan suami – istri bisa mempunyai keturunan dan membangun mahligai 
rumah tangga sebagaimana diperintahkan agama. 
  Islam mengajarkan, bahwa menikah tidaklah sekadar untuk memenuhi kebutuhan 
biologis (seks). Tapi merupakan ibadah, karena dianjurkan oleh Allah Swt., dan 
rasul-Nya. Al-Qur’an surat Ar-Rum: 21 menyebutkan, “Dan di antara tanda-tanda 
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, 
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya 
diantaramu rasa kasih dan sayang. …." 
  Selain ayat di atas, Rasulullah Saw., dalam sebuah Haditsnya menganjurkan 
untuk menikah. Sebaliknya, baginda Nabi membenci umatnya yang tidak suka 
menikah. An-nikahu sunnati, fa man raghiba ‘an sunnati fa laitsa minni. 
"Menikah adalah sunnahku, dan barang siapa yang tidak menyukai sunnahku 
(menikah), maka ia tidak (aku anggap) alam golongan ummatku". 
  

  Hikmah dan Tujuan
  Menikah mempunyai hikmah dan tujuan yang sangat agung. Pertama, hikmah 
menikah adalah tersalurkannya hasrat seksual pada tempatnya yang sah dan 
diridloi agama (baca: Tuhan). 
  Sebagaimana hewan, manusia juga mempunyai hasrat seksual yang akan terus 
menggebu-gebu seiring dengan bertambahnya umur. Dengan menikah, manusia menjadi 
beda dengan hewan yang bisa seenaknya menyalurkan hasrat biologisnya kepada 
siapa saja. Menikah bisa menjadi salah satu penanda dan pembeda antara manusia 
-yang diberi akal oleh Tuhan- dengan Hewan. 
  Kedua, terhindar dari perbuatan zina. Orang yang belum menikah rentan 
terjerumus dalam perzinaan. Karena memang ia belum mempunyai tempat penyaluran 
hasrat seksual yang diridloi dan sah baik dalam pandangan agama (Tuhan), Negara 
maupun masyarakat. 
  Ketiga, terciptanya keluarga yang sakinah ma waddah wa rahmah. Keluarga yang 
bahagia dan dipenuhi dengan kasih sayang. Ini adalah inti dari kehidupan dalam 
berumah tangga. Sebuah harapan bagi siapa saja yang sudah berkeluarga, yaitu 
terciptanya sebuah rumah tangga bahagia, sehingga bisa mendatangkan surga di 
dunia (baiti jannati) dan surga dalam kehidupan kelak. 
  Pendek kata, dengan menikah, orang menjadi lebih tenang dan terpelihara hati 
dan matanya dari berbuat dosa. Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menyebutkan, 
bahwa dengan menikah badan menjadi tenang, jiwa juga damai, pandangan 
terpelihara dan kasih sayang bisa diwadahi secara benar. Oleh karena itu, 
sejatinya, orang yang sudah menikah menjadi orang yang tenang baik dalam 
jasmani, pandangan maupun jiwanya. 
  

  Lemah Posisinya
  Untuk mewujudkan keluarga bahagia, sakinah mawaddah wa rahmah, maka 
pernikahan harus dilambari dengan adanya cinta dan kasih sayang dari kedua 
pihak, yaitu dari pihak laki – laki dan perempuan. Sangat kecil kemungkinan 
keluarga bisa bahagia tanpa dilambari cinta kasih itu. 
  Permasalahan yang ada hingga saat ini, perempuan, selalu saja dalam posisi 
yang lemah dan kalah dalam memilih pasangan hidupnya. Mereka, perempuan, di 
alam modern seperti saat sekarang ini pun, masih banyak yang tidak diberi 
kesempatan menentukan jodohnya sebagai pendamping hidup. 
  Dalam kasus kawan saya, Kartini, ia harus rela menuruti ayahnya agar menikah 
dengan orang yang tidak dicintai dan disayanginya sama sekali. Ia tidak diberi 
kesempatan untuk memilih pasangan hidupnya. Dalih ayahnya, bahwa orang tua 
berhak memilihkan jodoh bagi anak perempuannya. Sehingga ayahnya tidak peduli 
dan tetap memaksanya agar menikah dengan lelaki pilihannya.
  Kasus seperti ini, bukanlah kasus langka dalam era yang sudah sangat modern 
ini. Masih banyak perempuan lain yang harus ditindas perasaannya karena tidak 
bisa memilih untuk melangsungkan pernikahan dan hidup dengan orang yang 
dicintainya. 
  Pandangan seperti ini, harus segera dirubah dan dihilangkan. Kalau Tuhan saja 
tidak pernah memaksakan kehendak kepada ummatnya bahkan dalam memilih agama 
sekali pun, “Laa ikraaha fi al diin”, haruskah manusia menjadi angkuh dan 
sombong dengan memaksakan kehendak kepada orang lain, termasuk dala urusan 
perjodohan?
  Sekarang bukan lagi zaman Siti Nurbaya. Sehingga perempuan bisa dipaksa-paksa 
menikah dengan kehendak orang tua tanpa persetujuan anaknya. Tanpa memberikan 
kesempatan kepada anaknya untuk memilih pasangan hidup yang dikehendakinya. 
  Pemaksaan menikahkan seseorang (anak), bukanlah sesuatu yang bijak. Karena 
itu akan berakibat buruk terhadap si anak yang merasa tertekan bahkan mati 
rasa. Ia merasa tidak memiliki hidupnya sendiri dan selalu diatur. 
  Pengalaman yang dialami Kartini kawan saya, misalnya. Ia terlihat murung, 
sering menangis, dan memendam kesedihan karena tertekan batinnya. Kesedihan 
selalu saja menyelimuti ketika ia berkeluh kesah via handphone, dan selalu 
menangis untuk menumpahkan perasaannya. 
  Akibat buruk lain, adalah jika perempuan tidak kuat menghadapi perjodohan 
yang dipaksakan, bisa saja ia nekat kabur dari rumah, atau bahkan bunuh diri. 
Kasus melarikan diri perempuan sehingga akhirnya lebih memilih menjadi pekerja 
seks demi kepuasannya karena tidak diberi kesempatan memilih jodohnya, dan juga 
kasus bunuh diri akibat persoalan tersebut, bukan hal baru dan langka. 
  Untuk itu, memberi kesempatan kepada anak, terutama anak perempuan, untuk 
memilih pasangan hidupnya, adalah hal terbaik dan arif kiranya. Karena dari 
sana lah, dengan cinta kasih mereka, mahligai rumah tangga yang bahagia akan 
terwujud. 
  Sebaliknya, nonsens tujuan berkeluarga atau menikah seperti menenangkan dan 
menentramkan jiwa (litaskunu ilaiha), menimbulkan rasa mawaddah, cinta kasih 
dan kebahagiaan akan terwujud, jika sejak awal pernikahan tidak dilambari 
dengan cinta kasih antara keduanya. Wallahu a’lam. 
  

  



Yathie 
(Dalam seribu temen belum tentu wujud seorang sahabat, karena PERSAHABATAN itu 
memerlukan kejujuran yang merupakan kebahagiaan dalam kehidupan)

 
---------------------------------
Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and 
always stay connected to friends.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke