Istri Bidadari Hatiku
   
  Oleh M. Arif As Salman
     
  Setiap hari aku merasakan hangatnya cinta dan kasih sayangnya. Setiap pagi 
aku mendengar panggilannya yang lembut. Aku hidup bahagia dalam pelukan cinta 
dan perhatiannya.
   
  Ia tak pernah melukai hatiku, walau terkadang tanpa kusadari telah membuat 
hatinya terluka. Tapi goretan luka itu tak pernah ku lihat membekas dalam 
pancaran matanya yang penuh kasih sayang, dalam untaian kata katanya yang sopan 
dan dalam genangan air mukanya yang selalu jernih.
   
  Tak heran bila aku tak sanggup lama lama berjauhan darinya. Tak heran bila 
aku merasa sulit untuk berlepas darinya.
   
  Siapakah ia…?
   
  Siapa lagi kalau bukan seorang wanita yang telah menyerahkan pengabdian 
hidupnya padaku. Seorang manusia yang dengan rela menerima segala kekurangan 
dan kelemahanku. Seorang wanita yang akan melahirkan untukku pejuang pejuang 
agama yang akan kudidik dengan tanganku.
   
  Ia adalah isteriku tercinta yang telah kunikahi sejak 3 tahun yang silam. 
Kami menikah dalam usia yang masih muda. Umurku berjarak 4 tahun lebih tua 
darinya. Saat ini aku masih kuliah begitu juga dengan dirinya.
   
  Dahulu, ketika melamarnya ada rasa bimbang yang bergantungan di taman hatiku. 
Apakah wanita yang kupilih dan kurasakan kemantapan setelah istikharah akan 
dapat membahagiakan diriku? Pertanyaan ini sering muncul dalam benakku.
   
  Wajar memang karena ia masih kecil, belum memiliki bekal yang cukup untuk 
menyandang title sebagai seorang isteri dan ibu rumah tangga. Apalagi jiwa 
mudanya masih ingin berpetualang di arena kehidupan. Ingin terbang ke seluruh 
tempat, menyusuri lorong lorong waktu dengan membawa keinginan keinginan yang 
dinyanyikan jiwanya.
   
  Tapi, semuanya kurasakan berubah setelah menikah. Apa yang aku khawatirkan 
dahulunya sangat jauh dari yang kudapatkan. Aku tidak pernah merasa terbebani 
dengan pernikahan. Aku semakin bahagia, hidupku semakin lebih terarah. Aku 
menjadi lebih bersemangat mewujudkan masa depan. Aku menemukan sebuah 
ketenangan yang selama ini kucari, sebuah kasih sayang tulus, sebuah belaian 
cinta yang lembut, sebuah ombak ombak kemesraan yang selalu bergerak dalam 
jiwaku.
   
  Isteriku pandai menyenangkan hatiku. Ia pandai menghiburku. Aku tahu ia belum 
sempurna. Tapi hal itu terasa tak bermasalah bagiku.
   
  Aku merasakan teguran lembutnya sudah cukup memberiku semangat, aku merasakan 
perhatian yang ia berikan sudah cukup memberiku kekuatan untuk menghadapi 
segala persoalan hidup. Aku pun merasa ringan ketika ia begitu sabar dengan 
segala keterbatasan dan kekurangan diriku.
   
  Aku sangat bersyukur pada Allah yang telah mempertemukan kami. Semoga ini 
akan kekal hingga ke akhirat nanti.
   
  Amin


Yathie 
(Dalam seribu temen belum tentu wujud seorang sahabat, karena PERSAHABATAN itu 
memerlukan kejujuran yang merupakan kebahagiaan dalam kehidupan)

 
---------------------------------
Don't get soaked.  Take a quick peak at the forecast 
 with theYahoo! Search weather shortcut.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke