Bukan Sekedar Memberi
  7 Apr 06 08:16 WIB
   
   
  Oleh I.S Astuti
   
   
  Kita sesungguhnya patut bersyukur jika di tengah semakin tingginya 
  individualisme masyarakat, di tengah gencarnya arus hedonisme dunia, 
  ternyata “memberi” masih berada dalam daftar aktivitas kita sehari-hari. 
  Entah sekedar memberikan salam atau memberikan sebagian harta benda. 
  Akan tetapi, mungkin kita tak pernah mengukur bagaimana derajat 
  pemberian kita. Dengan kata lain, mungkin kita terlupa bahwa ternyata 
  kita seringkali hanya sekedar memberi, memberikan apa yang sudah 
  tidak lagi kita inginkan, memberikan apa yang sudah tak lagi kita butuhkan. 
  Sungguh terpaut jauh dengan kualitas pemberian oleh para sahabat 
  pendahulu Islam.
   
  Dahulu Fatimah r.a rela memberikan kalung yang dimilikinya kepada 
  seorang fakir yang datang kepadanya. Kita tentu juga tidak asing lagi 
  bagaimana QS. Al-Hasyr:9 melukiskan kemuliaan kaum Anshar yang 
  dengan senang hati memberikan pertolongan terbaik kepada kaum muhajirin. 
  Bercermin pada kehidupan para sahabat, betapa kita melihat untaian kisah 
  indah mereka yang bisa menjadi para pemberi kaliber dunia, yang bukan saja 
  bisa memberi di saat senggang dan sempit, tetapi juga bisa memberikan bagian
  terbaik dari diri mereka.
   
  Sungguh besar kemuliaan yang terpancar dari pemberian mereka. 
  Memberikan yang terbaik adalah manifestasi keikhlasan dan pengorbanan. 
  Memberikan yang terbaik berarti juga wujud keyakinan kita kepada janji 
  Allah dalam QS. Al-Baqarah: 272 bahwa tak akan pernah dirugikan sedikitpun 
  orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah. Memberikan yang terbaik 
  pun berarti mensyukuri nikmat Allah SWT serta mengoptimalkan segala 
  kemampuan dan potensi diri untuk bisa memberikan manfaat buat orang lain. 
  Dan tentu, memberikan yang terbaik adalah bukti nyata cinta seorang muslim 
  kepada saudaranya. Lihatlah, betapa semua keutamaan ini tercermin dalam 
  kualitas pemberian mereka yang begitu tinggi.
   
  Sementara bagi kita agaknya jerat-jerat kehidupan dunia mungkin masih 
  begitu kuat membekap sehingga kita lebih sering memberi sekedarnya, 
  memberikan seperlunya. Sepertinya, logika akhirat para sahabat itu masih 
  di luar rasio kita sehingga teramat susah bagi kita untuk bisa meniru 
perilaku 
  generasi terbaik itu. Akan tetapi, bukanlah hal yang mustahil bagi kita untuk 
  bisa mengambil sedikit dari keteladanan para sahabat, sehingga kita bisa 
  mempersembahkan setiap hal terbaik yang ada dalam diri kita.
   
  Bukanlah mustahil jika suatu saat kita tak lagi sibuk mencari-cari uang 
recehan 
  tatkala ada pengemis meminta, sementara berlembar-lembar ribuan masih 
terselip 
  di dompet kita. Semoga kita bukanlah orang yang sibuk membongkar pakaian 
  usang di pojok lemari ketika banjir melanda saudara kita. semoga kita 
bukanlah 
  orang yang hanya membagi makanan kepada tetangga saat makanan bersisa. 
  Semoga kita bukan lagi termasuk orang yang menjawab salam seadanya, 
  bukan lagi termasuk orang yang berkata seadanya tanpa hendak berpikir 
  mendalam ketika ada seseorang meminta pendapat kita. Sungguh patut kita 
  renungkan perkataan Fudhail bin Iyadh yang mengatakan sudah selayaknyalah 
  kita bersyukur ketika masih ada seseorang yang meminta kepada kita, ketika 
  kita masih bisa memberikan manfaat buat orang lain. Ataukah memang 
  sesungguhnya kita termasuk orang yang tidak pernah bersyukur?
  
 Bumi Pesagi 2006, [EMAIL PROTECTED] 
  
 
---------------------------------
 Get your own web address.
 Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke