STANDAR BERPENGETAHUAN LUAS BERDASARKAN AKADEMIS KAH..?? ATAUKAN CARA BERFIKIR BERDASARKAN AL-QURÂ’AN DAN HADIST..?
Menarik..pada saat mengikuti seminar sehari tentang "Tantangan Da'wah Dalam Tataran Pemikiran" dengan beberapa nara sumber spt Dr. Hamid Fahmy, Dr. Muchlis Hanafi, Adnin Armas, MA dengan keynote speaker Adian Husaini, MA. Aku hanya memegang beberapa makalah dari para pembicara tanpa terlebih dahulu aku baca, pikirku semua makalah itu bisa aku baca nanti sepulang dari seminar, tapi presentasi nara sumber tidak bisa aku ulang di rumah, kecuali aku membawa alat perekam. Aku asik mendengarkan Pak Adnin Armas yg mempresentasikan makalahnya tentang perubahan pemikiran Nurcholis Madjid sebelum tahun 1970 dan setelah 3 Januari 1970 di saat melemparkan isu Pembaharuan Pemikiran Islam. Disana terjadi perubahan pemikiran yg sangat bertolak belakang. Inti dari tulisanku ini nantinya adalah sebagai bentuk analisa hingga ingin mendapat satu kesimpulan dari para pembaca sendiri, apakah Nurcholis Madjid (NM) seorang yg berfikiran luas saat masih berbau santri yaitu sebelum tahun 1970 ataukah ia berpikiran luas setelah diakui secara akademis bahwa beliau seorang Doktor hingga layak dikatakan sebagai seorang "intelektual". PEMIKIRAN NURCHOLIS MADJID SEIRING SAAT MENGIKUTI PETUNJUK ISLAM Sebelum tahun 1970, terlihat sekali sikap Nurcholis Madjid yg menentang akan pemikiran sekular dengan beberapa judul makalahnya yg ditampilkan oleh Pak Adnin Armas dan salah satu judul makalah Nurcholis Madjid (NM) yaitu "MODERNISASI IALAH RASIONALISASI BUKAN WESTERNISASI". Bahkan Nurcholis pernah mengatakan bahwa : "Seorang sekuler yg konsekuen dan sempurna adalah seorang ATHEIS. Dan seorang sekuler yg kurang konsekuen akan mengalami kepribadian yg pecah. Di satu pihak mungkin dia tetap mempercayai adanya Tuhan, malahan menganut suatu agama, di lain pihak tidak mengakui kedaulatan Tuhan dalam masalah2 kehidupan duniawinya, melainkan hanya mengakui adanya kedaulatan penuh manusia. Tegasnya, dalam masalah duniawi seorang sekular pada hakikatnya tidak lagi berTuhan, dan ia adalah ateis." Ungakapan Nurcholis yg lain sebelum mengusung ide liberalnya : "Islam tidak mengenal masalah duniawi yg terpisah dari masalah ukhrawi. Setiap kegiatan muslim, dari yg besar, spt masalah kenegaraan, sampai spt langkah kaki keluar masuk rumah, tidak pernah terlepas dari pengawasan Tuhan dengan ajaran-Nya, yaitu Islam." Nurcholispun pernah menyimpulkan sebelum dia mengusung ide liberalnya bahwa "disebabkan kaum sekularis tidak mau menjadikan agama sebagai sumber norma2 asasi dalam kehidupan duniawinya, maka mereka mengganti keyakinan mereka dengan humanisme, sebuah agama baru hasil ciptaan manusia." Hmm..menarik untuk bahan aku merenung, bahwa judul makalah yg ditulis oleh NM sebelum tahun 1970 yaitu sebelum mengusung ide liberalnya yg selalu menolak pemikiran sekular dan masih terlihat sekali pemikirannya yg tidak lepas dari pengaruh ruhiyah, dan yg aku tangkap dari tulisannya tersebut adalah Islam tidak memerlukan pembaharuan, karena islam adalah kesempurnaan yg tidak memerlukan pembaharuan, karena islam sudah mempunyai aturan main dalam kehidupan yg sudah sempurna dan final sejak dahulu hingga sekarang maupun akan datang. Islam sangat modern dengan rasionalitasnya, dimana kejadian penciptaan seorang manusia sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an (QS.22:5) (QS.23:14) (QS.40:67)sejak 14 abad yl dan sebelum ilmu kedokteran mampu mengungkapkannya, namun dijelaskan dalam Al-Qur’an secara mendetail dan proses kejadian manusia itupun tetap sama, sejak 14 abad yl, hingga saat ini dan sampai akhir zaman, dan itu merupakan pembuktian bahwa islam modern dengan rasionalitasnya dan memberikan pembuktian secara ilmiah, dan membuktikan pula bahwa rasionalisasi dan modernisasi adalah milik Islam dan bukan milik westernisasi (barat). Andai, umat islam belum mampu mengungkapkan kebenaran berita2 secara rasional dan irasional yg diberitakan dalam Al-Qur’an, itu bukan satu pembuktian bahwa kesalahan pada Islam berikut perangkat hukum islam (al-qur’an dan hadist serta ijtihad ulama terdahulu),namun kesalahan pada umat2 yg bodoh dan selalu kecurian oleh pihak barat yg kemudian melegalitaskan bahwa modernisasi dan rasionalisasi adalah westernisasi. Berita2 yg bisa dibuktikan secara rasional kemudian dibuktikan secara ilmiah sudah banyak disampaikan dalam al-qur’an, dan sebelum ilmu fisika memberikan pembuktian ada 9 planet, bulan dan matahari pada antariksa, namun al-qur’an di 14 abad yl. sudah menginformasikannya dan menceritakan lewat al-qur'an perihal kejadian mimpi pada Nabi Yusuf : "(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: "Wahai ayahku sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku." (Yusuf : 4) Ilmuwan astronomi sudah membuktikan ada 9 planet, bulan dan matahari, namun belum lama aku dengar berita ilmuwan di AS menemukan 1 lagi planet, dan andai penemuan itu benar, berarti planet saat ini berjumlah 10, jadi masih ada 1 yg belum ditemukan dan itu sudah diberitakan dalam al-qur’an, lalu..masih adakah yg mengatakan bahwa islam kampungan?masihkah ada yg berani mengatakan bahwa islam memerlukan pembaharuan?? Tidak!! Yg memerlukan pembaharuan itu bukan islam, tapi orang2 yg mengaku islam dan mengaku seorang muslim lah yg harus melakukan pembaharuan untuk berfikir, bertindak dan bersikap sesuai tuntunan Islam yaitu Al-qur'an dan Hadist. Karena umat islam selama ini terbelakang, karena sudah meninggalkan Al-qur’an dan Hadist lalu mengikuti tuntunan di luar islam. Masihkah..umat islam membanggakan westernisasi?bisakah membuktikan bahwa islam dengan perangkat hukumnya itu ketinggalan zaman dan tidak modern?yg ketinggalan zaman dan tidak modern itu bukan islam, tapi orang2 yg mengaku umat islam, tapi mengikuti tuntunan di luar islam dan itulah yg ketinggalan zaman dan kadang tidak rasional. PERUBAHAN PEMIKIRAN NURCHOLIS MADJID SEIRING MENGUSUNG IDE LIBERALNYA Saat pertama kali NM menggulirkan ide sekularnya pada tgl. 3 Januari 1970, terlihat sekali terlalu memaksakan pemahaman dari sebuah kata untuk mencari pembenaran dan kesamaan sekular dalam ajaran Islam, hingga menimbulkan kebingungan2 pada dirinya sendiri. Dan pada saat NM tidak menemukan kesamaan ajaran sekular dengan Islam, mulailah ia mencari pembenaran arti sekular dari segi bahasa untuk disambungkan agar cocok dengan ajaran Islam. Ungkapan kebingungannya saat pertama kali mengusung ide liberalnya yaitu mengatakan: “Pembaharuan Islam harus dimulai dari nilai2 tradisional dan mencari nilai2 yg berorientasi ke masa depan. Disinilah proses liberalisasi terhadap ajaran2 islam diperlukan, tegas Nurcholis. Proses ini menyangkut proses2 lain spt sekularisasi, intellectual freedom atau kebebasan berfikir, idea of progress dan sikap terbuka.” Ungkapan kebingunan Nurcholis yg lain pada saat mengusung ide liberalnya: "kata2 sekular dan sekularisasi berasal dari bahasa barat (inggris, belanda, dll). Sedangkan asal kata2 itu sebenarnya dari bahasa latin yaitu saeculum yg artinya zaman sekarang ini. Dan kata2 saeculum itu sebenarnya adalah salah satu dari dua kata latin yg berarti dunia. Kata lainnya adalah mundus, tetapi jika saeculum adalah kata waktu maka mundus adalah kata ruang" Terlihat pemaksaan makna dari segi bahasa yg mulai digulirkan dan membuat bingung dirinya sendiri ataupun orang yg membaca komentarnya : "itulah sebabnya, dari segi bahasa an sich pemakaian istilah sekular tidak mengandung keberatan apapun. Maka benar jika kita mengatakan bahwa manusia adalah mahluk duniawi, untuk menunjukkan bahwa dia hidup di alam dunia sekarang ini dan belum mati atau berpindah ke alam baka. Kemudian, kata duniawi itu diganti dengan kata sekular, sehingga dikatakan, manusia adalah mahluk sekular. Malahan, hal itu tidak saja benar secara istilah, melainkan juga secara kenyataan" Dan terlihat kebingungannya bertambah parah (gila) karena memaksakan kesamaan makna ajaran islam dengan ajaran sekular yg di jualnya, melalui komentarnya "islam dengan ajaran tauhidnya yg tidak kenal kompromi itu, telah mengikis habis kepercayaan animisme. Ini bermakna dengan tauhid maka terjadi proses sekularisasi besar2an pada diri seorang animis." Hehehehe jujur..aku jadi pingin ketawa2 setelah membaca beberapa cuplikan makalah Nurcholis Madjid pada saat melakukan perubahan besar2an dalam mengusung ide liberalnya, di saat awal tahun 1970 yg dibacakan dan ditulis dalam makalah pak Adnin Armas, MA. BANDINGKAN PEMIKIRAN SEIRING AJARAN ISLAM YG LUAS DENGAN PEMIKIRAN SEKULAR YG MEMBINGUNGKAN Jadi timbul pertanyaan dalam pikiranku saat ini, apakah standar pengetahuan luas itu berdasarkan jenjang pendidikan yg diakui secara akademis ataukah yg selalu mengikuti petunjuk Al-qur’an dan Hadis dalam ajaran Islam yg benar. Hmm..coba bandingkan pada saat pemikiran Nurcholils Madjid selalu disandingkan dengan ajaran Islam yg benar, dia tidak perlu menggunakan banyak kata untuk menerangkan satu makna yg luas. Spt "MODERNISASI ITU RASIONALISASI DAN BUKAN WESTERNISASI" ataupun "SEORANG SEKULAR YG KONSEKUEN ADALAH SEORANG ATHEIS" Nurcholis hanya butuh beberapa kata untuk menyimpulkan satu makna yg luas artinya, hingga kita dipaksa untuk mencari awal dari akar satu makna kata dan itu adalah Islam dengan segala pemikiran yg dituntun oleh ajarannya yg benar yaitu al-qur’an dan hadist hingga mengandung kedalaman makna dan arti yg luas. Tapi coba bandingkan kesulitan dirinya dalam mencari kata dan memaksakan agar menjadi sebuah kesamaan makna yg berkesan dan mengandung arti yg dalam dan luas pada saat dia menerangkan arti sekular, untuk dipaksakan dan menjadi “ajaran islam” agar kita amini dan benarkan bahwa sejalan dengan ajaran islam dan ungkapan ngaconya sudah terlihat parahnya yaitu. “ISLAM DENGAN AJARAN TAUHIDNYA YG TIDAK KENAL KOMPROMI ITU, TELAH MENGIKIS HABIS KEPERCAYAAN ANIMISME. INI BERMAKNA DENGAN TAUHID, TERJADI PROSES SEKULARISASI BESAR-BESARAN PADA DIRI SEORANG ANIMIS." Waktu itu aku beranikan diri untuk bertanya akar kesalah pahaman seorang Nurcholis Madjid hingga menjadikan dia 2 sosok yg sangat bertolak belakang dari sebelumnya. Saat itu aku bertanya kepada para pembicara, dengan mengutip pemikiran pak Adian Husaini, yaitu untuk memberikan vaksinasi yg tepat pada seorang pasien maka kita perlu mendiagnosa akar permasalahan sebelumnya pada pasien. Aku bertanya pada para alumnus gontor (dan kebetulan para pembicara ke tiga2nya adalah alumnus gontor. Hehehe dgn harapan ketiganya mau menjawab, karena aku ngefans pada mereka semua. hehehe) yg kebetulan Gontor sempat membesarkan diri seorang Nurcholis Madjid hingga menjadikan satu pribadi yg tegas seiring dengan tuntunan ajaran islam sebelum tahun 1970. kecurigaanku dimulai dengan salah satu semboyan Gontor ttg "berfikiran bebas" yg sempat dikutip oleh Nurcholis Madjid dalam mengusung ide liberalnya. Yaitu kesalah pahaman dalam memaknai kata “berfikiran bebas" ala Gontor dan menjadi ala Nurcholis Madjid. Dan aku pikir sempat salah paham juga dari pembicara yg mungkin menyangka aku menuduh Gontor "biang keroknya" hehehe nda lah..Nurcholis Madjid begitu cemerlang, dalam dan luas pemikirannya (menurutku) pada saat beliau belum lama keluar dari pondok dan tidak ada tulisan yg mengungkap aktivitas Nurcholis pada pertengahan tahun 1960 dan saat itu Nurcholis berusia kurang lebih 21 thn. Jadi tidak benar, bila penyakit perubahan pemikirannya itu terjadi karena didikan Gontor. Dan perubahan itu terjadi saat awal keberangkatannya ke AS pada tahun 1968 dan mulai pidato mengusung ide liberalnya pada tgl. 3 Januari 1970 dan Nurcholispun mengakui sendiri "setelah ia menyampaikan makalah pada hari itu, semua menjadi tidak karu-karuan" (ungkap Nurcholis). Waktu itu aku bertanya sambil mengemukakan analisaku kemungkinan terjadi kesalah pahaman makna "berfikiran bebas" ala gontor dan dikutip oleh Nurcholis Madjid. Dan saat itu Pak Hamid Fahmi yg mulai menjawab pertanyanku, "bahwa syarat untuk berfikiran bebas hanya dibolehkan pada saat sudah memiliki pengetahuan yg luas tentang ajaran islam yg benar untuk memilih mana yg baik dan tidak baik dalam proses ikhtiar dan bersandarkan kepada tuntunan Islam yaitu al-qur’an dan hadist. Yaitu berfikiran bebas dalam arti yg bertanggung jawab, dan bukan berfikiran bebas yg kebablasan dan tidak bertanggung jawab" Yup!! Terjawab sudah, berarti selama ini kemungkinan terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan kalimat "berfikiran bebas" oleh masyarakat umum spt ku, maupun kemungkinan "kesalah pahaman" pada Nurcholis Madjid sendiri. Jadi tidak bisa menyalahkan sebagian orang2 di luar gontor yg akhirnya berfikiran bahwa gontor adalah pesantren liberal :) jadi inget komentar pak Hamid..karena nila setitik rusak susu sebelanga, jadi musibah bersama yg harus diperbaiki. Yg menarik lagi dalam fikiranku adalah komentar Nurcholis sebelum tahun 1970 menunjukkan keluasan pikirannya hingga mampu mengeluarkan pikiran yg mempunyai arti dan makna yg dalam pada saat mengatakan "MODERNISASI IALAH RASIONALISASI DAN BUKAN WESTERNISASI" atau "ORANG SEKULAR YG KONSEKUEN ADALAH SEORANG ATHEIS" dan bagiku pribadi tidak mungkin kalimat tersebut bisa terungkap oleh seorang yg tidak berfikiran luas dan tanpa pemikiran yg dalam. Tapi bagiku pribadi Nurcholis Madjid mengalami perubahan yg besar2an pada dirinya, dari yg berfikiran luas menjadi berfikiran bingung, saat dia mulai melemparkan ide liberalnya. Yg sempat membuatku tersenyum2 lagi pada saat kemungkinan salah paham lagi oleh pak Hamid Fahmi, pada saat menjawab pertanyaanku bahwa bagi beliau (Pak Hamid) "Nurcholis saat itu bukan orang yg berfikiran luas, karena dia saat itu masih seorang sarjana" Yup!! Mungkin yg dimaksud pada saat Nurcholis menghembuskan ide sekularnya dan aku sepakat, bahwa NM tidak lagi mempunyai fikiran luas sejak itu, melainkan berfikiran bingung. Yg menarik bagiku adalah apakah ada hubungan masalah kesarjanaannya sehingga membatasi pikiran luasnya sebelum dirinya menjadi seorang doktor (intelektual secara akademis). Hmm..saat thn.1970 awal dia mengusung ide liberalnya, usia Nurcholis kira-kira 31 thn. Aku nda jelas, apakah NM sudah menjadi seorang Doktor ataukah dalam proses mencapai gelar Doktor?karena aku mempunyai sohib pada usia 25thn, dia sudah mencapai gelar Doktor (dia memang masuk kategori yg nda biasanya, karena dari SD sekolah selalu lompat2 dan lulus selalu sebelum waktunya,ikatan dinas sambil bekerja belum mempunyai KTP dan saat pendidikan S2 diberikan kepercayaan oleh Profesornya untuk sekaligus bersamaan dengan S3nya). Sedangkan guruku menyelesaikan Doktor ikatan dinasnya di usia 36thn. Jadi aku tidak tahu..apakah saat usia 31thn itu, Nurcholis sudah menjadi Doktor ataukah belum? Tapi..yg mengganjal dalam hati dan pikiranku, apakah ada hubungannya antara gelar Doktor dengan pikiran luas, ataukah pikiran luas hanya dimiliki oleh seorang yg berpendidikan mentok?? Pertanyaan dlm kepala dan hatiku saat itu sebenarnya langsung terjawab, pada saat Pak Adnin Armas bercerita ttg kisahnya pada saat melakukan seminar ttg masalah yg sama dan tiba2 seorang Profesor mengajukan pertanyaan padanya, komentar pak Adnin waktu bercerita "berhubung yg bertanya seorang profesor, jadi perlu keseriusan untuk mendengarkan pertanyaannya, namun setelah serius mendengar, ternyata yg ditanyakan dari seorang profesor adalah "sebenarnya yg benar itu yg mana..?" hehehe ternyata membuktikan sekali lagi tentang seorang intelektual yg bingung pada ajaran agamanya sendiri. Dan aku tertarik dengan cerita pak Hamid Fahmy yg menceritkan ttg ayahnya (pak Imam Zarkasy) yg sempat "memarahi" Abu Bakar Baasyir, yg kebetulan beliaupun adalah salah satu mantan santri di Gontor, dan saat itu pak Hamid bercerita kalau ayahnya berkomentar pada Abu Bakar Baasyir sbb : "kenapa anda sampai di penjara? Harusnya anda tidak perlu dipenjara hanya untuk menegakkan syariat islam di sini..dan saya tidak perlu di penjara, hanya untuk mencetak orang2 spt anda.." Yup!! Hebat!! Empat jempol ku berikan pada pak Imam Zarkasy, dan semoga Allah menerima semua amal sholeh beliau selama hidup dan memberikan RidhoNya pada beliau dan menempatkan beliau di tempat yg terbaik di sisiNya..amin… Dan aku teringat dengan protesku pada guruku sendiri yg saat itu aku katakan "bapak tahu nda..?kalau bapak itu Doktor payah?" dan saat itu guruku hanya terdiam mendengarkan ocehanku "bapak tidak sehebat ayah bapak yg Insinyur, namun mampu membuat sekolah yg besar bersama2 dgn Hamka, tapi bapak seorang Doktor tapi belum mampu melakukan apa yg pernah ayah bapak lakukan kan..? dan itu payah.." saat itu guruku hanya membenarkan komentarku sambil mengangguk2an kepalanya dan saat itu komentarnya "iya..saya tidak sehebat ayah saya. Dan saya tidak pernah habis pikir, segitu besar nyalinya hingga harus mengorbankan anak dan istrinya dengan melepaskan pekerjaan managernya dan mendirikan sekolah yg belum jelas statusnya dan saya tidak habis pikir, beraninya ayah saya dengan menjadikan anak2nya uji coba untuk disekolahkan di sekolah yg baru dirintisnya, padahal semua anak2nya adalah anak yg cerdas, tapi harus bersekolah di sekolah yg belum jelas dan diakui keberadaannya saat itu." Subhanallah..seandainya ada seorang intelektual yg belum ditemui tandingannya dari dahulu hingga saat ini dalam hal kepemimpinan negara yg dicintai rakyatnya, pakar politik yg handal, panglima perang yg hebat dengan strategi perangnya, ahli ekonom yg mensejahterakan rakyatnya, pemimpin rumah tangga yg sukses dengan istri2nya, seorang kakek yg penyayang dgn cucu2nya, seorang imam yg selalu berdiri di depan dalam keadaan apapun, dlsbnya itu adalah Rasulullah Muhammad SAW. Dan spt kita ketahui, kemampuan intelektualnya langsung dirasakan secara nyata dan menjadikannya tokoh sejarah yg tidak akan pernah dilupakan sejak dahulu hingga saat ini, oleh para pengikutnya maupun lawan2nya. bahkan beliau hanya seorang yg ummi dan tidak diakui secara akademis, namun hanya berfikir, bertindak dan berkata berdasarkan wahyu dari Allah dan bukan pengakuan akademis yg diberikan oleh manusia, tapi umat manusia saat itu hingga kini dipaksa untuk mengakui secara nyata akan kemampuan intelektualnya yg belum pernah ditemukan lagi tandingannya spt Rasulullah Muhammad SAW. Rabb..shalawat dan salam semoga selalu dicurahkan atas Muhammad saw. KESIMPULAN Andaikan ada orang yg menafikan akan kemampuan Rasulullah secara intelektual yang dengan segala pemikiran dan kebijakan2nya selama itu, mampu membuat satu peradaban dan perubahan dari satu kehancuran kepada satu kejayaan dan membentuk peradaban yg belum pernah ada tandingannya hingga saat ini, walaupun tidak diakui secara akademis, namun umat manusia dipaksa untuk mengakui akan kemampuan seorang Muhammad yg ummi dan tidak diakui secara akademis, sebagai seorang yg berpengetahuan luas dan intelektual kaffah hanya bermodalkan ketaatannya kepada Allah melalui wahyu2 yg diturunkan melalui perantara Jibril. Andaikan jenjang pendidikan mentok sebagai syarat untuk dapat berpengetahuan luas, berarti secara tidak langsung menafikan pengetahuan luas yg dimiliki oleh Rasulullah. Lalu..masihkah memberi batasan dalam mengcalim seorang itu berpengetahuan luas hanya sebatas gelar akademis yg diciptakan oleh manusia itu sendiri?masihkah..meragukan kemampuan akan petunjuk2 dari Allah dan mengikuti petunjuk2 dari manusia?dan masihkah..yakin akan kemampuan diri dan manusia lain dengan meninggalkan petunjuk illahi? Wa’llahu a’lam bisowab salam hana salam hana ____________________________________________________________________________________ Get your own web address. Have a HUGE year through Yahoo! Small Business. http://smallbusiness.yahoo.com/domains/?p=BESTDEAL