Maafkan Aku, Ayah dan Ibu
  22 Peb 07 05:45 WIB
   
   
  Oleh Rudi Setiawan
   
  Ayah, Ibu, maafkan Aku, ini sudah kodrat Ku.
  Aku lahir kedunia belum cukup pada waktunya Delapan bulan 2 hari, 
  tepat pada tanggal 3 Oktober 2006, jam 11, 45 dengan bantuan operasi 
  di RS Permata Ibu.
   
  Bahagia sekali rasaya, ketika pisau bedah menyentuh kulit plasenta yang 
  membungkusku. Bahagia sekali rasaya aku akan berkumpul dengan keluargaku.
  Tapi takdir berbicara lain Allah punya rencana lain nafasku, !!! Kondisi 
nafasku 
  tidak seperti yang lain. Aku harus hidup, aku harus hidup, aku ingin 
berkumpul 
  dengan keluargaku.
   
  Tidak lama kemudian aku mendengar suara azan di telingaku. 
  Aku berfikir inikah Orang tuaku, inikah ayahku yang bahagia 
  melihatku dan mengumandanka azan di telingaku. Tapi apa daya 
  RS di mana tempatku dirawat tidak mempunyai alat yang akan 
  menolongku.Aku dipindah kan RS Sentra Medika untuk mendapat 
  bantuan agar nafasku bisa sempurna.
   
  Satu hari, dua hari keadaanku sedikit membaik, aku bisa menagis, 
  aku bisa merasakan sentuhan tangan ayahku ketika dia tahu aku sudah 
  bisa menangis. Aku juga mendengar dia berkata, anakku, kamu harus 
  kuat, kamu harus hidup. Ini ayah. Dan terlihat jelas air mata kebahagiaan 
  mengucur dari matanya.
   
  Tapi, dengan alasan terlalu jauh aku dipindahkan lagi ke RS Fatmawati 
  pada tanggal 5 Oktober 2006 oleh ayahku. Aku dipindahkan dengan ambulan. 
  Di dalam hatiku. Aku bertanya. Ayah mau dibawa ke mana aku, Ayah apa 
  aku ingin bertemu Ibu. Setelah sampai aku sadar bahwa aku masih belum 
  sempurna, bahwa aku masih harus berjuang untuk menyempurnakan diriku. 
  Satu hari aku di sini, terasa badanku lemas sekali. Aku susah sekali 
bernafas. 
  Ayah, aku harus hidup.
   
  Hari kedua aku di sini, diruang kecil yang penuh dengan selang kondisi 
  tubuhku semakin menurun. Orang yang ada disekelilingku, dengan 
  kemampuanya sebagai seorang perawat dan Dokter berusaha untuk menolongku. 
  Banyak sudah benda-benda yang masuk ke tubuhku.
   
  Di saat tidak ada kepastian yang terjadi pada diriku aku mendengar 
  langkah lemas menghampiriku jauh bukan di dekatku. Dia melihatku, 
  dia memandangku, dari kejauhan. Tapi aku dapat mendengar, 
  dia menangis, dan dia berkata, nak ini ibu, ingin sekali ibu memeluk 
  dan menciumu. Ingin sekali ibu memberimu susu. Tapi ibu tidak bisa, 
  ibu hanya berharap kamu harus kuat, ibu hanya berharap kamu harus hidup.
   
  Ibu, …ibu… aku berteriak, tapi dia tidak mendengar, semua orang 
  tidak bisa mendengar teriakanku… aku pandangi dia, dia terus saja 
  menangis. Oh Ibu, . Andai aku bisa menghampirimu aku ingin memelukmu, 
  aku ingin dekapanmu. Aku mau kau tersenyum untuku. 
  
 Hari ketiga keadaanku semakin parah. Dokter memutuskan untuk 
  memasukan selang ventilator dan kemudian darah mengalir dari 
  dalam selang kecil masuk ke tubuhku. Tubuhku semakin bengkak dan 
  aku semakin tidak bisa bergerak. Hingga hari keempat keadaanku semakin 
  parah dari mulutku keluar carian berwarna merah…
   
  Hari kelima. Dokter yang menanganiku sudah mulai putus asa. 
  Kemudian jam 11.30 ibu menelphon ayah. Karena dokter ingin bicara. 
 Entah apa yang dibicarakan aku melihat ayah begitu gelisah, begitu gunda 
  bahkan sedih sekali. Sore hari menjelang maghrib ayahku pergi untuk 
  mengambil darah untukku lagi. Jam 11.30 malam dia sampai dan 
  menyerahknnya ke Perawat. Ayah, Ibu, aku sudah tidak kuat, aku sudah 
  tidak bisa lagi bernafas.
   
  Sesosok telah menghampiriku. Dia mengajaku, dia ingin mengajakku 
  jauh dari sini. Jauh dari penderitaan dan kesedihan. Lembut tangannya 
  menariku dari box kecil yang memenjarakanku. Dia membisikan kata-kata 
  kepadaku, "Wahai Irsyad, kKamu telah dipanggil Allah. Allah memanggilmu 
  untuk pulang. Mari pegang tanganku dan ikutlah bersamaku menghadap 
  sang kuasa, sang pencipta. Zat yang menciptakanmu."
   
  "Ayah dan Ibumu hanyalah tempat di mana kamu akan dititipkan kalau 
  memang kamu diizinkan untuk hidup. Tapi Allah lebih cinta kamu 
  sehingga Dia memanggilmu untuk pulang."
   
  Jam 2.30 pagi aku menghembuskan nafas terakhirku. Aku pulang 
  ke tempat di mana aku diciptakan. Ayah, Ibu, maafkan Irsyad. 
  Aku tidak bisa bersama kalian. Aku cinta kalian. Tapi Allah lebih 
  sayang padaku. Dia tidak mau aku menderita, dia tidak mau kalian 
  menderita karenaku.
   
  Ayah, Ibu, walaupun aku tidak bersamamu tapi cinta dan sayangku 
  selalu mengiringi kepergianku. Aku memang hanya hidup satu minggu, 
  tapi aku yakin bahwa kalian berdua sangat mencintaiku. Ayah Ibu doaku 
  selalu untukmu. Selamat tinggal Ayah, ibu dan kedua Kakakku. 
  Aku mohon maaf, karena aku tidak bisa bersama kalian semua. 
  Semoga Allah memberikan ketabahan yang kuat untuk kalian semua. 
  Kalian harus meneruskan hidup sampai Allah akan memanggil kalian 
  sehingga nanti kita bisa bersatu disatu tempat yang akan telah diberikanNya. 
  
 Selamat tinggal keluargaku tercinta walaupun aku tidak bisa bersamamu. 
  Doa dan cintaku selalu bersamamu…
   
  Terima kasih ibu, atas perjuanganmu mengandungku selama 8 bulan 2 hari. 
  Cintaku selalu menyertaimu selamanya. Ayah, cinta dan ketulusanmu padaku 
  tidak bisa aku balas dengan jiwaku. Aku cinta padamu ayah. Dan aku akan 
  selalu mendoakanmu.
   
  Kakak-kakakku, kelak nanti kita pasti akan bertemu dan berkumpul. 
  Jaga Ibu dan Ayah. Jadilah anak yang baik dansoleh, yang bisa 
  melindungi keluarga dan kedua orang tua kita. Semoga Allah menyatukan 
  kita di satu saat nanti, di tempat yang paling mulia di sisi-Nya.
   
  Wassalam
   
  Dari Ayah untuk anaku yang selalu dikenang
  Irsyad Ramadhan Lahir:3 oktober 06 Wafat:10 Oktober 06
   
  Source : http://www.eramuslim.com/atc/oim/45dbca4f.htm
  
 
---------------------------------
 Get your own web address.
 Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke