Wa'alaikumsalam wr.wb.

Sebagai penjelasan pendahuluan, mungkin bisa dipelajari
lebih dulu pendapat salah seorang ustadz dari syariahonline.com
berikut ini.... Semoga bermanfaat...


Asuransi dalam pandangan islam

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr. wb

Saya mau bertanya tentang hukum asuransi di dalam islam
semisal asuransi bea siswa pendidikan atau yang lainnya

Terima kasih

Edi

           Jawaban:


Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. 
Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua 
Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi 
(muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta 
sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji, atau 
ganti rugi barang dalam bentuk apapun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan 
atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), 
sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan secara rutin dan berkala atau 
secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan asuransi 
(muammin) di saat hidupnya. 

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah 
satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang 
dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. 

Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain: 

A. Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan 
atas harta benda 

B. Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima 
premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah 
yang menimpa harta benda yang diasuransikan 

ASURANSI KONVENSIONAL 

A. Ciri-ciri Asuransi konvensional 
Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah: 

1. Akad asuransii konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib 
dilaksanakan) bagi kedua belah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. 
Kedua kewajiban ini adalah kewajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi 
dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang 
diasuransikan. 

2. Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua 
orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya. 

3. Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah 
pihak penanggung dan tertanggung pada waktu melangsungkan akad tidak mengetahui 
jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil. 

4. Akad asuransi ini adalah akad idzan (penundukan) pihak yang kuat adalah 
perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak 
dimiliki tertanggung, 


B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam 
Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan 
ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka permasalahan tersebut perlu juga 
ditinjau dari sudut pandang agama Islam. 

Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang 
yang melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. 
Allah-lah yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada 
makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya: 

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah-lah yang 
memberi rezekinya." (Q. S. Hud: 6) 

"Dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah 
di samping Allah ada Tuhan (yang lain)???" (Q. S. An-Naml: 64) 

"Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami 
menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki 
kepadanya." (Q. S. Al-Hijr: 20) 

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah 
menyiapkan segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia 
sebagai khalifah di muka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan 
matang. Manusia masih perlu mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya. 

Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar 
untuk menghadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini 
tidak dijelaskan secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai 
masalah ijtihadi, yaitu masalah yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya 
perbedaan pendapat sukar dihindari. 

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh 
Islam. Yang paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu: 

I. Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya, temasuk asuransi jiwa 

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti 
Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir"). 
Alasan-alasan yang mereka kemukakan ialah: 
- Asuransi sama dengan judi 
- Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti. 
- Asuransi mengandung unsur riba/renten. 
- Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa 
melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di 
kurangi. 
- Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba. 
- Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai. 
- Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan 
mendahului takdir Allah. 

- II. Asuransi konvensional diperbolehkan 

Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa 
(guru besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad 
Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. 
Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka 
beralasan: 

- Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi. 
- Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak. 
- Saling menguntungkan kedua belah pihak. 
- Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi  yang 
terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan 
pembangunan. 
- Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil) 
- Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah). 
- Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen. 

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial 
diharamkan 

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar 
Hukum Islam pada Universitas Cairo). 

Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang 
bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam 
asuransi yang bersifat sosial (boleh). 

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil 
yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu. 

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang 
dalam masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang 
keragu-raguan, sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat 
kepada ketentuan hukum yang benar. 

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas 
dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut 
ketentuan agama Islam. 

Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW: 

"Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yagn 
tidak meragukan kamu." (HR. Ahmad) 


Asuransi syariah 

A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah 

Suatu asuransi diperbolehkan secara syari, jika tidak menyimpang dari 
prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah 
tersebut harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 

1. Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong 
menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi 
semata. Allah SWT berfirman,? Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan 
ketaqwaan dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.? 

2. Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah. 

3. Sumbangan (tabarru?) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram 
hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut 
syariat. 

4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, 
harus disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian 
dari uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang 
sangat memerlukan. 

5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan 
supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan 
tetepi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang 
diberikan oleh jamaah. 

6. Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan 
syar?i. 


B. Ciri-ciri asuransi syari’ah 
Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sbb: 

1. Akad asuransi syari?ah adalah bersifat tabarru?, sumbangan yang diberikan 
tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru?, maka andil yang 
dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau 
akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang 
dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil 
mudhorobah bukan riba. 

2. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) 
bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak 
bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan 
tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama?ah (seluruh peserta 
asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama). 

3. Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua 
keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama?ah seperti dalam asuransi 
takaful. 

4. Akad asuransi syariah bersih dari gharar dan riba. 

5. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental. 

C. Manfaat asuransi syariah. 

Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi 
syariah, yaitu: 

1. Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota. 
2. Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong 
menolong. 
3. Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat. 
4. Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian 
yang diderita satu pihak. 
5. Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan 
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak 
tenaga, waktu, dan biaya. 
6. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya 
tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang 
jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti. 
7. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan 
dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad. 
8. Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak 
dapat berfungsi(bekerja). 

Perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional. 

A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. 
Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi 
konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sbb: 

1. Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak. 

2. Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota 

3. Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus) 

4. Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak. 

B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. 

Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan 
mendasar dalam beberapa hal. 
Pertama, keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah 
merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk 
serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. 
Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat 
perhatian.Kedua, prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli 
(tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang 
tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat 
tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan). 

Ketiga, dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) 
diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). 
Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang 
sektor dengan sistem bunga. 

Keempat, premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. 
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada 
asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang 
memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut. 

Kelima, untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening 
tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan 
tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi 
konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan. 

Keenam, keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana 
dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam 
asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak 
ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa. 

Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional 
tidak memenuhi standar syar?i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi 
kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat 
yang ada dalam asuransi tersebut. 

Oleh karena itu hendaklah kaum muslimin menjauhi dari bermuamalah yang 
menggunakan model-model asuransi yang menyimpang tersebut, serta menggantinya 
dengan asuransi yang senafas dengan prinsip-prinsip muamalah yang telah 
dijelaskan oleh syariat Islam seperti bentuk-bentuk asuransi syariah yang telah 
kami paparkan di muka. 

Wallahu a‘lam bishshowab. 
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb. 

Rahmat <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                  
 Assalamualaikum.wr.wb
 
 Mohon penjelasannya.
 Saya pingin tahu asuransi dari tinjauan hukum islam.........coz klo ikut
 assuransi  kepersertaan relatif lama dan diawal kepesertaan kita  terima
 estimasi hasil atas pengembangan simpanan yang didasarkan pada prosentase,
 yang jadi masalah bagaimanakah tinjauan hukum atas harapan bahwa setelah
 kita investasi. 
 
 Wassalam
 rahmat
 
 
     
                       

 
---------------------------------
Sucker-punch spam with award-winning protection.
 Try the free Yahoo! Mail Beta.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke