Berlomba-Lomba untuk Akhirat   Oleh: DR. Attabiq Luthfi, MA
   
  “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti itu (Al-Abrar) benar-benar 
  berada dalam kenikmatan yang besar (surga). Mereka (duduk) di atas 
  dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah 
  mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi 
  minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi
   dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” 
  (Al-Muthaffifin: 22-26)
   
  Merupakan kecenderungan manusia bahwa ia ingin unggul atas orang lain 
  dan berada pada posisi yang lebih tinggi atau lebih baik dalam kehidupannya. 
  Jika kecenderungan ini tidak diarahkan, maka manusia cenderung 
  melampiaskannya dalam urusan dunia dengan menghalalkan segala cara. 
  Ayat ini ingin memberi gambaran tentang semangat berlomba yang benar 
  yang ditunjukkan oleh orang-orang Abrar dalam urusan akhirat. Makanya 
  secara korelatif, ayat di atas merupakan jawaban dan arahan Allah agar 
potensi 
  dan semangat untuk mengungguli orang lain hendaknya diarahkan pada 
  urusan akhirat. Dimana sebelumnya di awal surah Al-Muthaffifin, 
  Allah menggambarkan semangat berlomba-lomba yang ditunjukkan 
  oleh orang-orang yang curang dalam urusan dunia sampai mereka tega 
  berlaku culas dan menzalimi orang lain demi meraih keuntungan yang besar. 
  Allah mengancam perilaku mereka dengan kecelakaan yang besar di akhirat 
  kelak dan mendapat gelar buruk Al-Muthaffifin. 
   
  “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang 
  yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan 
  apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” 
  (Al-Muthaffifin: 1-3)
   
  Berdasarkan analisa maknanya, ayat ini menurut Ibnu Katsir senada 
  dengan dua ayat lainnya dalam Al-Qur’an, yaitu firman Allah yang bermaksud: 
  “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar 
  kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; 
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah 
keberuntungan yang paling besar” (Al-Ma’idah: 119), 
  dan firman Allah, “Sesungguhnya ini benar-benar kemenangan yang besar. 
  Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja.” 
  (Ash-Shaffat: 60-61). 
   
  Kedua ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan dan kemenangan 
  yang besar adalah dengan meraih surga Allah SWT. Dan hanya untuk 
  meraih penghargaan itu, manusia memang diperintahkan untuk 
  berlomba-lomba.
   
  Menurut Ath-Thabari, sifat berlomba dalam urusan akhirat merupakan 
  sifat puncak dan tertinggi dari orang-orang yang berbakti (Al-Abrar). 
  Ia menjelaskan dalam tafsirnya, “Dan untuk meraih kenikmatan yang 
  dicapai oleh orang-orang Abrar seperti yang digambarkan dalam ayat ini, 
  hendaklah manusia berlomba-lomba. Dan berlomba tentunya dalam hal-hal
  yang bernilai dan berharga, bukan dalam urusan yang kecil atau sepele. 
  Dan itulah asal arti kata “Al-Munafasah” yang berasal dari kata “nafis” 
  yaitu hal yang bernilai dan berharga dan sangat menarik dan banyak dikejar
  oleh manusia. Makanya Muhammad Abduh menarik kesimpulan bahwa 
  untuk kenikmatan yang tidak terhingga tersebut manusia sepatutnya 
  tidak boleh mengalah dan harus berusaha lebih baik dan lebih dahulu 
  dari orang lain.
   
  Berdasarkan analisa bahasa menurut Al-Alusi, didahulukannya objek
  “Dan untuk yang demikian itu” atas perintah berlomba-lomba adalah 
  untuk menarik perhatian atau sebagai batasan bahwa hanya untuk 
  urusan akhirat hendaknya orang-orang itu berlomba-lomba, tidak untuk 
  urusan yang lainnya. Apalagi perintah dalam ayat ini – menurut Ibnu Asyur – 
  menggunakan “Lamul Amr” (huruf lam yang menunjukkan perintah) 
  yang tidak digunakan kecuali untuk perintah yang sangat dituntut dan 
  dianjurkan.
   
  Secara hukum berdasarkan objeknya menurut Ibnu Hajar dalam 
  Fathul Bari, berlomba dapat dibagi menjadi tiga:
   
  -         pertama, berlomba yang terpuji, yaitu dalam urusan amal ketaatan 
(akhirat);
  -         kedua, berlomba yang tercela, yaitu dalam urusan kemaksiatan;
  -         dan ketiga, berlomba yang dibenarkan, yaitu dalam hal-hal yang 
mubah.
   
  Dan memang perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan merupakan 
  benteng dari perilaku berlomba-lomba dalam kemaksiatan dan urusan dunia, 
  karena demikian kecenderungan manusia akan berlomba mengejar kenikmatan 
  dunia yang menggiurkan seperti yang dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW 
  dalam haditsnya, 
  “Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian,
   tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia 
  dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba
   untuk meraihnya sepertimana yang pernah terjadi pada orang-orang
  sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka 
  juga binasa karenanya.” (Bukhari dan Muslim)
   
  Pada realitasnya menurut Sayyid Qutb, tidak ada kebaikan sedikitpun 
  pada tindakan dan perilaku berlomba-lomba dalam usaha mengejar dunia, 
  bahkan sebaliknya justru akan menimbulkan konflik, kerusakan dan 
  huru hara di atas muka bumi ini. Sedangkan sebaliknya, berlomba-lomba 
  untuk meraih apa yang disediakan Allah SWT akan mampu mengangkat 
  dan membersihkan diri manusia. Karena bagaimananapun kenikmatan dunia 
  itu hanya berlangsung sesaat dan sangat cepat sirna. Manakala apa yang 
  ada di sisi Allah akan kekal dan berlangsung tanpa batas. 
   
  “Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. 
  Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang 
  sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” 
  (An-Nahl: 96)
   
  Pada tataran aplikasinya, ayat di atas dan ayat yang semakna dengannya 
  merupakan motivasi terbesar bagi para sahabat dalam menjalankan ketaatan 
  kepada Allah SWT sehingga mereka senantiasa berlomba dan ingin 
  lebih dahulu melakukan kebaikan dibanding saudaranya yang lain. 
   
  Sebut saja misalnya Abu Bakar dan Umar bin Khattab ra. Ketika pada 
  suatu hari Rasulullah SAW meminta para sahabatnya untuk menginfakkan 
  apa yang dimilikinya dari harta, makanan dan senjata yang bisa dimanfaatkan 
  dalam perang. Maka spontan Umar bin Khattab berkata kepada dirinya, 
  “Demi Allah, saya akan mendahului Abu Bakar dalam kebaikan ini.” 
  Umar yakin bahwa dirinya mampu menginfakkan lebih baik dari Abu Bakar. 
  Kemudian ia membagikan hartanya menjadi dua bagian; satu bagian untuk 
  keluarganya dan satu bagian lagi diserahkan untuk Rasulullah SAW. 
  Rasulullah tersenyum bangga melihat perilaku sahabatnya dan memujinya. 
  Namun tidak berapa lama kemudian, datanglah Abu Bakar dengan membawa 
  seluruh hartanya. Rasulullah tersenyum bangga seraya bertanya kepadanya, 
  “Lantas apa yang engkau sisakan untuk keluargamu?” Dengan yakin dan 
  penuh tawakkal, Abu Bakar menjawab, “Saya tinggalkan untuk mereka 
  Allah dan RasulNya.” Demikianlah sikap orang-orang Abrar dari para 
  sahabat terkemuka Rasulullah SAW. 
   
  Allah memuji mereka dalam firmanNya, “Dan orang-orang yang beriman 
  paling dahulu, Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada 
  dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang 
  terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” 
  (Al-Waqi’ah: 10-14). 
   
  Demikianlah berlomba-lomba untuk meraih surga Allah 
  adalah dengan bersegera melakukan kebaikan dan ketaatan, 
  karena setiap muslim memang dituntut untuk berpacu membuka 
  pintu-pintu kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT.
   
  DR. Ahmad Asy-Syirbashi menuturkan tadabburnya terhadap ayat di atas 
  dalam bukunya “Mausu’at Akhlaqul Qur’an”, bahwa sekarang ini manusia 
  cenderung berbangga dan berlomba agar lebih kaya dari orang lain, 
  lebih kuat, atau lebih tinggi kedudukannya daripada orang lain dan 
seterusnya. 
  Mereka terus berbangga dan mengejar urusan duniawi dan hal-hal yang terbatas 
  lainnya dengan penuh kesungguhan dan usaha yang maksimal. Padahal 
  berbangga dengan hal-hal seperti ini sangat jauh dari kebenaran dan 
bertentangan 
  dengan sikap orang-orang Abrar yang mendapat pujian Allah SWT dan 
  diabadikan kisahnya untuk dijadikan teladan. Saatnya untuk menjadikan ayat 
  di atas dan petunjuk Allah lainnya sebagai motivasi untuk berlomba meraih 
  kenikmatan yang terbesar dengan ikut menjadi peserta yang terdepan dalam 
  setiap ajang lomba kebaikan yang dianjurkan oleh Allah dan RasulNya. 
  Semoga implementasi ayat tersebut di atas mewarnai setiap langkah 
  kehidupan kita agar terhindar dari perlombaan meraih kenikmatan duniawi 
  yang cenderung mengabaikan orang lain dan terkadang merampas 
  hak-hak mereka. [] 
   
  http://www.dakwatuna.com/
  
 
---------------------------------
Finding fabulous fares is fun.
Let Yahoo! FareChase search your favorite travel sites to find flight and hotel 
bargains.

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to