16 Maret 2007Prof Dr Nasaruddin Umar Jangan Mitoskan Musibah dam
Sejak awal tahun 2007, nyaris berbagai ujian dan cobaan melanda negeri Indonesia. Mulai dari hilangnya pesawat Adam Air beserta seluruh penumpang dan awaknya, tenggelamnya KM Senopati dan Levina I yang menelan korban ratusan nyawa, longsor di Manggarai Nusa Tenggara Timur, gempa bumi di Sumatera Barat, hingga terbakarnya pesawat Garuda jurusan Jakarta-Yogyakarta di bandara Adi Sutjipto Yogyakarta. Semuanya adalah musibah yang harus disikapi dengan sabar, tabah, dan lapang dada. Direktur Jenderal Bimas Islam Departemen Agama Prof Dr Nasaruddin Umar memandang perlu ditingkatkannya wawasan bangsa Indonesia terhadap makna sebuah musibah. ''Bagaimana supaya kita tidak memitoskan musibah, karena itu bisa merusak akidah,'' tandasnya kepada Republika, Ahad (11/3). Berikut ini hasil lengkap wawancara seputar makna bala', musibah dan azab serta sikap apa yang harus diambil bangsa Indonesia: Apa makna musibah menurut Anda? Apabila terjadi musibah itu peringatan dari Allah untuk kita kembali kepada Allah. Dalam Alquran ada tiga terminologi, musibah, bala dan azab. Kalau fitnah bagian dari musibah itu sendiri. Semua yang menimpa orang kafir itu azab. Seperti banjir Nabi Nuh. Itukan yang selamat hanya orang beriman yang mengikuti ajaran Nabi Nuh. Kaum Nabi Luth hancur tapi orang yang shaleh selamat. Nabi Shaleh yang ditimpa wabah penyakit yang mengerikan aneh sekali yang beriman walaupun rumahnya bersebelahan tidak terkena penyakit sedangkan yang kafir dimusnahkan oleh penyakit yang mengerikan. Pasukan Abrahah hancur lebur karena diazab Allah dengan batu yang dilontarkan oleh burung Ababil tetapi di tempat di sekitarnya tidak apa-apa. Adalagi wabah semua yang memakan daging unta Nabi Shaleh dan Nabi Syuaib semuanya kena virus, tapi yang tidak makan tidak kena virus. Jadi, memang azab itu ditujukan kepada orang-orang yang memang durhaka. Kalau musibah, itu lebih bersifat ujian untuk menguji ketebalan iman kita. Tapi itu tingkatnya lebih massif (tidak memilih agama, warna kulit, jenis kelamin apapun). Sedangkan bala' itu lebih bersifat individual dan mekanikal sifatnya. Yang terjadi di Indonesia secara beruntun termasuk yang mana? Ini musibah. Karena itu yang ditimpa bukan hanya yang beriman saja. di situ ada yang durhaka, pendosa dan juga menimpa kepada mereka yang beriman. Kalau musibah itu unsur-unsur dimensinya lebih bersifat positif sedangkan azab agak negatif. Kalau menurut saya, musibah yang terjadi di Indonesia bukan azab. Karena ada doa Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi, ada tiga permohonan Nabi SAW yang dua diantaranya diterima. Satu diantara yang diterima itu ialah ''Ya Allah, janganlah Engkau menimpakan azab kepada umatku sebagaimana azab yang Engkau timpakan kepada umat-umat terdahulu.'' Kombinasi antara pemahaman Alquran dan hadis ini bisa kita menyimpulkan bahwa yang ada di tengah-tengah yang kita alami sekarang ini tak lain adalah musibah. Jadi, bukan kutukan, laknat, azab, seperti yang umat nabi-nabi terdahulu. Jadi, yang terjadi sekarang ini adalah peristiwa biasa, peristiwa alamiah dan itu mungkin kecerobohan manusia. Apa makna acara Jumat lalu di Istiqlal yang dihadiri presiden? Saya memang ditanya, namanya apa kegiatan tersebut? Apakah taubat nasional? Apakah taubat kelektif? Saya katakan jangan kita memakai taubat nasional karena itu tidak baku di dalam bahasa agama. Memang ada Istighasah di agama Islam tapi itu lebih NU sifatnya walaupun istighasah itu siapapun bisa melakukannya. Nah, yang kita lakukan di Istiqlal kemarin, pertama, karena hari Jumat itu adalah sayyidul ayyam (penghulunya seluruh hari) ada hadis Nabi SAW mengatakan ada satu malam dan hari Jumat kalau kita berdoa pada saat itu pasti Allah akan mengabulkan doanya. Kedua, berdoa secara berjamaah akan jauh lebih didengar Tuhan ketimbang doa secara individu. Doa berjamaah ada hadis Nabi SAW, Albarakatu fil jamaah (Berkah itu terletak pada jamaah). Makan berjamaah, shalat berjamaah bagus, berdoa berjamaah juga bagus. Apalagi shalat Jumat di Istiqlal itu jamaahnya lebih besar nah kita dipimpin oleh seseorang yang bisa menghayati dan menuntun berdoa di dalam shalat. Alfatihah itu doa, maupun doa di dalam khutbah yang diaminkan jamaah. Maupun yang sesudah shalat Jumat itu di iringi lagi dengan doa shalat ghaib untuk mereka yang gugur karena kecelakaan musibah dan sebagainya setelah itu kita melakukan zikir bersama, massal, tidak ada yang pulang sesudah itu kita berdoa bersama. Jadi, ada rangkaian yang sangat syahdu mulai dari tadarusan sebelum Jumat. Kalau ingin bagus setiap Jumat bisa dilakukan seperti itu secara nasional. Karena Jumat itu sayyidul ayyam makanya orang tua kita dulu malam Jumatan itu tidak pernah disia-siakan karena memang penghulunya hari. Ada satu waktu di malam Jumat dan hari Jumat kata Nabi SAW sangat afdhal untuk banyak bersujud, berdoa karena hari itu Allah membuka kedua tangan-Nya untuk mengabulkan doa hambanya. Presiden, Wapres, Menteri dan pejabat tinggi di negeri ini melakukan hal yang seperti kemarin dan khutbah saya yang tidak terlalu istimewa diminta oleh banyak pihak termasuk oleh Bapak Presiden SBY supaya itu segera disebarluaskan karena itu penting bagi masyarakat kita agar menurut beliau, semakin mendalam pemahaman, penghayatan seseorang terhadap makna sebuah musibah semakin diharapkan semakin arif masyarakat menyikapi sebuah musibah. Musibah harus dianggap sebagai peristiwa alamiah biasa. Datang kapan saja, di mana saja, tanpa harus kita melakukan mistik atau mitos. Artinya, jangan sampai kita memitoskan musibah? Itu salah satu unsurnya pertama, bagaimana meningkatkan wawasan kita terhadap makna sebuah musibah. Kedua, menganggap musibah itu bukan azab. Ketiga, bagaimana supaya kita jangan memitoskan musibah itu sendiri karena itu bisa merusak akidah. Keempat, musibah itu justru punya konotasi positif yaitu untuk melunasi kita di akhirat. Ada hadis Nabi SAW, ''Tidak ditimpakan suatu musibah baik penyakit atau gempa bumi melainkan itu nanti akan berfungsi sebagai penghapus dosa.'' Hadis lain, ''Apabila Allah berkehendak positif terhadap hamba-Nya maka dia mendatangkan yaitu siksaan-Nya di dunia. Tapi apabila Allah berkehendak negatif terhadap hamba-Nya maka dia menunda siksaannya nanti di akhirat yaitu di neraka Jahanam yang amat dahsyat.'' Jadi, musibah harus dimaknai pertama, pencuci dosa masa lampau. Kedua, pembelajaran buat kita supaya langkah-langkah kita ke depan jangan mengulangi yang salah yang jatuh di lubang yang sama. Ketiga, penghayatan, pendalaman, pemahaman, terhadap musibah sangat penting agar masyarakat kita kalau menghadapi musibah apapun dia bisa menghadapi dengan lega. Tidak putus asa. _____ Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=286543&kat_id=269 <http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=286543&kat_id=269> [Non-text portions of this message have been removed]