Mengapa Kita Harus Bersatu   Oleh: DR. Amir Faishol Fath
   
  Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, 
  dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat 
  Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, 
  Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu 
  karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu 
  telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu 
  dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, 
  agar kamu mendapat petunjuk (Ali Imran: 103)
   
  Bersatu Mentaati Allah dan Rasul-Nya
   
  Setelah memerintahkan untuk bertaqwa pada ayat sebelumnya 
  Allah memerintahkan umat Islam untuk bersatu dalam mentaati 
  ajaran-Nya. Allah berfirman wa’tashimuu bihablillahi jamii’an 
  artinya berpegang teguhlah kamu semua kepada tali Allah. 
  Maksud tali Allah di sini adalah ajaran-Nya berupa Al-Qur’an 
  dan Sunnah (baca: Islam). Di sini nampak bahwa bersatu mentaati 
  ajaran Allah adalah refleksi ketakwaan, dengan kata lain takwa 
  tidak akan tercapai bila seseorang tidak bersungguh-sungguh bersatu 
  seirama menjalankan kewajiban-kewajibannya kepada Allah. 
  Perhatikan redaksi perintah pada kata wa’tashimuu, (bukan redaksi berita) 
  mengapa? Ini menunjukkan pentingnya ajaran tersebut, bahwa umat Islam 
  tidak akan pernah mencapai kejayaannya jika tidak satu barisan 
  menegakkan ajaran Allah.
   
  Kata hablullah artinya ajaran Allah dan Rasul-Nya. Maka hanya 
  dengan mengikuti Allah dan Rasul-Nya persatuan umat Islam 
  akan tercapai. Apapun organisasinya, jika seseorang benar-benar 
  memahami maksud risalah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah ia tidak akan 
  membangun permusuhan, apalagi antar sesama umat Islam. Sebab persatuan 
  adalah unsur utama bagi tegaknya alam semesta dan kehidupan di muka bumi. 
  Perhatikan Allah menggambarkan kerapian ciptaannya di langit dan di bumi, 
   
  “(Dialah Allah) Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu 
  sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu 
  yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat 
  sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya 
  penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu 
  cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah” (Al-Mulk: 3-4). 
   
  Ini menunjukkan bahwa tidak ada sedikit pun dari ciptaan Allah 
  yang tidak bersinergi. Semuanya bersatu dalam satu sistem dan 
  bergerak secara kompak sehingga darinya berlangsung kehidupan 
  di muka bumi. Sungguh seandainya masing-masing wujud di alam 
  ini tidak bersinergi, bisa dipastikan bahwa ia sudah musnah sejak 
  ratusan yang silam.
   
  Benar, persatuan adalah inti keberlangsungan hidup di muka bumi. 
  Karenanya Allah memerintahkan agar manusia bersatu. Tetapi tidak ada 
  persatuan yang kokoh kecuali dengan berpegang teguh kepada tali ajaran-Nya. 
  Selain tali Allah pasti tali setan dan hawa nafsu. Maka segala bentuk 
  perkumpulan yang tidak berpegang pada tali Allah adalah perkumpulan jahiliyah 
  yang penuh permusuhan. 
   
  Dari saking pentingnya hakikat persatuan di atas tali Allah, Allah swt. 
  pada ayat berikutnya mempertegas kembali dengan berfirman, 
  “Walaa tafarraquu” (dan jangan kau berpecah belah). Sebab hancurnya 
  sebuah persatuan yang pernah ditegakkan, adalah karena perpecahan. 
  Di sini Allah mengingatkan, agar umat Islam jangan hanya sibuk 
  menggalang persatuan, tetapi di saat yang sama juga berusaha menjauhi 
  perpecahan. Mengapa? Sebab ternyata dalam kehidupan sehari-hari begitu 
  banyak organisasi-organisasi umat Islam yang hanya sibuk mengajak persatuan 
  dalam organisasinya sendiri, tetapi di saat yang sama menggalang perpecahan 
  dengan organisasi yang lain. Ini suatu kenyataan yang naif. Sampai kapan kita 
  akan terus sibuk berperang antar kita sendiri? Sementara orang-orang yang 
  memusuhi Islam bersatu untuk menghancurkan umat Islam. Sebuah fakta 
  membuktikan bahwa orang-orang Yahudi yang di luar Israel semuanya 
  bekerja sama untuk membantu saudara-saudara mereka di Israel. 
   
  Allah berfirman: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka 
  menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) 
  tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan 
  terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar” (Al-Anfal: 73)
 
 Bersatu Dalam Ikatan Ukhuwah
   
  Lalu Allah berfirman, “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu 
  ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah 
  mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, 
  orang-orang yang bersaudara”. (Ali Imran: 103)
   
  Ini menunjukkan bahwa semangat bersatu mentaati Allah harus
  tercermin dalam ikatan ukhuwah yang indah. Sebab persatuan tanpa 
  ukhuwah pasti akan terus digerogoti permusuhan-permusuhan internal 
  yang tidak pernah selesai. Perhatikan dalam ayat ini Allah mengingatkan 
  akan nikmat yang mereka rasakan setelah bersatu dalam ketaatan 
  kepada-Nya, di mana mereka dulu saling membunuh dan bermusuhan 
  hanya karena membela kelompoknya masing-masing. Sejarah merekam 
  bahwa antara suku Aus dan Khazraj –sebelum datangnya Islam- terjadi 
  peperangan berkepanjangan. Dalam diri mereka menyala kebencian. 
   
  Orang-orang Yahudi yang ada di sana memanfaatkan ruh permusuhan ini 
  untuk kepentingan yang mereka inginkan. Tetapi setelah mereka bersatu 
  dalam ikatan iman dan Islam yang kokoh, mereka benar-benar bersaudara, 
  bahkan persaudaraan itu lebih indah dari persaudaraan dalam ikatan darah. 
  Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. setelah mempersaudarakan 
  antara Abdur Rahman (dari kalangan Muhajirin) dan Saad bin Rabi’ 
  (dari kalangan Anshar), Saad serta merta menawarkan kepada Abdur Rahman 
  agar mengambil separuh dari kekayaannya, bahkan lebih dari itu, 
  Saad menawarkan agar menikahi salah seorang dari kedua istrinya 
  dan ia siap menceraikannya (lihat Shahih Bukhari Bab ikhaa’ Nabi 1/553).
   
  Dari sini nampak bahwa ciri utama seseorang setelah beriman dan ber-Islam 
  adalah bersaudara (baca: ukhuwah). Dalam surat Al-Hujurat ayat 10 
  Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara 
  karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah 
  supaya kamu mendapat rahmat. Perhatikan kalimat “Sesungguhnya orang-orang 
  mukmin adalah bersaudara” (innamal mu’minuuna ikhwatun), 
  kata innamaa menunjukkan makna definitif, artinya setiap orang yang beriman
  pasti bersaudara, jika tidak maka imannya dipertanyakan. 
   
  Dengan demikian iman berdasarkan ayat tersebut identik dengan 
  persaudaraan. Karenanya dalam ayat di atas Allah berfirman, 
  “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu 
  (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan”. Di sini jelas bahwa pada saat 
  mereka tidak punya iman, permusuhan adalah ciri utama kehidupan 
  mereka. Sebaliknya setelah iman masuk ke dalam diri mereka, 
  mereka bersatu dalam persaudaraan.
   
  Lalu Allah berfirman, “Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, 
  lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya”. Ini menunjukkan bahwa 
  ketika mereka saling bermusuhan, mereka sebenarnya sedang berjalan 
  menuju neraka. Mengapa, sebab ketika seorang mukmin memusuhi 
  orang mukmin yang lain, berarti ia telah menghancurkan nilai persaudaraan 
  yang sebenarnya harus ia capai dengan kualitas keimanannya. 
   
  Setelah persaudaraannya hancur otomatis keimanannya pun hancur. 
  Dan ketika imannya hancur berarti ia telah menyiapkan dirinya 
  jadi bahan bakar neraka. Di sinilah logika ayat mengapa Allah 
  setelah menggambarkan kondisi mereka dulu di zaman jahiliah 
  di mana mereka dalam permusuhan, mereka sebenarnya sedang 
  berada di tepi jurang neraka dan hampir jatuh ke dalamnya. 
  Untungnya setelah itu mereka beriman, maka dengan iman tersebut 
  mereka lalu bersatu. Dan karenanya mereka selamat, tidak terjatuh 
  ke dalam neraka.
   
  Perhatikan betapa yang harus kita capai setelah beriman 
  adalah bagaimana kita harus bersatu dan bersinergi. 
  Apapun bendera organisasi kita, sepanjang perbedaan yang ada 
  masih di wilayah fiqih, atau mutaghayyiraat, itu adalah perbedaan 
  yang tidak akan pernah bisa dihindari. Sebab para sahabat pun 
  berbeda pendapat dalam hal-hal tertentu yang berkenaan dengan 
  masalah fiqh dan ijtihad, tetapi mereka tetap bersatu.
   
   Jadi ayat di atas bukan dalil atas haramnya perbedaan pendapat 
  dalam wilayah fiqih, melainkan ia merupakan dalil atas haramnya 
  perpecahan dan permusuhan antar umat Islam hanya karena dorongan 
  hawa nafsu dan fanatisme golongan semata. Dengan kata lain ketika 
  sekelompok umat Islam memusuhi sekelompok yang lain hanya karena 
  fanatisme golongan, dan perbedaan fiqih, tidak mustahil dari permusuhan 
  ini akan menghantarkan pelakunya kepada jurang neraka, seperti yang 
  Allah gambarkan dalam ayat di atas.
   
  Bersatu Di bawah Naungan Hidayah
   
  Lalu Allah berfirman, “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya 
  kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. Artinya bahwa ketika suatu 
  kaum benar-benar bersatu menegakkan ajaran Allah, dan mereka benar-benar 
  bersaudara di antara mereka, maka mereka telah berada dalam petunjuk 
  Allah (la’allakum tahtaduun). 
   
  Jika tidak berarti mereka kembali ke masa jahiliyah yang penuh 
  permusuhan dan perpecahan. Karenanya maksud mengikuti hidayah 
  (petunjuk) dalam Islam, itu bukan hanya semata seseorang menjalani 
  ibadah ritual secara harfiyah, melainkan lebih dari itu ia harus 
  bersaudara dan membangun persatuan.
   
  Sayangnya, yang sering kali terjadi di kalangan umat Islam, 
  persatuan selalu dikorbankan hanya demi perbedaan fiqih 
  dalam ibadah ritual. Ada sekelompok umat Islam memusuhi 
  sekelompok umat Islam yang lain hanya karena satunya shalat tarawih 
  sebelas rakaat dan satunya lagi dua puluh tiga rakaat. Sebagian lagi 
  memusuhi saudaranya hanya karena satunya berhari raya berdasarkan 
  hisab, dan satunya berhari raya berdasarkan ru’yah. Padahal masing-masing 
  sama-sama mempunyai dalil yang kuat. 
   
  Artinya seandainya masing-masing segera menyadari bahwa itu adalah 
  wilayah fiqih, lalu mereka bersepakat untuk menentukan sikap 
  yang membangun persatuan, itu sungguh lebih baik dan lebih tepat 
  secara syariah. Sebab mempertahankan persatuan adalah wajib, 
  sementara shalat tarawih atau pun shalat hari raya hanyalah sunnah. 
  Artinya seandainya mereka tidak shalat tarawih atau tidak shalat hari raya 
  pun tidak apa-apa, ketimbang mereka malah saling bermusuhan hanya 
  karena masalah yang sunnah tersebut. Inilah rahasia mengapa Allah 
  menutup ayatnya dengan kalimat “la’allakum tahtaduun”, 
  sebab hanya dengan mempertahankan persatuan di atas ajaran Allah, 
  dan menegakkan persaudaraan sesama iman, seseorang akan merasakan 
  lezatnya hidayah Allah. Wallahu a’lam 
   
   
  
http://www.dakwatuna.com/index.php/alquranul-karim/tafsir-ayat/2007/mengapa-kita-harus-bersatu/
  
 
---------------------------------
Never miss an email again!
Yahoo! Toolbar alerts you the instant new Mail arrives. Check it out.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke