wAALAIKUMUSSALAM wR wB,

Tapi ada juga paham yang mengatakan sampai dengan sebelum kelahiran,
dan laki-2 yang menghamili tsbt menikahi, maka laki-2 tsbt bisa menjadi
wali nikahnya.

Tolong pak Nizami dan Bapak-2 yang lain, mungkin ada komentar...

Wassalam,
HB

>>> yusuf rinaldy <[EMAIL PROTECTED]> 3/30/2007 11:20 AM >>>
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
   
  Maaf saya juga masih belajar tentang agama. Saya hanya ingin
menyampaikan apa yang pernah saya dengar dari ustad yang rutin mengisi
pengajian di kantor saya. 
  Bagi perermpuan yang hamil diluar nikah, jika ia menikah dengan pria
yang menghamilinya saat kandunganya belum mencapai tiga bulan, maka pria
itu bisa menjadi wali nikah anaknya kelak.
  Tapi jika perempuan ini menikah dengan pria yang menghamilinya saat
kandungannya sudah melebihi tiga bulan atau bahkan setelah bayinya lahir
maka pria itu tidak bisa menjadi wali nikahnya. Sebab saat kandungan itu
diberi ruh oleh Allah wanita itu dalam keadaan belum menikah secara sah.
Kelak jika anaknya hendak menikah maka wali nikahnya adalah wali hakim.

  Jika perempuan itu menikah dengan orang lain, maksudnya bukan dengan
laki-laki yang menghamilinya, jelas suaminya tidak bisa menjadi wali
nikah dari anak yang dikandung oleh perempuan itu. Baik mereka menikah
saat perempuan itu masih hamil maupun setelah perempuan itu melahirkan.

  Kalau melihat cerita dari Pak Alfiyanto, maka yang menjadi wali
nikahnya adalah wali hakim. Sebab teman Pak Alfiyanto bukanlah ayah
kandung dari anak perempuan dari calon istrinya. Sedangkan calon istri
teman Pak Alfiyanto itu belum menikah dengan pria yang menghamilinya
dulu.
  Mengenai permintaan anak itu agar diakui sebagai anak oleh ibunya,
jelas sekali, anak itu tetap anak ibunya. Islam tidak mengenal adopsi.
Anak itu tetaplah anak calon istri teman Pak Alfiyanto, walaupun ia
diasuh oleh orang lain. 
  Mohon kepada yang lebih luas ilmunya bisa memberi pencerahan jika
tulisan saya salah. Sebab saya juga masih belajar...................
   
  Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
  
Alfiyanto Samsul <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Assalamu'alaikum wr wb.

Saya mempunyai sseorang sahabat karib yang sudah akrab dari sejak
kecil,
inisialnya RD. Dia mempunyai permasalahan yang sangat membingungkan
perasaan hatinya. Dan setelah dia menceritakan permasalahannya, saya
juga bingung mau memberi nasihat yang bagaimana. Mungkin dari sahabat2
saya di milis ini ada yang bias memberikan keterangan/nasihat/komentar
mengenai permasalahannya yang akan saya ceritakan berikut. Tapi mohon
maaf, cerita saya cukup singkat.

Sahabat saya akan menikahi seorang akhwat. Tapi dia bingung dan benar2
bingung. Hal yang membuat dia bingung dikarenakan masa lalu akhwat
itu.
Dahulu kala sewaktu akhwat itu remaja, dia hamil oleh pacarnya.
Keluarganya akhwat itu kebetulan orang yang mengerti agama, mungkin
karena kurangnya perhatian terhadap akhwat itu, sehingga ayah/ibunya
tidak mengetahui kalau akhwat itu berpacaran secara sembunyi2.
keluarganya tidak menikahkan akhwat itu dengan pacarnya yang telah
menghamili dia, sampai akhwat itu melahirkan seorang anak perempuan.
Kemudian anak dari akhwat itu diadopsi oleh sepupu akhwat itu, yang
kebetulan juga tidak mempunyai anak perempuan, sehingga akhwat itu
bisa
menyelesaikan sekolahnya sampai lulus. Kemudian akhwat kuliah di salah
satu perguruan tinggi. Sejak di bangku kuliah, dia berubah drastis,
bisa
dibilang dia seorang aktivis dakwah di kampusnya. Sehingga orang tidak
akan menyngka kalau dia punya masa lalu yang begitu kelam. Dia juga
sangat membenci bekas pacarnya yang dulu.

Nah, sahabat saya ini kenal dengan akhwat itu oleh teman baik akhwat
itu
di kampusnya. Kemudian sahabat saya ini ingin menikah dengan akhwat
itu,
karena sahabat saya sudah merasa siap untuk menikah. Akan tetapi,
akhwat
itu ragu dan menolaknya. Sahabat saya ini berusaha ingin tahu kenapa
dia
dilotak. Setelah begitu lama dan didesak, akhirnya akhwat itu
menyampaikan masa lalunya yang hitam itu. Dengan alas an itu, akhwat
itu
menolak sahabat saya yang ingin menikahi dia. Akhwat itu kuatir
nantinya
akan timbul permasalahan di belakang hari.

Akan tetapi sahabat saya tetep ngeyel untuk mengajak akhwat itu
menikah.
Saya sendiri juga heran, kenapa dia tetep 'ngeyel' ingin menikahi
akhwat
itu. Ternyata dia ingin menikah dengan dia dengan maksud ingin menlong
akhwat itu, dia benar2 tersentuh dengan kisah akhwat itu, karena
kahwat
itu sudah berbeda dengan masa lalunya.

Akan tetapi, menjelang hari H pernikahannya, dia curhat ke saya. Dia
berpikir kedepan ttg nasib keluarganya nanti, kuatir anak perempuan
akhwat itu menuntut si ibunya (si akhwat itu) untuk mengakuinya
sebagai
ibu. Mungkin sahabat saya masih bisa menerima kalau anak perempuan
calon
istrinya minta hal itu, bahkan sahabat saya juga akan mengakuinya
sebagai anaknya. Aka tetapi yang tidak bisa diterima oleh sahabat
saya,
kalau anak perempuan calon istrinya itu nanti menuntut agar akhwat itu
mengakui ayah kandung dari dia. sehingga sahabat saya berpikir, siapa
nanti yang akan menjadi wali nikah dari anak perempuan akhwat itu
kelak...

Mohon dikomentari, kalau ada yang tidak jelas, mohon ditanyakan
kembali
ke saya.

Wassalamu'alaikum wr wb...

[Non-text portions of this message have been removed]



         

 
---------------------------------
 Get your own web address.
 Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke