Jiwa Persatuan dan Rasa Keagamaan            Oleh KH Imam Zarkasyi
  
Pikiran, keinginan, dan kehendak untuk bersatu, bersaudara, dan bekerjasama 
dengan orang dan golongan lain sudah menjadi tabiat manusia hidup. Buktinya 
terlihat dalam kenyataan hidup bahwa urusan, mulai dari yang kecil sampai 
kepada yang besar, tidak akan dapat dilaksanakan kecuali dengan persatuan, 
persaudaraan, pemusatan tenaga, dan bekerjasama antara beberapa bangsa.
Setelah Perang Dunia II berakhir, tidak hanya harus ada persatuan antargolongan 
sebangsa dan seagama, tetapi juga harus ada persahabatan antarbangsa dan 
antarumat beragama jika benar-benar yang dicari adalah perdamaian dan keamanan.
Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa keperluan setiap bangsa tidak dapat 
diselesaikan dengan sempurna tanpa kerjasama dan saling menolong dengan negara 
atau bangsa lain, baik mengenai politik, ekonomi, maupun sosial; baik secara 
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, adanya rencana dan usaha 
pemusatan tenaga, persaudaraan, dan kerjasama sebangsa, khususnya yang seagama, 
bukan suatu teori filsafat, bukan pula angan-angan belaka melainkan suatu 
kenyataan yang telah ada, senantiasa hidup, dan disuburkan oleh tabiat manusia 
sendiri. Meskipun demikian, benih-benih perpecahan masih tetap ada, karena 
manusia ada tabiat takut, cemburu, ragu, mementingkan diri sendiri, serta 
beberapa tabiat hawa nafsu yang amat mudah menyebabkan perselisihan dan 
perpecahan. Dalam jiwa seperti itu seringkali perbedaan agama dan pendirian 
menjadi alat perpecahan, sehingga keutuhan persaudaraan manusia seagama dan 
sebangsa kadang-kadang terancam. Akibatnya, persaudaraan dan persatuan tadi
 hanya tinggal angan-angan atau impian belaka. 
Kita harus mencari obatnya. Kita tidak percaya bahwa kemajuan ilmu pengetahuan 
dan filsafat akan dapat mengalahkan dan menghilangkan atau menyembuhkan 
penyakit-penyakit yang menyebabkan perpecahan tersebut di atas. Memang ilmu 
pengetahuan dan filsafat semakin lama semakin maju. Akan tetapi, peperangan 
pun, seperti Perang Dunia, semakin lama semakin besar, dan berbagai kekuatan 
semakin kejam dan biadab, khususnya terhadap bangsa-bangsa yang lemah. Sehingga 
dapat kita katakan bahwa permusuhan dan perpecahan tidak mungkin akan hilang 
sama sekali. Paling, ia hanya dapat mereda atau intensitasnya berkurang. Namun, 
hal itu tidak berarti bahwa kita harus diam dan tidak berusaha. Kita tetap 
wajib berusaha untuk mencari jalan menghindarkan dan menghilangkan hal-hal yang 
menyebabkan perpecahan.
Semua orang yang beragama dan semua bangsa Indonesia tentu senantiasa ingat 
bahwa semua agama mendorong umatnya untuk memercayai bahwa seluruh alam ini, 
termasuk Indonesia, dikuasai oleh Kekuasaan Yang Bijaksana, Adil, Yang 
Mengawasi segala niat hati manusia. Yang Menetapkan hukum baik dan buruk 
terhadap segala langkah dan maksud. Semua percaya pula bahwa kehidupan sekarang 
di dunia ini menuju kepada kehidupan pembalasan dan pertanggungjawaban di 
akhirat kelak.
Demikian rasa keagamaan yang merupakan tabiat manusia sejak dititahkan Tuhan 
Yang Mahaesa di atas bumi ini, di atas alam Indonesia ini. Dampak, hasil, dan 
buah dorongan rasa keagamaan ini tidak akan kurang untuk mendorong manusia 
berbuat kebaikan dan menahannya dari berbuat kejahatan, yaitu kejahatan yang 
menyebabkan perpecahan, bahkan peperangan. Di dalam diri manusia harus ada rasa 
yang menguasai perbuatannya, yakni perasaan takut kepada Tuhan Allah Yang 
Mahaesa.
Ahli pendidikan memang sering mengatakan bahwa dengan pendidikan manusia dapat 
berbuat baik karena tabiat baiknya, dan suka berbuat jahat karena tabiat 
jahatnya. Akan tetapi, manusia tetap akan memakai perasaan agamanya; ia akan 
tetap membutuhkan perasaan agama. Kembali kepada agama lebih dekat dan lebih 
mudah daripada kembali kepada selain agama yang mudah menimbulkan perpecahan, 
bahkan peperangan. Perasaan keagamaanlah yang dapat mengatasi kebanggaan dengan 
warna kulit, kekayaan, dan keturunan, serta menyembuhkan penyakit perpecahan 
yang kadang-kadang hanya disebabkan oleh perbedaan suku bangsa. Perasaan 
keagamaan dapat mengalahkan rasa dendam dan dengki, juga sifat terlalu 
mementingkan diri sendiri. Dengan perasaan keagamaan, jiwa manusia akan menjadi 
mulia, tertarik untuk mengetahui hakikat hidup, serta tidak suka membodoh dan 
berkeras kepala. Selanjutnya ia akan menjadi kuat untuk menerima persaudaraan 
dan persatuan sampai kepada persatuan antarbangsa. Dalam hal ini
 mungkin akan sukar dan jauh untuk mencapai sekadar yang dapat diterima oleh 
tabiat manusia.
Barangkali orang akan berhenti berpikir apabila mengenang kekerasan, kekejaman, 
dan kebiadaban pada zaman dahulu yang diduga disebabkan oleh perselisihan 
agama. Karenanya, kita mungkin akan berputus asa untuk menghidupkan 
persaudaraan dan persatuan. Namun, rasa keagamaan memandang bahwa semua itu 
tidak sekali-kali disebabkan oleh agama, tetapi disebabkan oleh kemenangan 
kehidupan duniawi atas agama. Padahal agamalah yang seharusnya menentukan hukum 
kehidupan. Maka, perasaan agama harus berjalan di atas jalan yang jujur dan 
lurus, dan janganlah dalam perikehidupan ini kita akan membelokkan perasaan 
keagamaan ke arah jalan yang salah. Dengan perasaan keagamaan inilah kita harus 
berjalan, sehingga tercapailah segala cita-cita hidup kita yang suci.
Bagi bangsa Indonesia, perasaan keagamaan ini masih tetap menjadi pedoman hidup 
serta paling besar pengaruh dan kekuasaannya atas jiwa rakyat. Tercantumnya 
dasar Ketuhanan Yang Mahaesa dalam Undang-Undang Dasar sungguh sesuai dengan 
perasaan keagamaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, kekhawatiran akan 
timbulnya perpecahan atau perselisihan yang disebabkan oleh perbedaan agama 
tidak perlu ada. Apalagi mayoritas rakyat beragama Islam, sedang agama Islam 
tetap mengajarkan persaudaraan dengan mengingatkan bahwa semua manusia berasal 
dari satu ibu dan satu bapak, serta mengajarkan agar kita hidup saling mengenal 
dengan berbagai golongan atau bangsa. Ajaran bahwa yang paling mulia di antara 
kita ialah yang paling bertakwa kepada Allah mengharuskan kita untuk berbuat 
baik dan berlaku adil terhadap para penganut agama lain, kecuali dalam keadaan 
permusuhan.
Di dalam al-Quran tertera firman Allah: "Hai segala manusia! Aku telah 
menjadikan kamu sekalian dari laki-laki dan perempuan; serta Aku jadikan 
berbangsa-bangsa dan bergolongan-golongan supaya kamu sekalian 
berkenal-kenalan. Sesungguhnya yang termulia pada Hadirat Allah itu ialah kamu 
yang terlebih takwa (bakti) kepada-Nya. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui 
lagi Bijaksana." (QS al-Hujurat: 13).
"Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang 
yang tidak memerangi kamu lantaran agama kamu dan tidak mengusir (mengeluarkan) 
kamu dari negeri kamu. Sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang berlaku 
adil." (QS al-Mumtahanah).
Semua itu bukan angan-angan, melainkan suatu kenyataan yang telah dipraktikkan 
oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, antara lain dengan dibolehkannya 
orang Islam kawin dengan perempuan yang beragama lain (ahli kitab) dengan 
memberikan kemerdekaan kepada perempuan tersebut di dalam agamanya.
Sesungguhnya persaudaraan dengan perasaan keagamaan telah mendahului 
persaudaraan antara bangsa-bangsa yang ada di dunia. Maka, sekiranya 
persaudaraan (antara agama-agama) itu yang kita inginkan, baiklah kita semua 
kembali kepada perasaan keagamaan ini. Dengan kekuasaan perasaan keagamaanlah 
dasar tolong-menolong dan persaudaraan akan dapat dihidupkan, sebab di semua 
agama ada dasar yang kuat untuk menegakkan amal kebaikan dan menjadikan setiap 
individu bangsa Indonesia berjasa dalam menegakkan negaranya serta bergaul 
bersama saudara-saudaranya dengan baik. Kecintaan persaudaraan semacam itulah 
yang disukai oleh Tuhan Yang Mahaesa, Yang Maha Bijaksana, Yang Menghidupkan 
dan Yang Mematikan, Yang Menjadikan Tanah Air kita Indonesia dan alam semesta, 
serta Yang akan Membangkitkan hidup sesudah mati dengan kehidupan yang baik 
bagi yang berbuat baik.
Baiklah diketahui bahwa bahaya yang mengancam kemanusiaan dan keadilan itu 
tidak akan datang dari perbedaan agama dan adanya bermacam-macam agama, tetapi 
dari ingkar akan agama atau jihad yang hanya mementingkan atau menyembah 
kebendaan serta mengejek dan merendahkan ajaran agama.
Semua ahli agama, dari agama apa pun, harus selalu mengusahakan tercapainya dua 
tujuan sebagai berikut:
Menghilangkan hal-hal yang melemahkan pengaruh keagamaan yang dapat merapatkan 
persaudaraan bangsa. Dalam hal ini, manusia terbagi menjadi dua. Pertama, orang 
yang kuat imannya dan dengan imannya itu ia kuat menahan dan menolak berbagai 
kejahatan. Kedua, orang yang lemah imannya atau orang yang keras dan gersang 
hatinya. Sebab-sebabnya ialah adanya pertentangan antara paham agama dan paham 
ilmu pengetahuan kebendaan, atau disebabkan keluarnya filsafat tujuan hidup ke 
arah yang terlalu jauh dari agama. Perlawanan dari ahli agama dengan cara yang 
kurang tepat menyebabkan pula makin dalamnya jurang perpecahan antara kedua 
belah pihak. Oleh sebab itu, semua ahli agama wajib bekerjasama dalam 
menguatkan hidupnya perasaan keagamaan, sehingga dapat mengisi jiwa mereka 
dengan rasa hormat kepada Allah dan kasih kepada hamba-hamba-Nya. Dan wajib 
berusaha meninggalkan kehormatan kedudukan agama dalam masyarakat dalam 
menghadapi arus kemajuan akal dan kemerdekaan pikiran. Dengan
 naiknya kehormatan kedudukan agama, maka nilai kemanusiaan dan keadilan akan 
terpelihara dari ancaman.
Menjadikan agama sebagai suatu peraturan yang mendidik masyarakat dan budi 
pekerti yang utama sebagai undang-undang yang berlaku, sehingga ajaran itu 
membekas di dalam kehidupan masyarakat.
Dengan tercapainya kedua tujuan di atas pelanggaran terhadap kemanusiaan dan 
keadilan akan berkurang dan persaudaraan kita akan berdekatan.
Untuk lebih menguatkan persahabatan para ahli agama, baiklah senantiasa diingat 
bahwa kita senantiasa berhadapan dengan 'kepalsuan' atas nama "peradaban", 
"ketertiban", dan "kemerdekaan". Padahal sebenarnya adalah nafsu buas yang 
senantiasa hendak melanggar perikemanusiaan dan merusak kehalusan perasaan. 
Para ahli agama sering lengah atau khilaf dalam hal ini. Namun, tampaknya Tuhan 
Allah Yang Mahaesa tidak membiarkan kebiasaan buruk ini menjadi berlarut-larut, 
khususnya bagi bangsa Indonesia. Buktinya, semangat keagamaan dan semangat para 
ahli agama di negeri kita ini masih ada, sehingga masih amat besar harapan akan 
tercapainya segala maksud kita yang suci. Kita yakin bahwa persatuan tentu akan 
tercapai secara bulat, sehingga musuh tidak akan dapat mencari retak yang akan 
dimasukinya untuk memecah belah bangsa kita.

  http://groups.yahoo.com/group/Santriwati_Jambi/join
   

                
---------------------------------
Sekarang dengan penyimpanan 1GB
 http://id.mail.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke