Kiat 7: Ketika Bicara 

Manusia tidak bisa menghindar dari berbicara, dan bahkan cara 
berbicara manusia akan mencerminkan kualitas intelektualitas dan 
lingkungan dirinya. Agama Islam mengajarkan tatakrama berbicara 
sebagai berikut:

1. Pembicaraan hendaknya mengarah kepada kebaikan, karena Rasulullah 
bersabda:  Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, 
hendaknya ia berkata yang baik-baik, atau berdiam diri saja. (H. 
Muttafaq `alaih)

2. Menjauhkan diri dari pembicaraan yang bathil. Hadis riwayat 
Abdullah bin Mas`ud menyebutkan bahwa manusia yang paling besar 
dosanya di hari kiamat ialah orang yang paling banyak bicaranya soal 
kebatilan. 

3. Meskipun berada di pihak yang benar, hendaknya tetap menghindari 
pertengkaran. Rasulullah pernah bersabda: Aku adalah pemimpin suatu 
rumahtangga di taman sorga yang diperuntukkan bagi orang-orang yang 
menghindari pertengkaran meski berada di pihak yang benar. (Sahih al 
Jami`, 1477)

4. Menjauhi pembicaraan yang berlebihan. Rasulullah pernah bersabda: 
Bahwa orang yang paling aku benci dan paling jauh tempatnya dariku 
nanti di hari kiamat adalah orang yang suka bicara banyak, yang suka 
membuat-buat dan yang pembicaraannya penuh kesombongan. (Silsilah 
sahihah, 791)

5. Memperhatikan pembicaraan lawan bicara, tidak memotong pembicaraan 
orang, tidak mendengar sambil main-main dan tidak mengalihkan 
perhatiannya ke hal lain. Ketika haji wada` Rasulullah pernah 
berkata: Tolong, orang-orang supaya diam mendengarkan (kata-kataku). 
(H. Muttafaq `alaih)

6. Menjauhi kata-kata yang sifatnya menghujat dan menjelek-jelekkan 
orang lain, karena hal itu akan mendatangkan banyak mudlarat. Firman 
Allah, Artinya: Janganlah sebagian kamu mengupat sebagian yang 
lainnya, apakah salah seorang diantaramu sudi memakan daging 
saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian jijik memakannya. (al 
Hujurat: 12)

Menurut Abu Hurairah, Rasulullah pernah menyebutkan bahwa; mengumpat 
(ghibah) itu menyebut sesuatu pada orang lain yang ia tahu bahwa apa 
yang disebutkan itu pasti tidak disukai oleh orang yang diceriterakan 
itu. Jika yang dikatakan itu benar, kata Rasulullah, hal itu disebut 
ghibah, jika tidak benar berarti dusta. (HR. Muslim)

7. Menjauhi pembicaraan yang berakibat adu domba atau memecah belah 
(namimah), yakni menyebarkan kebohongan, kebencian dan fitnah antara 
sesama manusia. Rasulullah pernah bersabda: Tidak akan masuk sorga 
tukang pemecah belah manusia. (HR.Muslim)

8. Tidak menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya, tidak pula 
menceriterakan rahasia orang lain tanpa seizin yang mempunyai 
rahasia. Rasulullah pernah bersabda: Cukup seseorang dipandang 
sebagai pembohong jika ia menceriterakan segala apa yang didengarnya. 
(HR. Muslim)

Allah berfirman: Artinya: Tidak ada yang ke luar dari ucapan 
seseorang melainkan dicatat oleh malaikat Raqib dan Atid. (Q/s.Qaf: 
18)

9. Apabila merasa perlu untuk mengkoreksi kesalahan orang lain, maka 
hendaklah dilakukan dengan bijaksana dan kasih sayang, tidak dengan 
emosionil, tidak konfrontatif, tidak meremehkannya atau 
membohonginya. Bersikaplah proporsionil, tidak main-main ketika ia 
harus serius, dan tidak tertawa-tawa ketika harus berduka cita. 

Wassalam,
agussyafii
http://mubarok-institute.blogspot.com



Kirim email ke