jazakalLaah ya akhiy, benar sekali. Masyarakat kita terlalu memfonis sebuah
toleransi yang berlebih-lebihan. Padahal mereka bukan lagi tidak
mengindahkan kebaikan kita bahkan mereka membenci kita yang ahlusSunnah.
Hezbollah menjadikan Israel sebagai icon musuh terbesar ummat Islam,
sayangnya keberanian mereka dilakukan diatas penderitaan kaum ahlusSunnah,
sedangkan kaumnya (syiah-rafidhah) tak tersentuh bercak api sedikitpun,
karena Hezbollah menjadikan daerah ahlusSunnah sebagai ladang pertempuran
dengan Israel, apa ini yang dinamakan toleransi?

Kemudian bantuan makanan dan obat-obatan dari donator (termasuk didalamnya
timur tengah) disikat habis kaum Hezbollah sementara sipil ahlusSunnah
lagi-lagi menjadi biang pambantaian, apa ini yang dinamakan toleransi?

Lalu dengan serta merta kita ikut membenci para ulama timur tengah yang
"diam" dengan kejadian itu, padahal mereka adalah guru besar kita, fitnah
terus menerus bergulir dan diarahkan kepada mereka hafhidhahumulLaah,
tidakkah kita malu dengan status keislaman kita yang katanya ingin menjadi
kaum yang selamat, kenapa mesti terbawa isyu yang menyesatkan?. Bahkan andai
saja sedikit kita mempelajari tentang syiah, maka kebencian akan tersirat
dalam hati kita karena  perbedaan jauh sekali akan mencuat tatkala kita tahu
siapa mereka. Makanya, carilah sebuah kebenaran berita sebelum kita
ikut-ikutan seperti burung beo yang diajari apapun maka akan mengikutinya.
Tegakkanlah bahwa yang benar itu benar sehingga kita akan mengikutinya, dan
tegakkanlah bahwa yang salah itu salah sehingga kita akan menjauhinya.
WalLaahu a'lamu.

 

From: Muhammad Haryo
Sent: Tuesday, April 24, 2007 5:10 AM
Subject: Re: Ulama dan Kekuasaan

 

Contohnya ketika Hizbullah berperang melawan Israel,

akhi, itu bukan karena mereka ulama ketiak raja, tapi karena hizbullah =
syi'ah.

syiah bukan Islam, sama dengn ahmadiyyah, sama dengan isa bugis, sama dengan
lia eden, mereka bukan Islam. Tapi agama sendiri.

silakan antum download ttg syiah di sini ::

http://anc.zendurl.com/files/index.php?dir=%40studi_jamaah_%26_sekte/
<http://anc.zendurl.com/files/index.php?dir=%40studi_jamaah_%26_sekte/&file=
Syi%27ah%20%28Rafidhah%29.zip> &file=Syi%27ah%20%28Rafidhah%29.zip

-- 
Muhammad Haryo
http://anc.zendurl.com
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Jika email ini masuk folder spam/ bulk/ junk, harap tandai sebagai NOT spam/
bulk/ junk
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~

On 4/23/07, A Nizami <[EMAIL PROTECTED] <mailto:nizaminz%40yahoo.com> >
wrote:
>
> Assalamu'alaikum wr wb,
> Sering ketika Pemilu para calon pemimpin/wakil rakyat
> mengunjungi para ulama di beberapa pesantren. Para
> calon tersebut memberi berbagai sumbangan dengan
> harapan para ulama dan santrinya mendukung mereka.
> Ini sering kita lihat di TV.
>
> Di negara-negara lain juga begitu. Bahkan di Timur
> Tengah sebagian ulama digaji oleh kerajaan. Meski
> mungkin masih ada yang lurus, ada juga yang memberi
> fatwa sesuai dengan kehendak raja.
>
> Contohnya ketika Hizbullah berperang melawan Israel,
> segera ulama macam tersebut berfatwa haram membantu
> Hizbullah yang notabene Muslim. Padahal saat itu
> mereka berjihad melawan Yahudi yang dalam surat Al
> Fatihah disebut "Al Maghdub" (Yang dimurkai Allah).
>
> Oleh karena itu, meski kita harus meluruskan aqidah,
> kita juga harus hati-hati terhadap ulama yang digaji
> oleh para Raja. Terlebih jika para raja tersebut
> bersahabat dengan orang kafir seperti Amerika dan
> membiarkan tentara Amerika berada di negara Arab.
>
> Wassalam
>
> ==
> http://kisahislam.com/index2.php?option=com_content
<http://kisahislam.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=159.>
&do_pdf=1&id=159.
> Abu Dawud berkata: "itu yang pertama, lalu apa yang
> kedua?" Amir menjawab: "Hendaknya anda mau mengajarkan
> sunan kepada anak-anakku." "Yang ketiga?" tanya Abu
> Dawud. "Hendaklah anda membuat majlis tersendiri untuk
> mengajarkan hadits kepada keluarga khalifah, sebab
> mereka enggan duduk bersama orang umum." Abu Dawud
> menjawab: "Permintaan ketiga tidak bisa kukabulkan.
> Sebab derajat manusia itu, baik pejabat terhormat
> maupun rakyat
> jelata, dalam menuntut ilmu dipandang sama." Ibnu
> Jabir menjelaskan: "Sejak itu putra-putra khalifah
> menghadiri majlis
> taklim, duduk bersama orang umum, dengan diberi tirai
> pemisah".
> Begitulah seharusnya, ulama tidak mendatangi raja atau
> penguasa, tetapi merekalah yang harus mengunjungi ulama.
>





[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to