Berikut dari eramuslim.com, semoga membantu...

Rukun Jual Beli dan yang Boleh Diperjualbelikan Dalam Syariah Sabtu, 17 Mar 07 
13:38 WIB


Assalaamu`alaykum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
 Semoga ustad selalu dalam lindungan Allah SWT, 
 Begini ustad, saya sebagai muslim merasa sangat minim ilmu saya, terutama di 
bidang hukum dagang dan jual beli secara syariah. Secara sederhana, saya mohon 
ustadz jelaskan tentang rukun atau pokok-pokok sebuah transaksi jual beli.
 Kemudian saya juga mohon kesediaan ustadz untuk menerangkan tentangsyarat apa 
saja yang harus dipenuhi agar suatu benda itu boleh diperjual-belikan?
 Terima kasih sebelumnya ustadz, 
 Wassalam
 Wassalam
Putri
palpal at eramuslim.com 
  Jawaban Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
 Sebuah transaksi jual beli membutuhkan adanya rukun sebagai penegaknya. Dan 
rukunnya ada tiga perkara, yaitu: [1] Adanya pelaku yaitu penjual dan pembeli 
yang memenuhi syarat, [2] Adanya akad/ transaksi [3] Adanya barang/ jasa yang 
diperjual-belikan.
 1. Adanya Penjual dan Pembeli 
 Penjual dan pembeli yang memenuhi syarat adalah mereka yang telah memenuhi 
ahliyah untuk boleh melakukan transaksi muamalah. Dan ahliyah itu berupa keadan 
pelaku yang harus berakal dan baligh.
 Maka jual beli tidak memenuhi rukunnya bila dilakukan oleh penjual atau 
pembeli yang gila atau tidak waras. Demikian juga bila salah satu dari mereka 
termasuk orang yang kurang akalnya (idiot).
 Demikian juga jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh tidak 
sah, kecuali bila yang diperjual-belikan hanyalah benda-benda yang nilainya 
sangat kecil. Namun bila seizin atau sepengetahuan orang tuanya atau orang 
dewasa, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil hukumnya sah.
 Sebagaimana dibolehkan jual beli dengan bantuan anak kecil sebagai utusan, 
tapi bukan sebagai penentu jual beli. Misalnya, seorang ayah meminta anaknya 
untuk membelikan suatu benda di sebuah toko, jual beli itu sah karena pada 
dasarnya yang menjadi pembeli adalah ayahnya. Sedangkan posisi anak saat itu 
hanyalah utusan atau suruhan saja.
 2. Adanya Akad 
 Penjual dan pembeli melakukan akad kesepakatan untuk bertukar dalam jual beli. 
Akad itu seperti: Aku jual barang ini kepada anda dengan harga Rp 
10.000&quot.lalu pembeli menjawab, "Aku terima."
 Sebagian ulama mengatakan bahwa akad itu harus dengan lafadz yang diucapkan. 
Kecuali bila barang yang diperjual-belikan termasuk barang yang rendah 
nilainya. Namun ulama lain membolehkan akad jual beli dengan sistem mu'athaah, 
yaitu kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk bertransaksi tanpa 
mengucapkan lafadz.
 3. Adanya Barang/ Jasa Yang Diperjual-belikan 
 Rukun yang ketiga adalah adanya barang atau jasa yang diperjual-belikan. Para 
ulama menetapkan bahwa barang yang diperjual belikan itu harus memenuhi syarat 
tertentu agar boleh dilakukan akad. Agar jual beli menjadi sah secara syariah, 
maka barang yang diperjual-belikan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:
 a. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Suci 
 Benda-benda najis bukan hanya tidak boleh diperjual-belikan, tetapi juga tidak 
sah untuk diperjual-belikan. Seperti bangkai, darah, daging babi, khamar, 
nanah, kotoran manusia, kotoran hewan dan lainnya. Dasarnya adalah sabda 
Rasulullah SAW:
 وَعَنْ 
جَابِرِ بْنِ 
عَبْدِ 
اَللَّهِ 
-رَضِيَ 
اَللَّهُ 
عَنْهُمَا-; 
أَنَّهُ 
سَمِعَ 
رَسُولَ 
اَللَّهِ 
يَقُولُ 
عَامَ 
اَلْفَتْحِ, 
وَهُوَ 
بِمَكَّةَ: 
إِنَّ 
اَللَّهَ
 وَرَسُولَهُ 
حَرَّمَ 
بَيْعَ 
اَلْخَمْرِ, 
وَالْمَيْتَةِ,
 
وَالْخِنْزِيرِ,
 
وَالْأَصْنَامِ
 Dari Jabir Ibnu Abdullah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda di 
Makkah pada tahun penaklukan kota itu: ”Sesungguhnya Allah melarang jual beli 
minuman keras, bangkai, babi, dan berhala”. (HR Muttafaq Alaih)
 Bank Darah Darah yang dibutuhkan oleh pasien di rumah sakit tidak boleh 
didapat dari jual-beli. Karena itu Palang Merah Indonesia (PMI) telah 
menegaskan bahwa bank darah yang mereka miliki bukan didapat dari membeli. 
Lembaga itu pun tidak melakukan penjualan darah untuk pasien.
 Kalau ada pembayaran, bukan termasuk kategori memperjual-belikan darah, 
melainkan biaya untuk memproses pengumpulan darah dari para donor, penyimpanan, 
pengemasan dan juga tentunya biaya-biaya lain yang dibutuhkan. Namun secara 
akad, tidak terjadi jual beli darah, karena hukumnya haram.
 Kotoran Ternak 
 Demikian juga dengan kotoran ternak yang oleh umumnya ulama dikatakan najis, 
hukumnya tidak boleh diperjual-belikan. Padahal kotoran itu sangat berguna bagi 
para petani untuk menyuburkan tanah mereka. Untuk itu mereka tidak melakukan 
jual-beli kotoran ternak. Kotoran itu hanya diberikan saja bukan dengan akad 
jual-beli. Pihak petani hanya menanggung biaya penampungan kotoran, 
pengumpulan, pembersihan, pengangkutannya. Biaya untuk semua itu bukan harga 
kotoran hewan, sehingga tidak termasuk jual beli.
 b. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Punya Manfaat 
 Yang dimaksud dengan barang harus punya manfaat adalah bahwa barang itu tidak 
bersungsi sebaliknya. Barang itu tidak memberikan madharat atau sesuatu yang 
membahayakan atau merugikan manusia.
 Oleh karena itu para ulama As-Syafi'i menolak jual beli hewan yang 
membahayakan dan tidak memberi manfaat, seperti kalajengking, ular atau semut. 
Demikian juga dengan singa, srigala, macan, burung gagak.
 Mereka juga mengharamkan benda-benda yang disebut dengan alatul-lahwi yang 
memalingkan orang dari zikrullah, seperti alat musik. Dengan syarat bila 
setelah dirusak tidak bisa memberikan manfaat apapun, maka jual beli alat musik 
itu batil. Karena alat musik itu termasuk kategori benda yang tidak bermanfaat 
dalam pandangan mereka.Dan tidak ada yang memanfatkan alat musik kecuali ahli 
maksiat. Seperti tambur, seruling, rebab dan lainnya. (Lihat Kifayatul Akhyar 
jilid 1 halaman 236).
 c. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Dimiliki Oleh Penjualnya 
 Tidak sah berjual-beli dengan selain pemilik langsung suatu benda, kecuali 
orang tersebut menjadi wali (wilayah) atau wakil. Yang dimaksud menjadi wali 
(wilayah) adalahbila benda itu dimiliki oleh seorang anak kecil, baik yatim 
atau bukan, maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak 
itu.
 Sedangkan yang dimaksud dengan wakil adalah seseorang yang mendapat mandat 
dari pemilik barang untuk menjualkannya kepada pihak lain. Dalam prakteknya, 
makelar bisa termasuk kelompok ini. Demikian juga pemilik toko yang menjual 
barang secara konsinyasi, di mana barang yang ada di tokonya bukan miliknya, 
maka posisinya adalah sebagai wakil dari pemilik barang.
 Adapun transaksi dengan penjual yang bukan wali atau wakil, maka transaksi itu 
batil, karena pada hakikatnya dia bukan pemilik barang yang berhak untuk 
menjual barang itu. Dalilnya adalah sebagai berikut:
 Tidak sah sebuah talak itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak untuk 
mentalak. Tidak sah sebuah pembebasan budak itu kecuali dilakukan oleh yang 
memiliki hak untuk membebaskan. Tidak sah sebuah penjualan itu kecuali 
dilakukan oleh yang memiliki hak untuk menjual. Tidak sah sebuah penunaian 
nadzar itu kecuali dilakukan oleh yang memiliki hak berkewajiban atasnya. (HR 
Tirmizi - Hadits hasan)
 Namun Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan lewat banyak 
jalur sehingga derajatnya naik dari hasan menjadi hadits shahih.
 Dalam pendapat qadimnya, Al-Imam Asy-syafi'i membolehkan jual beli yang 
dilakukan oleh bukan pemiliknya, teapi hukumnya mauquf. Karena akan 
dikembalikan kepada persetujuan pemilik aslinya. Misalnya, sebuah akad jual 
beli dilakukan oleh bukan pemilik asli, seperti wali atau wakil, kemudian 
pemilik asli barang itu ternyata tidak setuju, maka jual beli itu menjadi batal 
dengan sendirinya. Tapi bila setuju, maka jual-beli itu sudah dianggap sah. 
Dalilnya adalah hadits berikut ini:
 'Urwah ra berkata, "Rasulullah SAW memberi aku uang 1 Dinar untuk membeli 
untuk beliau seekor kambing. Namun aku belikan untuknya 2 ekor kambing. Lalu 
salah satunya aku jual dengan harga 1 Dinar. Lalu aku menghadap Rasulullah SAW 
dengan seekor kambing dan uang 1 Dinar sambil aku ceritakan kisahku. Beliau pun 
bersabda, "Semoga Allah memberkatimu dalam perjanjianmu." (HR Tirmizi dengan 
sanad yang shahih).
 d. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Harus Bisa Diserahkan 
 Maka menjual unta yang hilang termasuk akad yang tidak sah, karena tidak jelas 
apakah unta masih bisa ditemukan atau tidak. Demikian juga tidak sah menjual 
burung-burung yang terbang di alam bebas yang tidak bisa diserahkan, baik 
secara pisik maupun secara hukum. Demikian juga ikan-ikan yang berenang bebas 
di laut, tidak sah diperjual-belikan, kecuali setelah ditangkap atau bisa 
dipastikan penyerahannya.
 Para ahli fiqih di masa lalu mengatakan bahwa tidak sah menjual setengah 
bagian dari pedang, karena tidak bisa diserahkan kecuali dengan jalan merusak 
pedang itu.
 e. Barang Yang Diperjualbelikan Harus Diketahui Keadaannya 
 Barang yang tidak diketahui keadaanya, tidak sah untuk diperjual-belikan, 
kecuali setelah kedua belah pihak mengetahuinya. Baik dari segi kuantitasnya 
maupun dari segi kualitasnya.
 Dari segi kualitasnya, barang itu harus dilihat oleh penjual dan pembeli 
sebelum akad jual beli dilakukan. Agar tidak membeli kucing dalam karung. Dari 
segi kuantitas, barang itu harus bisa dtetapkan ukurannya. Baik beratnya, atau 
panjangnya, atau volumenya atau pun ukuran-ukuran lainnya yang dikenal di 
masanya.
 Dalam jual beli rumah, disyaratkan agar pembeli melihat dulu kondisi rumah itu 
baik dari dalam maupun dari luar. Demikian pula dengan kendaraan bermotor, 
disyaratkan untuk dilakukan peninjauan, baik berupa pengujian atau jaminan 
kesamaan dengan spesifikasi yang diberikan.
 Di masa modern dan dunia industri, umumnya barang yang dijual sudah dikemas 
dan disegel sejak dari pabrik. Tujuannya antara lain agar terjamin barang itu 
tidak rusak dan dijamin keasliannya. Cara ini tidak menghalangi terpenuhinya 
syarat-syarat jual beli. Sehingga untuk mengetahui keadaan suatu produk yang 
seperti ini bisa dipenuhi dengan beberapa tehnik, misalnya:
 
   Dengan membuat daftar spesifikasi barang secara lengkap. Misalnya tertera di 
brosur atau kemasan tentang data-data produk secara rinci. Seperti ukuran, 
berat, fasilitas, daya, konsumsi listrik dan lainnya.
   Dengan membuka bungkus contoh barang yang bisa dilakukan demo atasnya, 
seperti umumnya sample barang.
   Garansi yang memastikan pembeli terpuaskan bila mengalami masalah.
 Wassaamu 'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh, 
 Ahmad Sarwat, Lc


General Affairs <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                  
gimana sich hukum akad dalam jual beli. kalo di kampung saya apabila kita 
membeli barang selalu ada akan dengan ucapan saya beli barang ini seharga 
sekian dan penjual menjawab saya jual. tapi di daerah lain jarang saya temukan 
hal ini
 
 [Non-text portions of this message have been removed]
 
 
     
                       

       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke