Kalau bicara sepeda dan sepeda motor, sebenarnya ada lagi yg ditengah2nya yaitu sepeda yg bisa jadi motor. Designnya sederhana aja sih, sepeda biasa yg bisa ditempeli motor kecil jadi kalau mau cepat bisa dioperasikan motornya , tapi kalau mau sehat bisa dikayuh sepedanya. Kalau nggak salah yg pertama membuat sepeda banci ini adalah Belanda , tapi sekarang RRT juga membuatnya. Lumayan juga buat membuka lap kerja baru di Indonesia karena nggak susah bikinnya , minimal Honda Motor bisa tuh selain memproduksi sepeda dan sepeda motor,juga memproduksi sepeda banci ini.
Salam , martin - indiana ----- Original Message ---- From: mulyadi stephanus <[EMAIL PROTECTED]> To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com Sent: Saturday, October 7, 2006 2:41:24 AM Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] RE: Ramai-ramai Beralih ke Sepeda Motor Lebih baik lagi kalau beralih ke sepeda saja, tanpa motor. lebih murah, hemat bahan bakar, lebih sehat, tidak menyebabkan polusi, bahkan kemacetan pun bisa dikurangi. pengendara sepeda juga bisa bikin komunitas. dulu di Yagya pernah ada komunitas Sepeda Onthel.Keren banget. Bagaimana teman-teman? Salam Mulyadi Agus Hamonangan <agushamonangan@ yahoo.co. id> schrieb: Oleh Hermas E Prabowo http://www.kompas. co.id/kompas- cetak/0610/ 07/utama/ 3008091.htm ============ ========= ========= Seorang ibu muda marah-marah di blog situs Friendster. Senin lalu, Mia Melinda (29), begitu nama wanita itu, gagal mencapai kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, akibat mobilnya terjebak macet selama dua jam tak jauh dari rumahnya di Condet, Jakarta Timur. Ibu satu anak berusia dua tahun itu pun memutuskan tidak ngantor hari itu. Mana (telepon seluler) habis baterai lagi. Jadi enggak bisa koordinasi dengan suami atau teman-teman, " tulis Mia di blog itu dengan nada kesal. Untung, Senin pagi itu papi-nya (suami) masih di rumah. Ia lalu minta diantar suami naik motor. Akhirnya ia tetap ngantor meski bisa dipastikan telat. Dalam percakapan, Jumat (6/10) malam, Mia mengungkapkan bahwa kemacetan di Jakarta sudah parah. Kondisi lalu lintas yang macet tak jarang membuat dia merasa berat hati ketika berangkat ke kantor. "Parno (paranoid) gue sama keadaan stuck (macet total) di mobil," katanya. Yah, bagi sebagian besar warga Jakarta dan sekitarnya berangkat ke kantor naik mobil pribadi memang tak ubahnya masuk lorong penderitaan. Kemacetan ada di mana-mana. Tak peduli jalan protokol, arteri, tol, bahkan jalan tikus sekalipun. Makin menggila lagi ketika proyek pembangunan jalur bus khusus (busway) koridor IV, V, VI, dan VII serentak dikerjakan dalam beberapa bulan ini. Belum lagi kemacetan akibat pembangunan monorel yang terbengkalai, underpass, dan flyover. Ketika Senen lalu Condet macet total, misalnya, itu tak lain karena sedang dilakukan pembangunan lajur khusus bus di Jalan Raya Bogor dan Jalan Warung Buncit. Ramai-ramai pindah motor Tak tahan menghadapi siksaan akibat macet, sebagian warga Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi kini ramai-ramai beralih ke sepeda motor. Akibatnya, Jakarta kini kebanjiran si kuda besi campur plastik/fiber. Di sejumlah kantor, kini bahkan bermunculan komunitas (pengendara) sepeda motor Mereka membangun komunitas bukan lantaran sesama pehobi sepeda motor sejenis dari merek yang sama, tetapi lebih karena perasaan senasib sependeritaan. BONDs atau Bikers of NISP Djakarta, misalnya, adalah komunitas para pengendara motor yang sebelumnya naik mobil pribadi. Anggotanya karyawan Bank NISP. "Kami di sini senasib, sama-sama beralih naik motor. Motornya bermacam-macam merek," ungkap Hananto Priyambodo, Ketua BONDs. Sesungguhnya, "eksodus" dari mobil pribadi ke motor dipengaruhi tiga hal, yaitu kenaikan harga BBM, kemacetan jalan di Jakarta yang sudah keterlaluan, serta mudahnya orang memiliki motor. "Kami (dia dan istri) sepakat menggunakan mobil untuk acara rekreasi atau belanja bulanan di mal. Selebihnya masuk garasi," kata Reynold Ronata (29), warga Jalan Basuki RT 06 RW 06 Cilangkap, Jakarta Timur. Karyawan Bank NISP yang berkantor di Kuningan ini setiap pagi harus mengantarkan istrinya yang berkantor di Kramat, Senen, Jakarta Pusat. Berangkat pukul 06.30, tiba di kantornya sekitar pukul 08.00. Ketika naik mobil sebelum kenaikan BBM, tiap minggu dia harus mengeluarkan dana untuk membeli bensin Rp 75.000-Rp 100.000. Belum termasuk tiket tol. Dengan harga premium per liter Rp 4.500 sekarang, tiap bulan biaya transportasinya membengkak drastis. "Selain memang lebih fleksibel, bawa motor bisa ke mana-mana," ungkap ayah satu anak usia 1 tahun 8 bulan ini. Besarnya biaya kebutuhan putra pertamanya dan biaya angsuran rumah yang ia tempati membuat Reynold memilih naik motor. Istrinya juga tidak keberatan karena prioritas mereka memang memiliki rumah. Sedangkan anaknya sepenuhnya dipercayakan pada pangasuh sekaligus pekerja rumah tangga. Muhammad Muflih (33) yang juga karyawan bank swasta juga turun kelas" dari mobil ke motor. Ayah satu anak ini punya rumah di Bekasi, Jawa Barat. Hanya saja rumah itu dia kontrakkan. Bersama anak-istrinya dia sekarang mengontrak rumah di Duren Sawit, Jakarta Timur. "Waktu di Bekasi dulu sampai di rumah jam 21.00, berangkat harus pagi-pagi," katanya. Sebelum kemacetan di Jakarta menggila dan harga bensin melonjak tinggi, Muflih biasa bekerja naik mobil Holden kesayangannya. Meski boros, satu liter premium untul enam kilometer, Muflih enjoy saja. Apalagi ia tergabung dalam club Holden. Tapi sekarang, ia setiap pagi ngantar istrinya ke Cempaka Mas, baru kemudian ke kantor. Bahkan ke sekretariat klub pun ia dan teman- temannya banyak yang naik motor. Aneh kan, klub Holden tapi naik motor ke sekretariat? Hananto lebih nekat lagi. Dia berangkat ke kantor dari rumah naik motor bersama istrinya lengkap dengan pakaian kerjanya yang diseterika licin, plus berdasi. Herman, karyawan sebuah perusahaan besar di Slipi, juga sudah beberapa bulan menyimpan mobil Daihatsu Charadenya di rumah. "Kantung jebol kalau bawa mobil," kelakarnya. Solusi individu Banyaknya warga berpindah transportasi dari mobil ke motor itu merupakan dampak dari lambannya pemerintah mengantisipasi persoalan transportasi. Kepala Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI) Ellen SW Tangkudung mengatakan, bisa dibilang pemerintah lambat 10 tahun. Penelitian sementara yang dia lakukan menunjukkan, sekitar 40 persen warga Jakarta dan sekitarnya beralih naik motor. Jumlah motor di Jadetabek sendiri tahun 2005 lalu mencapai 4,5 juta. Harga sepeda motor dan kemudahan kredit merupakan salah satu penyebab makin banyaknya motor di jalan-jalan. Bayangkan dengan uang muka Rp 350.000 sampai Rp 500.000 dan angsuran rata-rata Rp 400.000-an orang sudah bisa membawa pulang motor. Proses kreditnya pun cepat. Tak heran kalau sekarang ini hampir semua keluarga bisa punya motor. Tidak sedikit keluarga yang punya dua, tiga, atau bahkan lebih. Sayangnya, banyak keluarga yang tak bijak. Anak-anak kecil dan remaja tanggung yang belum punya SIM pun berkeliaran di jalanan yang ramai sehingga sering terjadi kecelakaan. Banyak remaja tanggung itu tak sepenuhnya paham aturan lalu lintas. Seenaknya ngebut di jalan, main serobot dan tak pakai perhitungan kalau mau mendahului. Serempet sana-serempet sini, tapi terus berlari. Tak peduli pengendara lain senewen dibuatnya. Web: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ Klik: http://mediacare.blogspot.com atau www.mediacare.biz Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/