Hasanuddin Mengaku Terlibat Pemenggalan 3 Siswi Poso

Nurvita Indarini - detikcom

 

Jakarta - Terdakwa Hasanuddin mengaku turut terlibat kasus pemenggalan tiga
siswi di Poso. Bahkan dia mengaku salah satu otak tragedi tersebut.

 

Hal itu disampaikan dia dalam pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat (PN Jakpus), Jalan Gadjah Mada, Jakarta, Rabu (15/11/2006).

 

"Saya mengakui dengan jujur ikut terlibat dalam kasus yang didakwakan, tapi
ada beberapa hal yang tidak benar," kata Hasanuddin di hadapan majelis hakim
yang dipimpin Andriani Nurdin.

 

Menurutnya, hal-hal yang tidak benar antara lain pernyataan dalam dakwaan
yang mengatakan bahwa ide untuk mencari kepala pemeluk agama lain terlontar
dari mulutnya.

 

"Ide kepala untuk hadiah Lebaran itu datangnya dari Ustad Sanusi," ujarnya.

 

Sementara uang yang diberikannya kepada terdakwa lain, Haris, sebesar Rp 500
ribu untuk membeli parang dan tas plastik, bukan dirogoh dari kantongnya,
melainkan dari Ustad Sanusi.

 

"Ustad memang memberikan saya uang pada saat dia bercerita kalau dia pernah
teribat MILF di Filipina," katanya.

 

Namun, imbuh Hasanuddin, dia memang pernah menyampaikan tausiyah kepada
beberapa pelaku pemenggalan. "Saya bilang boleh membunuh, tapi yang seimbang
dan setara dalam perang. Saya tekankan dalam perang. Dan perang itu bukan
dikarenakan balas dendam, tapi karena Allah, tidak boleh
mencincang-cincang," bebernya.

 

Dia juga menyampaikan motif dilakukannya pemenggalan tersebut antara lain,
upaya pembelaan yang belum setimpal karena perlakuan sadis pada umat muslim
di Poso.

 

"Contoh kasus Ponpes Walisongo, banyak orang yang disembelih. Bahkan di
tempat lain ada bayi yang dibantai sampai perutnya terburai dan orangtuanya
dicincang," kata pria 33 tahun itu dengan suara keras.

 

Alasan lain sebagai shock therapy dan peringatan kepada pihak lawan, serta
karena trauma terulangnya lagi kerusuhan Poso Tiga Jilid pada 1998-2001.

 

"Sudah terlalu banyak pembantaian di Poso, tapi ke mana aparat? Mana penegak
hukum? Baru setelah pemenggalan tiga siswi itu Keppres 14/2005 dikeluarkan,
seakan-akan timbul imej pembantaian lebih sadis!" tandasnya.

 

Di akhir eksepsinya, Hasanuddin mengatakan, dia dan para pelaku lainnya
bukan pembunuh bayaran dan tidak mendapatkan keuntungan materi.

 

"Ini memang salah menurut hukum dan agama, saya mengaku khilaf, lalai dan
berjanji tidak akan melakukannya lagi, semoga ini jadi yang terakhir,"
ujarnya.

 

Sementara kuasa hukumnya, Fahmi Bahmid, mengatakan, pemindahan sidang dari
PN Poso ke PN Jakpus adalah bentuk penindasan terhadap Hasanuddin. Hal itu
merupakan bentuk diskriminatif serta tidak sesuai dengan asas cepat dan
biaya murah.

 

"Kasus Andi Ipong dan kawan-kawan juga dipindahkan ke sini, tapi kenapa Tibo
cs dan pelaku bom Bali tidak," tanyanya.

 

Sidang selanjutnya dengan agenda tanggapan dari JPU akan digelar 22 November
2006. (umi/sss)

 

Source :
<http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/11/tgl/15/ti
me/160654/idnews/708502/idkanal/10>
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/11/tgl/15/tim
e/160654/idnews/708502/idkanal/10

 

Kirim email ke