Sebaiknya mas Ambon jgn titip salam sama Tuhan... ntar lantaran dikenal sama
Tuhan lalu di-'sapa' bagaimana? kan repot...
kalau saya pura-pura tidak kenal saja... daripada berabe...

-ay-


On 11/15/06, Ambon <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

   *Katanya Tuhan itu Mahasegala, jadi jelas Tuhan itu juga tahu bercanda.
Anehnya ummatnya sekarang ini suka bikin ribut bakar-bakar kalau ada yang
bercanda tentang Tuhan. Mungkin sekali yang berbuat demikian ini adalah
orang-orang kemasukan roh sang Iblis bin Saytan. Karena orang yang beriman
itu seharusnya mempunyai "sens of humor" dan tidak gampang tersingung dengan
menunjukan semangat membela Tuhan dengan kekerasan. Bukankah kalau Tuhan itu
MahaSegalaKuasa berarti Tuhan tidak perlu dibantu untuk dibela dirinya,
karena sebagai MahaSegalaKuasa berarti sanggup membela dirinya sendiri. Pada
pihak lain para petinggi ilmu surgawi yang menyuruh umatnya mengadakan
aksi-aksi sepihak membela Tuhan, mungkin saja mempunyai maksud terselubung
untuk kepentingan dirinya, yaitu antara lain takut kehilangan posisi di
masyarakat, yang berarti kehilangan rejeki nomplok, atau juga ingin
mendapatkan sesuatu yang lebih lagi dari apa yang diberkati dan
dianugerahkan oleh Tuhan.*
**
*Kapan-kapan kalau saya diberi kesempatan berjumpa dengan Tuhan akan
saya bertanya kepada Tuhan: " Apakah Tuhan tidak berpacaran dengan
malaekat-malaekat cantik yang selalu berada di sekitarNya?" Kalau
Tuhan menjawab dengan menyatakan itu rahasia pribadiNya. Apa yang bisa saya
buat, harus diterima sebagai jawaban. Begitulah intermezzo ku. Oh, bagi yang
duluan sempat bertemu dengan Tuhan tolong sampaikan hormat sebesar-besarnya
dan salam saya kepada Tuhan dengan harapan Tuhan mencatat dan ingat kepada
saya, dengan harapan semoga kelak Tuhan menyediakan waktu untuk bisa
diadakan interview guna ditransmisikan melalui internet kepada sobat-sobat
sekalian.*
**
*Wassalam.  *
**

 ----- Original Message -----
*From:* Jimmy Okberto <[EMAIL PROTECTED]>
*To:* [EMAIL PROTECTED]
*Sent:* Wednesday, November 15, 2006 4:58 AM
*Subject:* [mediacare] TERNYATA TUHAN SUKA BERCANDA (Kesaksian Didik Nini
Twowok)]



  ------------------------------

*From:* [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
y.com]

  Dear All,
Bagus neh.... sebagai bahan renungan aja geto...
hehehehe....

TERNYATA TUHAN SUKA BERCANDA
Kesaksian Didik Nini Twowok



Sosok Didik Nini Thowok adalah sosok yang lekat dengan tarian humoris.
Membawakan karakter perempuan dan gerak-gerak tarian yang " diplesetkan"

Didik selalu berhasil membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal.

Setelah puluhan tahun belajar seni tari dari berbagai daerah, antara lain
Jawa, Sunda, Bali, dan Jepang, kini Didik berhasil memadukan semua gaya
itu menjadi tarian dengan gayanya sendiri yang khas dan humoris. Dengan
kemampuannya itu Didik meraih sukses sebagai penari yang melintas batas
budaya dan negara.

Penampilannya yang selalu mengundang kegembiraan itu tidak hanya dapat
dinikmati di atas panggung tapi juga dalam hidup kesehariannya. Tawa
renyah yang selalu dihadirkannya seolah membuat orang tidak percaya bahwa
iapun pernah menderita. Padahal sebenarnya kehidupan lelaki kelahiran
Temanggung, 13 November 1954 itu tidak tergolong berkelimpahan.

Terlahir sebagai Kwee Tjoen Lian yang kemudian diganti menjadi Kwee Yoe An

karena sakit-sakitan, ia sulung dari lima bersaudara pasangan Kwee Yoe
Tiang dan Suminah. Keluarga besarnya hidup pas-pasan. Ayahnya pedagang
kulit sapi dan kambing yang bangkrut dan kemudian menjadi supir truk.
Ibunya membuka warung kelontong kecil-kecilan. Begitu seret rejeki
keluarga ini sampai-sampai Didik kecil harus ikut bekerja membantu orang
tuanya.

Meski dari segi materi tumbuh dalam keluarga yang berkekurangan tetapi
Didik kecil selalu berkelimpahan dengan kasih sayang. Dalam kesempitan
materi, ia menikmati masa kecilnya dengan bekerja, belajar, dan menonton
berbagai kesenian, ketoprak, ludruk, dan wayang yang akhirnya mengasah
rasa seninya.

Di masa itu, Didik bukan hanya belajar bekerja keras tapi juga belajar
bersabar. Sejak kecil ia memang suka membawakan tarian yang lemah gemulai
seperti perempuan, karena itu ia diejek oleh orang-orang sekitarnya, "
Kamu ini anak laki-laki apaan sih? Kok menarinya seperti perempuan?".
Setiap kali diejek, ia menjadi sangat sedih. Ia hanya bisa diam, tidak
membalas dan tidak mengadu pada orang tuanya. Ia hanya berdoa sambil
menangis, " Tuhan, aku marah tapi aku tidak akan membalasnya. Aku yakin
Kamulah yang akan membalaskannya untukku." Setelah itu, iapun menjadi lega

dan malah lebih semangat berlatih menari. Baru bertahun-tahun kemudian
doanya itu terjawab.

Dari pengalaman hidup, perlahan-lahan iapun memahami bahwa semua hal yang
membuatnya sedih, kemiskinan, dan penghinaan hanyalah cara Tuhan
mengajaknya bercanda. Ia menjadi yakin Tuhan tidak akan membuatnya
sengsara sehingga ia lebih tenang dan pasrah menghadapi berbagai
persoalan. Pemahamannya ini merupakan buah pengasuhan orang tua dan kakek
neneknya yang cukup disiplin. Pendidikan dan kasih sayang mereka
menjadikannya pribadi yang setia dalam doa, tegar, suka bekerja keras, dan

berperasaan halus.

Semasa kuliah di ASTI ( Akademi Seni Tari Indonesia ), ketika Didik mulai
mendapat honor dari pertunjukan dan melatih menari, ia ingin sekali
membeli sepeda motor supaya tidak kelelahan mengayuh sepedanya kesana
kemari . Sejak itu ia betul-betul berhemat. Setelah uangnya terkumpul Rp
200.000, ia sangat gembira, motor yang diidamkan terbayang di depan mata.
Tiba-tiba ia teringat ibunya. Bergegas ia pulang ke Temanggung dan
mendapati perut ibunya membesar karena kanker. Dengan uang Rp 200.000 itu,

ia segera membawa ibunya ke Yogyakarta untuk dioperasi. Operasi itu
berhasil baik dan ibunyapun sehat kembali. Didik sangat bahagia, tak
secuilpun rasa kecewa menghinggapinya karena belum bisa mendapatkan sepeda

motor. Bagi dia kesehatan dan kebahagiaan ibunya diatas segala harta yang
bisa ia punya. Ia memahami, saat itu Tuhan memang hanya mencandainya
karena selang beberapa tahun, Didik bukan hanya bisa membeli sepeda motor
tapi bahkan mobil dan rumah.

Sedari kecil dengan berbagai cara Didik belajar bersyukur dan berdoa. Ia
suka ikut kakeknya yang beragama Konghucu berdoa di kelenteng dan neneknya

yang Kristen ke gereja. Kini ia adalah pengikut Kristen Protestan yang
taat. Ia mengakui bahwa ia adalah laki-laki yang cengeng (mudah menangis)
setiap kali berdoa. Sebenarnya ia ingin sekali rajin ke gereja tapi
kesibukan yang sangat padat membuatnya sering tidak punya kesempatan untuk

melaksanakannya setiap minggu. Untuk itu setiap ada kesempatan ia
mengundang pendeta untuk mengadakan persekutuan doa di rumahnya. Dalam
persekutuan doa itulah ia selalu terharu dan menangis saat memberi
kesaksian akan kebesaran Tuhan yang telah ia alami.

Salah satu kesaksiannya adalah tentang rahasia kesuksesannya. Dengan
mantap ia mengatakan " Ora et Labora ", dalam segala kesibukan saya selalu

berdoa, dimanapun. Setiap kali akan manggung, saya selalu menyediakan
waktu untuk berkonsentrasi, kemudian berdoa Syahadat Para Rasul, Bapa Kami

dan Salam Maria dari buku doa pemberian Suster Leonie, kakak angkat saya.
Tak lupa saya juga selalu mohon restu pada semua guru-guru tari saya yang
telah almarhum.

Selama bertahun-tahun Didik sungguh-sungguh merasakan bahwa doa adalah
kekuatan di balik semua kesuksesannya. Keyakinan ini membuatnya tidak
berani sombong." Saya mengakui, ketika menari seolah-olah ada kekuatan di
luar diri yang ikut menggerakkan dan menghiasi tubuh saya. Saya yakin,
kekuatan saya sendiri tidak akan mampu menyelenggarakannya tetapi kekuatan

itulah yang menjadikan tarian yang saya bawakan terlihat begitu indah dan
memberi kegembiraan bagi banyak orang".

Menurut pengakuannya sudah ada banyak orang yang mengamini hal itu. Mereka

bilang, ketika menonton Didik menari, mereka melihat pancaran aura yang
sama sekali lain dari kesehariannya. Misalnya, dalam suatu pertunjukan
seorang ibu melihat ada burung merpati mengelilingi Didik menari. Setelah
pertunjukan rampung, ia langsung menelepon Didik menyatakan kekagumannya,
" Proficiat, Mas! Tarianmu benar-benar indah, apalagi ada burung
merpatinya ". Kaget juga Didik menerima komentar itu karena sebenarnya ia
sama sekali tidak menggunakan burung merpati dalam tariannya itu.

Dalam suatu perjalanan ke luar negeri, tas Didik yang berisi passport,
uang, kamera, dan dokumen berharga lainnya ketinggalan di kereta api.
Menurut staf KBRI yang dilaporinya tidak ada harapan tas akan kembali.
Tentu saja Didik shock, tidak bisa makan dan tidur, tapi selang 2 hari
setelah kejadian ia ditelepon oleh staf KBRI bahwa tasnya telah ditemukan.

Ajaib juga, setelah diperiksa semua isinya utuh, ini pasti karena buku doa

kumal pemberian Suster Leonie ada di dalamnya, Didik hanya bisa tertawa
bahagia. Lagi-lagi Tuhan mengajaknya bercanda.

Dalam hidup Didik, ada begitu banyak mukjizat yang telah dibuat Tuhan.
Dulu Didik masih berdebar-debar dan menangis sedih setiap kali menghadapi
persoalan, tapi kini ia benar-benar tenang dan pasrah. Bagi Didik, Tuhan
sering kali memberinya hadiah-hadiah yang tak terduga dan membuatnya
bahagia. Pernah pada suatu tur kebudayaan di Eropa, karena perubahan
jadwal yang tak terduga, ia tiba-tiba punya kesempatan berziarah ke
Vatikan dan berdoa di Gereja St. Petrus dengan khusyuk, ia juga sempat ke
Gunung Monserrat untuk mengunjungi Patung Bunda Maria Hitam.

Itulah Didik Nini Thowok yang kesuksesannya tak bisa dilepaskan dari
ketekunannya berdoa. Semakin ia berdoa, semakin ia meyakini bahwa Tuhanlah

satu-satunya kekuatan dalam hidupnya. Dengan demikian, ia tetap tidak
sombong. Didik tetap hidup dengan sederhana di rumahnya yang sederhana di
Jl. Jatimulyo, Yogyakarta, di pinggir sungai yang ditinggalinya sejak
tahun 1980-an.

Kini, setelah semua cita-cita masa kecilnya terwujud, ia hanya ingin
bersyukur dan bersyukur. Untuk itu ia berbagi kebahagiaan dengan
mendirikan yayasan yang menyantuni biaya pendidikan 60 anak. Dan di
usianya yang ke-50, kebahagiaannya semakin lengkap ketika ia boleh
mengasuh seorang bayi laki-laki yang ia beri nama Aditya Awaras
Hadiprayitno, setelah menantikan selama bertahun-tahun.

Menjadi saksi kebesaran Tuhan atas dirinya, ia hanya bisa berkata, " Saya
percaya, kesuksesan dan kebahagiaan saya adalah jawaban Tuhan atas semua
doa-doa saya. Bahkan sekarang tidak ada lagi yang bisa menghina saya
karena menarikan tarian perempuan. Ya, Tuhan memang selalu menguji saya
sampai batas waktu terakhir, sampai-sampai, setiap kali saya berdoa, saya
tidak tahu lagi apakah saya harus menangis atau tertawa. Memang, Tuhan itu

suka bercanda."

Warm Regards
Johanes Chresen N.V
Structural Engineer
PT. Technip Indonesia
--
Eveline Wattimena
karir.com
Gedung S. Widjojo Lt. 2
Jl. Jendral Sudirman 71, Jakarta 12190


  ------------------------------

No virus found in this incoming message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.1.409 / Virus Database: 268.14.5/533 - Release Date: 11/13/2006






--
=============================================================
Perjuangan Melawan Kekuasaan adalah Perjuangan Ingatan Melawan Lupa
-Milan Kundera-
=============================================================

Kirim email ke