GOLA GONG POLIGAMI  KOMUNITAS BACA    
  Aa Gym menikah lagi. Tidak apa. Itu kan hak dia. Soal pro-kontra, itu resiko 
yang harus dia hadapi. Saya setuju dengan apa yang diucapkan Aa Gym di 
koran-koran, ”Kenapa yang poligami dicerca, tapi yang punya teman mesum tidak 
dicerca?”
   
  Saya juga sebetulnya ingin sekali berpoligami. Wanita-wanita yang datang ke 
Rumah Dunia itu cantik-cantik. Muda-muda. Tapi, Tias masih lebih cantik dari 
mereka. Terutama hatinya. Pernah saya ingin menikah lagi, sama Winona Ryder. 
Tapi, ternyat saya nggak sanggup bersaing dengan Johny Depp. Pernah juga saya 
naksir sama Mayangsari, lagi-lagi saya kalah bersaing. BT terlalu berat bagi 
saya. Diam-diam, sebetulnya saya jatuh cinta sama Dian Sastro. Yang ini lebih 
parah. Cintaku bertepuk sebelah tangan. Saya nggak sanggup menyaingi 
kecerdasannya. Dian terlalu cerdas bagi saya. Juga penghasilannya lebih besar 
dari sya. Cantik lagi dia. Saya kan cemburuan. Nggak akan tahan ngelihat dia 
dirubungi kumbang. Bisa-bisa baru kawin 3 bulan, udah cerai lagi. Nggak ah. 
Emangnya gue cowok apaan.
   
  Pernah saya mengutarakan keinginan berpoligami pada istri. Kata Tias, kalau 
Papah mau beristri lagi, boleh-boleh saja. Tapi, Mamah yang milihin. Lalu Tias 
mengajukan janda-janda korban perang di Poso. Waduh, ogah saya. Bukannya 
syahwat say tersakurkan, bisa-bisa stress saya.
   
  Akhirnya, Tias memberikan jalan keluar. Daripada saya punya istri 2, 3, atau 
4, yang nanti bakal pusing ngatur waktu, pikiran, enerji, dan materi, mendingan 
punya komunitas baca dua, tiga, atau empat. "Saya sebagai istri pertama akan 
mengijinkan, ikhlas dunia-akherat, dan siap mengatur uagn belanja dan 
menguragni jatah shoping di mall demi komunitas baca kedua," kata Tias.
   
  Wah, boleh juga. Ini poligami yang sehat dan tidak rawan kecemburuan dari 
istri pertama. Akhirnya, setelah dipikirkan matang-matang, karena proses 
regenerasi di Rumah Dunia berhasil, saya dan istri mengungsi ke Perumahan Citra 
gading, sekitar 3 kilometer sebelah selatan Rumah Dunia. Tepatnya di arah jalan 
raya Cipocok Jaya menuju Petir. Di sana banyak perumahan baru. Ada Puri Seragn 
Hijau, RSS Cilaku, dan bahkan Pusat Pemprov Banten di Curug.
   
  Nah, baca saja jurnal RUMAH BUKU CINTRA GADING di bawah ini.
  Jurnal ini akan terus muncul di BANTEN RAYA POS, setiap Senin.
  Ini adalah jurnal pertama, yang dimuat di edisi Senin, 4 Des 2006
   
  Doakan saya, Tias, Bella, Abi, Odi, Kaka selalu dalam kesehatan.
  Selalalu dalam perlindungan Allah. Amin. Insya Allah.
   
  Tetap semangat.
  Gola Gong
  www.golagong.com
  www.rumahdunia.net
   
   
  [Jurnal #1] RUMAH BUKU CITRA GADING:
  MEMULAI LAGI DARI NOL
   
  Oleh Gola Gong
   
  Jika mendapatkan kenikmatan, maka bersyukurlah. Ketika mendapat musibah, itu 
ujian dari Allah dan bersabarlah. Itulah yang membuat kami ingin memaknai hidup 
ini. Selama di Rumah Dunia, kami banyak mendapatkan kenikmatan. 
Kegiatan-kegiatan sejak 2001 hingga kini lancar. Para donatur silih berganti 
berinfak-sodaqoh; uang atau pun buku. Para relawan dan media partner seperti 
Radar Banten, Banten Raya Post, Suhud Media Promo, Indo.Pos, Top FM, Dimensi 
FM, dan Harmony FM membesarkan Rumah Dunia. Juga dukungan dan doa orang tua, 
masyarakat Hegar Alam, serta kampung Ciloang, Rumah Dunia menggelinding 
mengajak kawula muda Banten menuju generasi baru yang cerdas, kritis, dan 
bernurani. Dengan sastra dan jurnalistik, mereka menjadi lembut dan kritis 
menyikapi persoalan. Dengan teater, musik, rupa, mereka bergembira menghargai 
perbedaan dalam hidup ini.
   
  PINDAH - NOL
  . Dengan buku, kami mencoba membacai sekeliling. Seperti kata para cagub 
Banten dalam visi-misinya, Banten tetinggal karena kebodohan dan kemiskinan. 
Maka kami ingin berbagi waktu dan pikiran memerangi kebodohan. Kami memiliki 
banyak buku untuk memerangi kebodohan.  Embay Mulya Syarif, tokoh masyarakat 
Banten, mengirimi kami SMS, bahwa jihad membangun Banten bisa lewat politik, 
ekonomi, budaya dan seni.
  Maka setelah proses regenerasi di Rumah Dunia lancar, kami pindah ke Komplek 
Citra Gading, Cipocok, menuju arah ke Curug, Petir, 3 kilometer sebelah selatan 
Rumah Dunia. Tidak begitu jauh. Kini Rumah Dunia diurus presidennya; Firman 
Venayaksa (dosen Sastra Untirta) dan para mentrinya; Piter, Ibnu, Bahroji, 
Rizal, Roni, Deden, Qopal, Awi, dan Roy.
  Kami memulai lagi dari nol; mengontrak rumah di Komplek Citra Gading, di 
depan mesjid Jami Baitul Muslimin, persis di jalan utama. Rumah milik Erni dan 
Dodi, di Blok G1/9, tipe 36, dua kamar, dan 1 kamar mandi. Terasa sesak bagi 
keempat anak kami. Berbeda saat mereka berpetualang di Rumah Dunia yang luas. 
Tapi kami mensyukuri nikmat ini, karena banyak orang tidak memiliki tempat 
bernaung.
   
  TERAS - DONGENG
  Di depan rumah ada teras; sisi kiri untuk garasi, dan sisi kananya seluas 2,5 
X 3 m., oleh Mang Maryani, arsitek Rumah Dunia, disulapnya jadi ruang baca. 
Kami beri atap dan kerey. Kami simpan kursi bambu, beberapa kursi anak dari 
kayu jati pemberian Ny. Djoko Munandar, 2 rak buku anak-anak sumbangan 
Zulkiflimansyah (cagub PKS/PSI) dan persediaan Rumah Dunia, serta dari 
perpustakaan pribadi.
  Kami menggoreskan kwas di triplek kecil: Rumah Buku Citra Gading. Warnanya 
kuning dengan lis hitam. Lalu kami mengabari lewat SMS ke Sudiyati (Kepala 
perpusda) Yaya Suhendar (Akuisisi dan Program Perpusda), Wan Anwar (Kajur 
Diksastrasia Untirta), Rahmiana Batubara (Kepala Sekolah SD Peradaban), dan 
Irham (Pusat Konservasi Kawasan Lindung). Anwar beranalogi, ”Gola Gong ini 
bukan pendukung poligami. Jadi, konpensasi dia membuat komunitas baca kedua, 
ketiga, dan seterusnya.” 
  Anwar juga memberi masukan tentang TPA dan Diniyah (sekolah agama) di mesjid 
Jami Baitul Muslimin di depan rumah kami. ”Sebaiknya ’Rumah Buku Citra Gading’ 
menyesuaikan dengan TPA dan Diniyah. Kalau perlu bekerja sama.” Sedangkan Yaya 
Suhendar berjanji akan mengirimkan bantuan buku dari hasil rekor MURI Banten 
Membaca.
  Kami belum seratus persen tinggal di Rumah Buku Citra Gading. Kami harus 
mengurusi bayak hal dengan para relawan di Rumah Dunia. Juga memberesi rumah 
kami yang beralih fungsi jadi kantor ”Jendral Kecil”, ”Gong Media Cakrawala”, 
dan mess para relawan, serta rumah Emak-Bapak di areal Rumah Dunia, yang 
dijadikan ruang-ruang kelas ”Jendral Kecil” dengan konsep multiple 
intelligence. Selain itu, tentu kami harus berpamitan dengan warga Hegar Alam 
dan Ciloang, yang selama ini membantu dan mendukung kami selama ini. 
  Tapi, sejak akhir November ”Rumah Buku Citra Gading” sudah kami titipkan 
kepada tetangga; Ading (pegawai Setda Provinsi Banten) dan istrinya, serta 
keluarga Sihombing, yang membuka bengkel motor di pertigaan Cipocok-Sempu. 
Sejak itu  anak-anak sudah banyak berdatangan ke ”Rumah Buku Citra Gading”. 
Menurut Bu Ading, mereka senang. Begitu juga Bu Osta dan Bu Budi. ”Anak-anak 
kami ingin ada kegiatan seperti di Rumah Dunia,” kata Bu Osta, yang pernah ke 
Rumah Dunia. 
  Tias – istriku, Bella, Abi, Jordi, dan Kaka, juga ikut senang. Kamis siang 
itu (30/11), baru saja kami tiba, muncul serombongan anak-anak usia Sekolah 
Dasar menguluk salam. Ternyata mereka ingin berkunjung. Mereka mengatakan, 
sudah seminggu ini saat kami masih di Rumah Dunia, sering datang.  
  Ada rasa bahagia yang menggelegak melihat mereka memilih-memilih buku yang 
kebanyakan berbahasa Inggris. Tias tergerak melakukan sesuatu untuk mereka. Ini 
seperti deja vu, saat kami merintis Rumah  Dunia pada akhir 2001-an. Hal paling 
awal kami lakukan adalah mendongeng; membacakan buku. Saat Tias menanyakan, 
apakah mereka mau mendengarkan dongeng, mereka langsung mengiyakan. Tias 
mengambil buku cerita pop up (ilustrasi buku dibuat terlipat ke depan saat kita 
buka tiap halamannya, seolah tiga dimensi), berjudul Push in Boots, salah satu 
cerita favoritnya. Tias menghabiskan buku itu, lalu memberi review di akhir 
cerita dengan menanyakan kembali jalan cerita tiap halamannya, disambut dengan 
antusiasme anak-anak. 
  Usai acara baca buku, Tias meminta mereka maju ke depan, saling mengenalkan 
diri. Sama seperti anak-anak umumnya, mereka saling tunjuk teman untuk maju 
lebih dulu. Tapi ada pula yang dengan percaya diri berbicara di depan 
teman-temannya. Siang itu kami mengantongi nama-nama: Dikit dan Salman (klas 5 
SDN Cilaku),  Andri (SMPN 4 Serang), Faris, Faisal, dan Adam (klas 6 SDN 
Cipocok Jaya 1).  Mereka sangat gembira bisa membaca buku dan mendengarkan 
dongeng. Bahkan beberapa anak lainnya yang sekolah di SDN 4 Cipocok Jaya, 
menganggap Rumah Dunia pindah ke Citra Gading. 
  Senin, 4 Desember 2006, Insya Allah kami ke Pak RT; melapor secara resmi, 
menjadi warga Citra Gading dan bersiap menggulirkan kegiatan di Rumah Buku.  
Kami akan memulai seperti halnya ketika kami merintis Rumah Dunia; bermula dari 
yang kecil, berwawasan luas, dan terus berkarya.  Kami tahu, anak-anak di sini 
dari segi intelektual sudah di aras rata-rata warga Ciloang. Dari segi 
sosial-ekonomi, di sini relatif lebih mapan. Semoga ini mempermudah dalam 
menyebarkan virus ”pena adalah senjata tajam untuk melawan kebatilan” kepada 
anak-anak Citra Gading. Dakwan bil qalam menjadi semangat kami. Memperkenalkan 
mana yang baik mana yang buruk, mana yang hak mana yang batil sejak dini pada 
anak-anak sangatlah baik. Doakan saja, ya! ***
   
  Citra Gading, 2 Desember  2006

 
---------------------------------
Want to start your own business? Learn how on Yahoo! Small Business.

Kirim email ke