---------- Forwarded message ----------
From: Pesa Apriliyanto <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Dec 7, 2006 8:31 AM
Subject: [diskusi-fatimah] Siapakah sebenarnya yang pada 'Ribut' ????
To: [EMAIL PROTECTED]

Coba renungkan !

Ketika urusan poligami mencuat, mereka atas nama kaum
perempuan ribut. Tapi ketika urusan Pelacuran dan
Perzinahan, kenapa tidak ada satupun kaum perempuan
yang ribut ?

Sikap aneh pemerintah terhadap poligami dan zina
nampak dengan jelas. Terhadap zina, yakni kasus Yahya
Zaini dan Maria Eva, pemerintah nampak kurang
merespons dan tidak melakukan langkah politik apa pun.
Hanya polisi yang konon ceritanya akan mengusut kasus
aborsi Maria Eva yang katanya disuruh isteri Yahya
Zaini untuk melakukan aborsi. Polisi katanya juga akan
mengusut siapa penyebar video porno Yahya Zaini
tersebut.

Namun menyikapi poligami, seperti yang dilakukan Aa
Gym, pemerintah seperti kebakaran jenggot. Setelah HP
SBY dan Ibu Negara mendapat ribuan SMS yang memprotes
poligami Aa Gym (44) dengan Alfarini Eridani (37),
pemerintah segera melakukan langkah-langkah politis
yang spektakuler, emosional, dan reaksioner. Menteri
Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta dan Dirjen Bimas
Islam Nasaruddin Umar dipanggil mendadak oleh Presiden
SBY dan diberi instruksi untuk merevisi UU Perkawinan.
Tujuannya agar larangan PNS untuk berpoligami
diperketat lagi. Bahkan Nasarudin Umar, di TV
menegaskan ada rencana untuk memperluas larangan
poligami. Maksudnya tidak hanya PNS saja yang
dilarang, tapi juga masyarakat umum. Bahkan Nasarudin
main ancam segala, bahwa siapa saja kyai atau ustadz
yang menikahkan orang untuk berpoligami, dapat
dipidanakan.

Fakta-fakta di atas menunjukkan beberapa pelajaran
penting.

Pertama, pemerintah tidak mempunyai standar moral yang
jelas untuk menyikapi segala peristiwa. Mengapa reaksi
pemerintah terhadap poligami (yang halal) tidak
seheboh kasus zina (yang haram)? Kalau SBY berhujjah
punya "moral obligation" (tanggung jawab moral) untuk
menyikapi poligami Aa Gym, kemana tanggung jawab moral
Bapak Presiden ketika majalah Playboy versi Indonesia
terbit? Bukankah mata Bapak Presiden tidak buta untuk
bisa melihat kebejatan yang semacam itu? Kemana pula
perginya tanggung jawab moral Bapak Presiden ketika
berbagai tayangan pornoaksi dan kekerasan marak sekali
di TV-TV dalam program film, sinetron, dan hiburan?
Bukankah telinga Bapak Presiden tidak tuli untuk bisa
mendengar protes masyarakat terhadap kerusakan yang
semacam itu? Jadi, standar moral pemerintah memang
tidak jelas. Atau jangan-jangan, bukan lagi tidak
jelas, tapi tidak ada. Mengapa standar moral
pemerintah tidak jelas? Ada banyak faktor. Yang utama,
pemerintah kita memang sekuler dan pragmatis. Maka
jelas tidak akan merujuk pada aspek halal dan haram.
Di samping itu, pemerintah hanya mengedepankan
kepentingan sesaat dengan mengorbankan moral
masyarakat. Kasus diamnya pemerintah terhadap Playboy
versi Indonesia adalah contohnya.

Kedua, banyaknya protes masyarakat terhadap poligami
Aa Gym, menunjukkan masyarakat belum bisa bersikap
dewasa dalam perspektif Islam. Sikap masyarakat yang
mencemooh poligami menunjukkan seakan-akan masyarakat
kita adalah kaum muallaf yang baru masuk Islam. Yang
belum tahu kalau zina itu haram, bukan halal. Yang
belum tahu kalau poligami itu halal, bukan haram. Ini
jelas menunjukkan sangat rendahnya kesadaran
masyarakat terhadap Islam khususnya dalam masalah
poligami. Siapa yang salah? Banyak pihak. Aa Gym
barangkali juga turut bersaham. Sebab beliau lebih
banyak menyentuh aspek qolbu, daripada masalah
syariah, dalam ceramah-ceramahnya. Coba kalau Aa Gym
pernah menjelaskan halalnya poligami, tentunya protes
terhadapnya tidak terlalu gila-gilaan. Pemerintah
jelas salah. Karena dengan berbagai aturan seperti PP
10/1983 telah melarang PNS berpoligami.Ini menciptakan
opini umum bahwa poligami itu seakan-akan suatu tindak
kriminal yang keji dan amoral yang harus diberantas
sampai tuntas-tas-tas. Apalagi aturan itu membuat
syarat-syarat yang irasional dan imajiner. Kalau mau
poligami, syaratnya tetek bengek sengaja dibikin super
sulit. Selain izin isteri tua dan atasan, isteri tua
haruslah : (1) tidak mampu menjalanan tugas sebagai
isteri, (2) berpenyakit permanen, (3) tidak
berketurunan. Syarat-syarat ini secara agama juga
batil, karena al-Qur`an dan As-Sunnah saja tidak
pernah menetapkan tiga syarat tadi. Kok seenaknya saja
para pembikin aturan membuat-buat aturan jahat semacam
itu.

Ketiga, kaum liberal (sekuler) kini telah menggunakan
power (kekuasaan) untuk memaksakan ide-idenya.
Sebagaimana diketahui, penentangan terhadap poligami,
adalah sikap kuno kaum liberal sejak Muhammad Abduh
menolak poligami dalam tafsirnya al-Manar. Intinya,
adil sebagai syarat poligami, mustahil dipenuhi oleh
manusia walaupun dia sangat menginginkannya. Jadi,
poligami itu haram. Demikian ilusi kaum liberal. Ayat
yang selalu diulang-ulang kaum liberal untuk melarang
poligami adalah QS An-Nisaa ayat 129,"Kalian
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara
isteri-isteri kalian, walaupun kalian sangat ingin
berbuat demikian." Padahal keadilan yang mustahil ini,
bukanlah keadilan dalam segala hal, tapi sebagaimana
kata Ibnu Abbas, adalah keadilan dalam hal rasa cinta
(mahabbah) dan gairah (jima') terhadap para isteri.
Ini mustahil sama. Sedangkan keadilan yang wajib
dilakukan suami yang berpoligami, sebagaimana QS
An-Nisaa ayat 3, bukanlah keadilan dalam masalah cinta
dan gairah, melainkan keadilan dalam nafkah, yakni
sandang, pangan, dan papan. Jelas, dalam masalah ini
manusia mampu berbuat adil, bukannya tidak mampu.
Maka, ketika Nasarudin Umar mencela poligami dan
bahkan main ancam kayak preman kepada para kyai dan
ustadz, jelas ini fenomena pemanfaatan kekuasaan untuk
memaksakan pandangan liberal kepada umat Islam. Walau
Nasarudin Umar berposisi sebagai Dirjen Bimas Islam,
publik juga tahu posisinya sebagai penyambung lidah
dan pikiran kelompok liberal. Walhasil, kaum liberal
yang konon menabukan pemaksaan pendapat, kini secara
inkonsisten tengah memperalat kekuasaan dan
undang-undang guna memaksakan pendapatnya dengan
paksaan yang sangat otoriter. Karena sanksi pidana
akan dijatuhkan kepada orang Islam yang tidak setuju
dengan paham liberal yang mengharamkan poligami.

Maka, sudah waktunya kita semua menyadari keadaan kita
saat ini. Pemerintah sekuler yang tidak punya pedoman
moral, kini telah bersekongkol secara keji dengan
kelompok liberal yang menjadi birokrat, untuk
memaksakan pendapat mereka dan menghukum secara
otoriter kepada siapa saja yang hendak melakukan
poligami. Wahai umat Islam, apakah Anda rela mempunyai
pemerintah sekuler yang tidak mampu membedakan antara
poligami yang halal dan zina yang haram?

Wahai umat Islam, apakah Anda rela kelompok liberal
yang jahat memaksakan pendapat-pendapatnya yang sesat
dengan memperalat pemerintah sekuler ini? Wahai para
ustadz dan kyai, apakah Anda rela masuk penjara karena
melakukan poligami atau menikahkan seorang laki-laki
yang berpoligami? [khilafah1924.org]

-- 
Ezda
=> S2D4 the World

Kirim email ke