Hi pak Gede,
  saya berkomen hanya agar kontak bisa terjadi diantara kita, soalnya jarang 
temen2 Bali yang saya temuin bertualangria di milis ini, ataukah saya yang 
emang timbul tenggelam 
    
  Waduh ngga tau kalo ternyata satu kampoeng kita yah..
  Saya baru aja balik dari kampoeng ngeGalung di rumah bersama anak & istri 
serta keluarga semua, kurang lebih 2 minggu bisa bareng mereka.
  Sekarang saya udah balik stand by lagi di tempat kerja di Micronesia, mungkin 
June tahun depan saya boyong anak istri kesini
   
  Selamat bertemu dengan Bali Kita lagi, so far Bali masih tetap berseri walo 
ada beberapa kasus2 para pemimpin yang mencuat dengan dibarengi tingkah polah 
para politikus partai yang saling sradak sruduk guna cari popularitas diri.....
   
  Keto kone...
   
  Live in peace....
   
  Komang Beachboy  
  

gedehc <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Trims ya Bli Komang atas masukannya. Nanti saya upayakan membuat
analisis semacam SWOT itu. 

Tentang bis malam, itu memang perumpamaan yang seketika itu saja
muncul di otak saya waktu menulis reply atas e-mail Mas Rahadian. Saya
berusaha mencari analogi yang agak mudah. Kalau kondisi darurat,
misalnya kebakaran di dalam bis barulah kaca bis boleh dipecahkan.
Jika tidak, tetu saa jangan dipecahkan sebab pemilik bis pasti marah
da mita ganti rugi.

Tapi saya tetap berterima kasih atas masukannya. Juga masukan dari
rekan-rekan milis lainnya. Omong-omong, mudah-mudahan tahun baru nanti
saya bisa ke Bali. Saya "magkal" di Tabanan. Komang di mana? Pantai
Yeh Gangga adalah tempat main saya, tempat mencari kulit lokan dan
omang-omang. Tentu saja mandi di laut. Saya rindu melihat ombaknya yag
tinggi itu. 

Trims.

Gede H. Cahyana
http://gedehace.blogspot.com.

--- In mediacare@yahoogroups.com, BeachBoy BaliAsli
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> sdr gede,
> metode perbandingan yang anda pake kok ya rada2 memusingkan dan
ngga jelas juntrungannya ...kebanyakan membandingkan lebih halal
poligami ketimbang jajan/cari lonte atau zina atu selingkuh...
> jika anda hendak beropini hendak menyatakan persetujuan anda
terhadap poligami, buat saya sah2 saja yang terpenting anda punya
metode untuk mengulas hal tsb, spt metode penggalian kelebihan &
kekurangan macemnya SWOT, ukuran norma sebagai manusia yang
berkedudukan di dalam masyarakat, tingkat kesokoguruan seseorang,
status de el el.
> Saya pikir anda mengerti tentang apa yang saya maksud.
> 
> Poligami ibarat kaca jendela bis malem??? waduh gede gede...kamu
kok ya dangkal sekali pemahamannya yah? 
> 
> Guna lebih menjelaskan dengan gamblang, sebelum anda menampilkan
dalam bentuk artikel mbok ya metode ukur dan frame norma yang dipake
lebih dikokohkan dahulu...
> 
> live in peace..
> 
> beachboy
> 
> 
> gedehc <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Salah satu fungsi nikah MEMANG menyalurkan nafsu. Salurkan
atau
> kanalkanlah nafsu itu di jalan yang etis. Lebih bagus lagi, tidak
> hanya etis menurut budaya, tetapi menurut hukum agama. Hanya saja,
> hukum dalam setiap agam itu berbeda-beda. Dalam Islam, ya .....
> silakan berpoligami. Kalau non-Islam.... ya... silakan juga monogami
> atau yang lainnya.
> 
> Mas,poligami itu semacam kaca jendela di bis malam. Kalau tidak ada
> kondisi daerurat, misalnya kebakaran di dalam bis, jangan dipecahkan.
> Tetapi kalau darurat, silakan saja dipecahkan agar tidak mendapatkan
> keburukan yang lebih besar.
> 
> Para poligamis, yaitu pelaku poligami yang kaya tidak sertamerta bisa
> mudah menyalurkan hasrat seksnya. Aturannya tetap saja empat orang,
> maksimum. Lebih dari itu, tak ada balasan selain dosa. Jadi, yang
> sudah "tunjuk" gadis belia harus pula mampu memberikan pendidikan,
> menyekolahkan kalau masih belum S1, S2, atau S3. Juga harus mampu
> mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama. Tak sekadar sekolah
> formal. 
> 
> Mas, panjang sekali kalau saya jawab langsung. Lebih baik lewat
> artikel saja agar lebih leluasa dan lengkap.
> 
> Sekian dulu.
> Salam.
> 
> Gede H. Cahyana
> http://gedehace.blogspot.com
> 
> --- In mediacare@yahoogroups.com, "Rahadian Permadi" <dietwombat@>
> wrote:
> >
> > 
> > Jika saya menarik logika anda ke dalam tataran ekstrem, negara beserta
> > produk hukumnya yang berkaitan dengan pernikahan tak lebih hanya
> > berfungsi untuk mengikuti kemauan penis semata begitu?
> > 
> > Kemauan penis yang liar namun alamiah kudu diatur dalam undang-undang
> > dan di institusionalisasikan melalui sebuah lembaga yang diakui dan
> > dilindungi oleh negara yaitu pernikahan?
> > 
> > Banyak argumen yang kembali pada persoalan karakter alamiah untuk
> > menjustifikasi persoalan-persoalan semacam ini. Namun bagi saya ini
> > tidak memberikan landasan etik yang kuat.
> > 
> > Jika kekuatan ekonomi yang dijadikan salah satu syarat, maka
pernikahan
> > menjadi diskriminatif dalam tingkatan kelas. Hanya orang kaya saja
yang
> > boleh menuruti keliaran penisnya, sementara yang miskin? Mungkin
karena
> > tak mampu membeli tali nasib, uang yang tak seberapa dipakai untuk
jajan
> > demi sebuah manifestasi eksistensialnya sebagai makhluk yang memiliki
> > 'karakter alamiah' yaitu nafsu. Atau mereka terpaksa menjadi
pemerkosa?
> > Jika diambil ekstremnya lagi (masih mengikuti logika anda), maka orang
> > kaya memiliki lebih banyak kesempatan untuk bertindak mulia dalam
> > menyalurkan hajatnya ketimbang orang miskin. 'Tegang sedikit' tinggal
> > tunjuk gadis belia dan menikahinya, habis perkara. Toh negara mengerti
> > betul kemauan si penis.
> > 
> > 
> > 
> > 
> > --- In mediacare@yahoogroups.com, manneke <manneke@> wrote:
> > >
> > >
> > >
> > > Oooh, jadi nikah itu tujuannya untuk penyaluran nafsu toh?
Waduh, baru
> > tau saya...
> > >
> > > manneke
> > >
> > > -----Original Message-----
> > >
> > > > Date: Fri Dec 01 22:24:13 PST 2006
> > > > From: "gedehc" gedehc@
> > > > Subject: [mediacare] Re: Istri Kedua Aa Gym?
> > > > To: mediacare@yahoogroups.com
> > > >
> > > > Mas, nafsu memang sudah dilengkapi oleh Sang Khalik ketika
> > menciptakan
> > > > manusia. Ia jangan dibunuh tapi juga jangan dijadikan raja dan
> > > > dituruti terus. Itu sebabnya, menikah dengan alasan tak kuat lagi
> > > > menahan nafsu masih lebih mulia daripada tidak menikah tetapi
> > > > disalurkan lewat zina atau pacaran a la "kekinian" yang di luar
> > batas.
> > > >
> > > > Itu sebabnya pula maka menikah lebih dari sekali, apapun
alasannya,
> > > > termasuk alasan NAFSU yang sulit dikekang, masih lebih mulia
> > ketimbang
> > > > "jajan" di jalan atau main serong atau main dengan pelacur.
Apalagi
> > > > kalau menikah yang kedua kalinya itu betul-betul untuk ibadah
> > meolong
> > > > sang wanita (gadis atau duda), tidak ada paksaan dari siapa pun
> > juga,
> > > > apalagi ikhlas dari sang wanita dan sang istri pertama.
> > > >
> > > > Lalu, apa masalahnya menikah lebih dari sekali dan memiliki lebih
> > dari
> > > > satu istri, asalkan maksimum empat. Tentu saja syarat lainnya ada,
> > > > misalnya, kuat secara ekonomi, mapan kehidupan sosialnya, dan
paham
> > > > agama yang dianutnya. Artinya, sudah teruji emosinya.
> > > >
> > > > Bahkan, saya tandaskan lagi, menikah untuk kali pertama
semata-mata
> > > > demi menyalurkan nafsu itu menjadi WAJIB segera dilaksanakan
> > daripada
> > > > sang lelaki terjerumus ke perzinahan. Ini prinsip dasarnya.
Apalagi
> > > > kalau usianya sudah lebih dari 30 tahun. Ia harus segera menikah
> > sebab
> > > > kebutuhan syahwatnya wajib dipenuhi seperti dia memenuhi kebutuhan
> > > > makan, minum, pendidikan, dll.
> > > >
> > > > Idem ditto, untuk pernikahan kali kedua, ketiga dan keempat,
asalkan
> > > > itu untuk menyalurkan nafsu di tempat yang sah, tidak ada masalah.
> > > > Menjadi masalah kalau disalurkan di tempat yang haram, semacam
zina,
> > dll.
> > > >
> > > > Gede H. Cahyana
> > > > http://gedehace.blogspot.com
> > >
> >
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> ---------------------------------
> Access over 1 million songs - Yahoo! Music Unlimited.
>



         

 
---------------------------------
Check out the all-new Yahoo! Mail beta - Fire up a more powerful email and get 
things done faster.

Kirim email ke