Analisa menarik soal perbandingan antara laki-laki dan perempuan di 
Indonesia; memecah mitos poligami.

On 11/12/06, ari a. perdana <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Lupakan sementara soal halal-haram atau legal-tidaknya poligami. 
> Mari kita lihat apakah 'maksud baik' dari poligami punya dasar 
atau 
> relevansi. Tujuan sosial dari poligami (sering dilontarkan) adalah 
> 'menolong' perempuan.
>
> Asumsi dasar:
> ---------------------
> 1. Cara yang paling efektif untuk 'menolong' kaum perempuan adalah 
> dengan 'menyediakan' suami sebagai pelindung dan pencari nafkah.
>
> 2. Secara implisit diasumsikan bahwa jumlah perempuan lebih banyak 
> dari laki-laki sehingga terjadi 'kelebihan penawaran' dari 
perempuan 
> (dan sebaliknya, 'kelebihan permintaan' atas laki-laki).
>
> Fakta:
> ---------
> 1. Sex ratio (laki2/perempuan) di Indonesia, berdasarkan Sensus 
> Penduduk 1980 = 101. Untuk setiap 100 perempuan ada 100 laki2. 
Dalam 
> angka absolut, ini sama dengan 'surplus' laki-laki lebih dari 630 
ribu 
> (tahun 2000).
>
> 2. Sex ratio untuk Muslim saja juga sama dengan nasional = 101 
(jika 
> umat Islam dari seluruh usia dipasangkan, masih ada sekitar 460 
ribu 
> laki-laki Muslim yang tidak mendapat pasangan di tahun 2000).
>
> 3. Rasio gender menjadi terbalik (populasi perempuan lebih banyak 
dari
> laki-laki) di usia 60 tahun ke atas. Untuk populasi Muslim di atas 
60 
> tahun, rasionya adalah 90 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.
> Semakin tua kelompok usia, semakin banyak populasi perempuan. Ini 
> adalah kecenderungan yang berlaku di seluruh dunia, karena memang 
> tingkat harapan hidup perempuan lebih tinggi.
>
> 4. jumlah perempuan juga lebih banyak di antara mereka yang 
> berpendidikan rendah (lulusan SD atau di bawahnya), khususnya yang 
ada 
> di pedesaan. Tanpa memandang agama, rasio gender bagi mereka yang 
> paling untung hanya lulus SD adalah 88 di perkotaan dan 94 di 
> pedesaan.
>
> 5. Lebih banyaknya populasi laki-laki dibanding perempuan bukan 
hanya 
> terjadi di Indonesia. Ini adalah kecenderungan umum di negara-
negara 
> berkembang. Bahkan, negara-negara Muslim justru punya rasio gender 
> yang sangat tinggi. Rasio gender Di Saudi Arabia, Oman, Bahrain 
dan 
> Uni Emirat Arab lebih dari 120. Bahkan di Kuwait dan Qatar, 
rasionya 
> lebih dari 150, tertinggi di seluruh dunia. Di dua negara yang 
dalam 
> banyak literatur menjadi rujukan masyarakat paling bias gender, 
China 
> dan India, rasio gendernya hanya 105, masih lebih rendah 
dibandingkan 
> negara-negara itu.
>
> Implikasi:
> --------------
> 1. Tidak betul bahwa perempuan lebih banyak dari laki-laki.
>
> 2. Fakta statistik ini cukup untuk menggugurkan asumsi yang 
mendasari 
> argumen 'motif sosial' poligami.
>
> 3. Jadi, kalaupun poligami itu hendak dicari justifikasinya secara 
> ekonomi, maka harusnya para pria yang ingin berpoligami 
memperistri 
> janda miskin berusia 60 tahun ke atas dan setinggi-tingginya hanya 
> lulusan SD. Barulah poligami memiliki relevansi ekonomi sebagai 
cara 
> untuk menolong perempuan lepas dari kemiskinan. Bukan gadis atau 
janda 
> muda (apalagi yang lulusan PTN dengan IPK 3,6 yang secara 
statistik 
> tidak mungkin termasuk warga miskin).
>
> 4. Meskipun demikian, apakah poligami adalah cara paling efektif?
> Kenapa tidak mekanisme subsidi, zakat atau transfer langsung?
>
> 5. Kalau argumennya adalah mereka tetap butuh suami sebagai kepala 
> keluarga, kenapa tidak membantunya dengan mencarikan janda-janda 
> miskin suami yang belum beristri dan kemudian menjadikannya 
keluarga 
> angkat untuk dinafkahi?
>
> Kesimpulan:
> ------------------
> 1. Argumen 'motif sosial' poligami tidak punya justifikasi empris.
> Setidaknya relevansinya di era sekarang tidak ada.
>
> 2. Mungkin (mungkin!) poligami halal. Tapi at best, secara sosial 
ia 
> adalah tindakan sia-sia. Kalau untuk hal2 lain Islam mengatakan 
bahwa 
> yang sia-sia bisa menjadi haram, sama halnya dengan poligami toh?
>
> 2. Yang masih tersisa adalah argumen 'motif syahwat.' Bukan motif 
sosial.
>
> Catatan kaki:
> -------------------
> 1. Data yang digunakan adalah data SP 2000. Kita bisa beranggapan 
> rasio gender tidak akan banyak berubah dalam 6 tahun. Tapi 
kalaupun 
> berubah, trend justru menunjukkan bahwa makin lama jumlah laki2 
makin 
> banyak, dan sex ratio makin condong ke laki2 ('surplus' laki2 
makin 
> besar dari tahun ke tahun).
>
> 2. Di tahun 70-80an memang jumlah penduduk perempuan lebih banyak.
> Tapi paling rendah, rasionya hanya sekitar 97 perempuan per 100 
> laki-laki. Secara statistik ini tidak cukup untuk mendukung 
hipotesus 
> 'surplus perempuan.'


Reply via email to