Di dalam setiap kelompok selalu hanya sedikit
pemberani, terutama buat mereka yang dibesarkan dalam
sistem kultur Indonesia. Sangat sering terjadi dalam
lingkungan kerja, ketika ada orang yang memperjuangkan
kebenaran merasa sendirian. Meski dalam pembicaraan
informal banyak teman yang mendukung, tetapi ketika
sampai kepada tataran untuk "terbuka"
memperjuangkannya... semua yang mendukung jadi
"pura-pura tidak melihat", atau "berusaha sibuk dengan
urusannya sendiri-sendiri". Tidak hanya di tingkatan
buruh, juga di kalangan akademik dan kelompok
profesional lainnya...
jadi penguasa selalu mendapatkan peluang lebih untuk
bicara secara terbuka dan kemudian dianggap punya
kredibilitas dan otoritas yang lebih dibandingkan
dengan individual rakyat... yang akhirnya mencoba
mencari jalan sendiri dengan "mengekspose" dirinya di
jalur-jalur yang "tidak biasa". Sayangnya dalam
jalur-jalur yang tidak biasa itu juga ada orang-orang
yang "sangat biasa" bersikap seperti kelompok karyawan
yang saya sebut di atas.
Jadi... terus ucapkan kata kebenaran mas Bambang
Wisuda, jangan takut membela Bung Satrio... tuduhan
dan tudingan selalu akan muncul tetapi tetaplah
lakukan (Anyway Paradox Principles)...


--- prastowo prastowo <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Betul sekali,
> Bahwa saya jg mendengar langsung dari beberapa
> karyawan Kompas yg menyayangkan ekspose berlebihan
> dari sdr. Bambang Wisudo dan pelibatan kelompok
> eksternal yg konon cenderung politis. Tetapi lepas
> dari itu semua, konflik ini rasanya sudah cukup lama
> berlangsung dan melihat sdr. Bambang jg tidak
> memeroleh dukungan mayoritas karyawan, bukankah bisa
> ditanyakan jg motivasinya, pribadi atau kolektif?
> Biarlah ini menjadi problem internal Kompas dan beri
> kesempatan mereka menyelesaikannya dg baik2. Terlalu
> banyak pengamat di negeri ini, sehingga lupa kalo
> harus melahirkan ahli, pakar, intelektual yg paham
> masalahnya, tidak sekedar ngegosip dan memblow up
> hal2 sensasional yg belum teruji validitasnya.
> Moga2 menjadi introspeksi buat kita semua.
> 
> salam,
> 
> pras
> 
> 
> ----- Original Message ----
> From: dimastakha <[EMAIL PROTECTED]>
> To: mediacare@yahoogroups.com
> Sent: Monday, December 11, 2006 7:54:12 AM
> Subject: [mediacare] Re: Imbauan bagi Pak Jakob
> Oetama - tentang nilai-nilai Kompas
> 
> Bung, cobalah lebih balance. Anda kan wartawan
> senior, tidak usah
> terjadi hanya percaya satu sumber. Jika itu terjadi,
> tentu memalukan
> bukan?
> Tanya juga teman2 di Kompas, apa yang sesungguhnya
> terjadi.
> Jangan terkesan Bung ada dendam terhadap Kompas?
> Serta, apakah tempat Anda bekerja saat ini lebih
> baik dari Kompas?
> 
> salam
> dimast,
> ikut prihatin juga
> 
> --- In [EMAIL PROTECTED] ps.com, Satrio
> Arismunandar
> <satrioarismunandar @...> wrote:
> >
> > Teman-teman,
> > 
> > Saya mendapat e-mail dari Sri Yanuarti (Yanu),
> peneliti LIPI,
> pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik
> Indonesia), dan istri dari
> wartawan Kompas Bambang Wisodo, via milis AIPI.
> Isinya berkenaan
> dengan kasus pemecatan Bambang Wisudo oleh manajemen
> Kompas, terkait
> soal serikat pekerja di Kompas. Yanu adalah rekan
> saya di AIPI,
> sedangkan Wisudo adalah juga rekan sesama pendiri
> AJI (Aliansi
> Jurnalis Independen), dan dulu juga saya pernah
> sama-sama kerja di Kompas.
> > 
> > Saya sangat terkesan, bahwa menghadapi saat-saat
> sulit dan penuh
> tekanan, Yanu, Wisudo dan keluarga tetap tenang dan
> tabah. Artinya,
> perjuangan serikat pekerja ini bukan semata-mata
> urusan Wisudo, tetapi
> sejak awal sudah disadari dan didukung penuh oleh
> istri/keluarga.
> Tentu dengan berbagai risikonya.
> > 
> > Dalam kondisi ekonomi dan politik sekarang, di
> mana nuansa
> pragmatisme dan oportunisme, kepentingan mau enak
> sendiri, masih
> sangat kuat, saya merasa salut bahwa masih ada
> orang-orang yang
> berjuang untuk idealismenya. 
> > 
> > Kalau Wisudo mau hidup enak dan nyaman di Kompas,
> perusahaan media
> yang sudah sangat mapan di Indonesia (koran terbesar
> dan paling
> berpengaruh) , sebetulnya bisa saja. Kompas adalah
> salah satu dari
> sedikit media yang menyediakan pensiun buat
> karyawannya. Namun, Wisudo
> memilih jalan lain, dan kini dia menanggung risiko
> perjuangannya.
> Yakni, dipecat oleh manajemen Kompas. 
> > 
> > Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kemudian,
> dan tidak ingin
> menduga-duga. Yang jelas, Wisudo dkk akan terus
> berjuang, di dalam
> Kompas maupun di luar Kompas. Salah satu
> alternatifnya tentu lewat
> jalur hukum (LBH). 
> > 
> > Di sini saya menilai, tindakan represif terhadap
> aspirasi karyawan
> yang sah, seperti dialami Wisudo, tidak akan
> menghasilkan dampak yang
> baik bagi perusahaan. Namun, yang jauh lebih
> merugikan Kompas
> sebetulnya adalah masalah reputasi dan image, yang
> terkait dengan visi
> dan misi Kompas, yang merupakan akar keberadaan
> perusahaan yang
> didirikan PK Oyong (alm) dan Jakob Oetama ini. 
> > 
> > Bukankah Kompas adalah perusahaan media yang
> selama ini (lihat tajuk
> rencana/editorialny a) sering mengangkat isu-isu
> demokratisasi,
> keterbukaan, hak-hak asasi, dan sebagainya? Bukankah
> Kompas menganut
> dan meyakini nilai-nilai "humanisme transendental" ?
> Apakah itu sekadar
> gincu, dan bukan genuine values yang dianut Kompas,
> mengingat secara
> internal ternyata nilai-nilai itu masih
> dipertanyakan, karena tidak
> terimplementasi? 
> > 
> > Jika demikian halnya, bagaimana Kompas sebagai
> institusi dan bagian
> utama/tulang punggung KKG (Kelompok Kompas Gramedia)
> akan melangkah
> memasuki abad baru dunia informasi dan globalisasi,
> dengan segala
> dinamika perubahan, tantangan, ancaman, jika tanpa
> dukungan akar
> nilai-nilai mendasar, yang memberi makna pada
> keberadaannya? 
> > 
> > Selama ini, perekat yang mempertahankan keutuhan
> KKG adalah figur
> Pak Jakob Oetama (JO), sebagai generasi pendiri yang
> memiliki wawasan
> kuat ke depan, nasionalisme, kharisma, wibawa dan
> intelektualitas.
> Namun, dengan segala hormat atas kekuatan
> manajerialnya, JO tidak akan
> memimpin KKG selama-lamanya. 
> > 
> > Lalu bagaimana KKG dan Kompas akan melangkah jika
> nanti ditinggalkan
> JO, sementara core values yang menjadi landasan
> berdirinya dan
> suksesnya lembaga Kompas, justru mengalami erosi
> karena
> langkah-langkah "pragmatis-oportini stis" jangka
> pendek? Bukan tidak
> mungkin, langkah-langkah semacam ini akan diteruskan
> oleh para
> pimpinan Kompas/KKG pasca JO nanti. Mereka adalah
> generasi baru, yang
> mungkin kurang menghayati nilai-nilai awal yang
> ditanamkan generasi
> pendiri.
> > 
> > Mempertimbangkan hal itu, saya berharap, Pak Jakob
> dengan segala
> kearifannya, sebagai figur yang menjadi panutan dan
> dihormati di KKG
> dan Kompas, dapat ikut campur tangan melakukan
> intervensi. Karena yang
> dipertaruhkan di sini BUKAN cuma nasib Wisudo, Yanu
> dan keluarga,
> tetapi nasib dan survivabilitas dari KKG, Kompas,
> dan nilai-nilai
> luhur (core values) yang selama ini dianut,
> diyakini, dihayati, dan
> terbukti telah membesarkan Kompas.
> > 
> > Selain itu, yang dipertaruhkan bahkan juga bukan
> nasib sekian ribu
> karyawan Kompas dan KKG, tetapi jutaan stakeholders
> yang berkaitan
> dengan keberadaan institusi media besar ini,
> termasuk para pembaca
> Kompas di seluruh pelosok Indonesia. Peran media
> sangat penting untuk
> kemajuan negeri ini. Peran vital media seperti
> Kompas masih amat
> dibutuhkan, untuk ikut menggalang dukungan dari
> jutaan rakyat
> Indonesia -- yakni, mereka yang masih punya
> idealisme dan niat baik--
> untuk bersama-sama menyelamatkan Indonesia. 
> > 
> > Sekali lagi, saya berharap, agar Pak Jakob, yang
> saya anggap sebagai
> salah satu guru saya dalam ilmu jurnalistik dan
> wawasan kewartawanan,
> bersedia untuk turun tangan langsung, demi kebaikan
> dan 
=== message truncated ===


Benny D Setianto 

Permata Semeru B 19B 
SEMARANG 50234 
INDONESIA




 
____________________________________________________________________________________
Need a quick answer? Get one in minutes from people who know.
Ask your question on www.Answers.yahoo.com

Kirim email ke