GODAM YANGKIN,

jingkalao Aceh bisak,

mengapah daerah laennyah enggak bisak?

sakmodel Manadoh,torajah,papuan jugak?

APAHKAH PERPECAHAN JASIRAH UNI SOPIET BISAK

TERJADIH DI NUSANTARAH?

siapah bilang pertanyaan inih,

sakbagae satu kemustahilan?

sementarah kebuasan uler ijoh,

tambah kurang ajar bukan?

mangka kubertereaklah kepada Manadoh,papuan,torajah.

TAMTUKENLAH NANGSIB DAERAHMU, SIGRAH,

Sakbelom dililit uler uler ijoh!!!

JADI MENGAPAH ENGGAK BISAK? BERDIRI SENDIRIH?

aceh hajah kok bisak??


> TEMPO INTERAKTIF
> Sabtu, 23 Desember 2006 | 11:00:41 WIB 
> 
> Otonomi Paham Separatis
> 
> Indra J. Piliang
> 
> 
> Rabu, 20 Desember 2006 
> 
> Jakarta terperangah menyaksikan hasil pemilihan langsung kepala 
daerah di Provinsi Aceh. Tanpa diduga, pasangan calon independen 
dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memenangi kursi gubernur-wakil 
gubernur, lalu sejumlah bupati-wakil bupati. Indikasi kemenangan itu 
diperlihatkan oleh quick count sejumlah lembaga tepercaya. Rapat 
kabinet terbatas digelar. Wakil Presiden, Panglima Tentara Nasional 
Indonesia, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan 
Perwakilan Rakyat, dan sejumlah politisi kawakan bersuara.
> 
> Aceh adalah negeri yang terletak di sisi paling barat Indonesia. 
Namun, negeri itu sangatlah sulit ditembus oleh batas-batas 
pembaratan, sebagaimana Nusa Jawa. Ia bertahan lama dari serbuan 
peluru dan mesiu. Usai seratus tahun tunduk kepada marsose Belanda 
yang membunuh anak-anak dan kaum perempuan di meunasah-meunasah, 
lanun tsunami menggulung pantai-pantai indahnya.
> 
> Dunia pun menangis. Tangan jutaan orang terulur. Hikayat perang 
Aceh yang ditutup-tutupi, tentang sejumlah manusia yang hendak 
membebaskan diri dari Republik Indonesia, menyembul. Para pencinta 
perdamaian meneriakkan perlunya penghentian perang. Pelan, namun 
pasti, suara itu disambut oleh petinggi GAM dan pemerintah RI.
> 
> Dokumen-dokumen lama dibuka. Helai baru dijumput hati-hati. 
Senjata-senjata digergaji, peluru disimpan di laci. Pena dan kata-
kata, sebagai simbol penting peradaban manusia, menari-nari dalam 
rangkaian panjang negosiasi. Dalam lembaran-lembaran itu tertulis 
lagi cita-cita, harga diri, kompensasi, dan kompromi matang di 
bidang ekonomi, politik, budaya, dan otonomi. Seperti Aceh yang 
teralienasi dari alam pikiran bangsa Indonesia sejak dulu, dokumen 
itu pun ditulis jauh di Finlandia, Helsinki.
> 
> Orang-orang pun lalu sibuk menindaklanjuti isi dokumen. Undang-
Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh digagas dan 
disahkan. Mesiu dan peluru diganti kertas suara dan foto diri. Aceh 
menggelar pilkada pada 11 Desember 2006. Dunia menjadi saksi 
keberhasilan pilkada itu, baik dari keamanan pelaksanaan, jumlah 
pemilih yang signifikan, maupun angin perubahan yang diembuskan.
> 
> "Kami memilih Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar," kata hampir 40 
persen pemilih. Angka itu lebih dari cukup, tiga sampai empat kali 
lipat dari pasangan calon yang lain.
> 
> Inilah suara rakyat Aceh, dari hati dan nurani anak-anak negeri 
yang selamat dari kekerasan dan tsunami. Suara itu menitipkan pesan: 
Aceh layak diurus oleh mereka yang berkeringat, berkeyakinan, dan 
berkorban. Apa rakyat menjadi massa yang ideologis dan fanatis? 
Belum tentu. Masyarakat yang kecewa, memprotes pada pemerintah dan 
politisi, lalu memberikan suaranya (protest votes), akan menjadikan 
protes itu sebagai pukulan balik apabila pemerintahan tidak becus 
dan salah urus.
> 
> Kehadiran calon independen yang dimenangkan oleh rakyat layak 
membuka mata politisi mana pun. Era partai politik nasional 
barangkali di tubir jurang, ketika rakyat mengirimkan mosi tidak 
percaya dengan tidak memilih pasangan kandidat pilihan partai.
> 
> Pesan tunggal itu menandakan betapa kinerja politisi dari partai-
partai nasional begitu lemah di Aceh. Juga di Indonesia. Betapa 
tidak, kian banyak pemilih tidak datang ke kotak suara pada hari 
pencoblosan dalam pilkada. Di Banten, misalnya, pemegang hak pilih 
yang tidak menggunakan hak pilihnya mencapai angka 40 persen.
> 
> Dari mana Irwandi-Nazar mendapat kekuatannya? Kalau diperhatikan, 
jaringan GAM masih tetap aktif, terutama di daerah-daerah rural. 
Sedangkan di daerah perkotaan, aktivis muda dari Sentral Informasi 
Referendum Aceh (SIRA) memiliki pengaruh. Tiga dekade menguasai 
daerah pedalaman bagi GAM dan sewindu membangun jaringan perkotaan 
bagi SIRA, termasuk hubungan dengan luar Aceh, adalah tahun-tahun 
yang penuh perjuangan. Kini, mereka memetik hasilnya.
> 
> Bagi Irwandi-Nazar, bukan berarti bisa tertidur pulas. Mereka, 
walau belum resmi, adalah pemerintah dalam sebuah daerah paling 
otonom di Indonesia. Keduanya bukan lagi juru bicara pemberontak 
atau vokalis pembangkang sosial. Pemerintahan apa pun membutuhkan 
rust en orde. Mereka dituntut untuk pintar membagi dan mengalikan, 
bukan hanya mengurangi, angka-angka dalam anggaran publik.
> 
> Tanpa kecakapan dan kedisiplinan, mustahil amanah bisa 
dipertahankan. Kegagalan Nur Misuari di Filipina Selatan 
memperlihatkan tidak mudahnya mengendalikan daerah otonom. Tidak 
juga mudah membangun kerja sama seperti dialami oleh Xanana Gusmao, 
Ramos Horta, dan Mari Al Katiri di Timor Leste yang memilih merdeka 
dari Indonesia. Para pemegang toa dan pemompa propaganda, 
sebagaimana Soekarno dan Sutan Syahrir, belum tentu mampu 
mengendalikan pemerintahan. Onak dan duri dalam perjalanan 
pemerintahan nanti sulit dihadapi dengan sekadar puisi dan nyali.
> 
> ---
> 
> Dari semua rezim yang pernah berkuasa, Susilo Bambang Yudhoyono 
dan Jusuf Kalla paling membedakan kewenangan pemerintah pusat dengan 
pemerintah daerah. Hal ini terlihat dari pidato-pidato keduanya, 
secara resmi dalam forum DPR RI dan DPD RI, maupun dalam sejumlah 
seminar dan diskusi. Staf khusus presiden dan deputi bidang politik 
wakil presiden juga diisi oleh tokoh-tokoh kompeten di bidang 
otonomi, seperti Andi Alfian Mallarangeng dan Johermansyah Johan.
> 
> Perhatian kepada Aceh-dan Papua-menjadi pijakan dalam pelaksanaan 
otonomi itu. Politik lokal menjadi penting, sementara pusat 
mengelola residu urusan pemerintahan, yakni di bidang pertahanan, 
keamanan, politik luar negeri, fiskal dan moneter nasional, yustisi 
dan agama. Bahkan urusan agama pun untuk Aceh diberikan, yakni 
pelaksanaan syariat Islam bagi penduduk muslim. Sementara masyarakat 
asli Papua dari ras Melanesia begitu dilindungi.
> 
> Tantangan pemerintahan Irwandi-Nazar terletak pada pelaksanaan 
otonomi ini. Aktivis GAM dikenal sebagai kumpulan orang yang 
terbiasa berbicara menyangkut pemisahan diri sebagai sebuah negara. 
SIRA mendorong pilihan itu dengan memberi ruang otonomi. Dari segi 
ideologi, GAM dan SIRA termasuk sekuler. Pemberlakuan syariat Islam 
di Aceh adalah produk dari partai-partai politik nasional yang 
menang dalam pemilu semu 1999 dan 2004. Kenapa semu? Karena diadakan 
di tengah situasi darurat militer.
> 
> Kepentingan Aceh ke depan yang disuarakan oleh para pemilih tidak 
terletak pada tipologi kepemimpinan politik GAM dan SIRA itu, begitu 
juga penyuntikan syariat oleh partai politik nasional. Berdasarkan 
sejumlah survei, masyarakat Aceh lebih menghendaki perbaikan bidang 
perekonomian. Pembangunan infrastruktur menjadi pilihan ketimbang 
terus melakukan politisasi, misalnya.
> 
> Sebagai daerah kaya yang berpenduduk miskin, kesenjangan ekonomi 
akan memicu berbagai persoalan sosial lainnya. Ideologi GAM dan 
perlawanan rakyat Aceh lebih banyak dipupuk oleh cara Jakarta 
mengambil kekayaan alam Aceh tanpa menyebarkan pemerataan 
kesejahteraan. Fungsi intermediasi pemerintah gagal. Kini, sebagian 
besar hasil alam itu dikembalikan. Apabila pemulihan kondisi ekonomi 
ini berhasil, Aceh akan turut hadir di panggung-panggung nasional, 
termasuk menjadi kampiun pembangunan peradaban dari dunia timur.
> 
> Separatisme berhasil di Timor Leste, tetapi tetangga mini 
Indonesia itu terlihat tertatih oleh tantangan internal yang berbuah 
konflik. Tentu Timor Leste belum menjadi negara gagal, melainkan 
berupaya menemukan kekuatan internalnya untuk bangkit walau disokong 
oleh bantuan luar negeri. Aceh, yang memilih otonomi luas, 
diharapkan mendapatkan hasil berbeda, yakni lebih cepat pulih dan 
berjaya.
> 
> Keberhasilan kepemimpinan Irwandi-Nazar akan mempengaruhi 
Indonesia secara mendasar. Pada pundak keduanya-juga bupati/wali 
kota dari kalangan independen lainnya-dipertaruhkan kredibilitas dan 
karakter perseorangan dalam belenggu partai politik. Yang ditantang 
adalah partai-partai politik mapan berpikiran konservatif yang 
menenggelamkan individu. Apabila Irwandi-Nazar berhasil, bukan hanya 
lebih mudah memperjuangkan kehadiran calon independen di daerah-
daerah lain, bahkan bisa jadi perubahan konstitusi dikehendaki, 
yakni dengan membolehkan calon independen dalam pemilihan presiden 
dan wakil presiden.
> 
> Tentu Irwandi-Nazar punya tantangan, yakni anggota Dewan 
Perwakilan Rakyat Aceh yang seluruhnya partai politik nasional 
sampai 2009. Namun, dari segi pemerintahan daerah, sebetulnya peran 
eksekutif lebih kuat dari legislatif (executive-heavy) yang berbeda 
dengan legislative-heavy di tingkat pusat. Keberhasilan Irwandi-
Nazar juga berpengaruh terhadap pilihan masyarakat kepada cikal-
bakal partai politik lokal yang akan dilahirkan untuk maju dalam 
pemilu 2009.
> 
> Separatisme, yang dulu berarti pemisahan Aceh menjadi sebuah 
negara, kini telah beranjak menjadi separatisme dalam bentuk ide. 
Ide-ide besar dipilah menjadi ide-ide kecil, lantas dilaksanakan 
sesegera mungkin. Lapangan otonomi luas membuka peluang bagi bentuk 
ide apa pun. Dari separatis ke otonomi adalah racikan baru yang 
dicoba dipraktekkan di Indonesia. Otonomisasi paham dan ide 
separatis. Hasilnya seperti apa? Mudah-mudahan bukan petaka.
> 
> 
> Indra J. Piliang, Analis Politik Centre for Strategic and 
International Studies dan Board of Advisor The Indonesian Institute 
> 
> 


Kirim email ke