http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=264200
Minggu, 31 Des 2006,
Januari 2007, Kejagung Gugat Perdata Soeharto 


Gagal Seret Pidana, Arman Target Tarik Uang Negara 
JAKARTA - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan akan melayangkan gugatan 
perdata kepada yayasan-yayasan milik mantan Presiden Soeharto. Gugatan perdata 
itu diajukan setelah tidak mungkin lagi menyeret penguasa Orde Baru tersebut ke 
pengadilan dengan tuduhan korupsi.

"Kami akan ajukan pada akhir Januari, daripada Anda bertanya-tanya terus kapan 
pastinya," ungkapnya kepada wartawan sesaat setelah menjadi pembicara dalam 
diskusi bertajuk Dinamika Politik-Hukum 2007 di Mario?s Place kemarin. 

Namun, Arman -panggilan jaksa agung-yang saat itu mamakai kemeja lengan panjang 
warna putih tersebut memilih tutup mulut soal materi gugatan. Termasuk yayasan 
yang bakal digugat. "Tunggu tanggal mainnya. Yayasan yang mana? Banyak. Kalau 
diceritakan, teknis sekali," katanya sambil tersenyum.

Kejagung, lanjut Arman, optimistis terhadap gugatan tersebut. "Dari yang kita 
kumpulkan selama ini (bukti, Red), kita merasa cukup kuat," tambahnya. 

Yang jelas, tujuan gugatan itu adalah meminta sejumlah uang sebagai ganti 
kerugian negara yang diakibatkan yayasan-yayasan tersebut. Berapa nilainya? 
Arman enggan menjelaskan.

Kemunculan Soeharto dalam acara-acara keluarga seperti pernikahan cucunya, 
Danny Bimo Hendro Utomo, dan artis Lulu Luciana Tobing membuat banyak pihak 
mempertanyakan kesehatan pria kelahiran Kemusuk, Godean, Jogjakarta, itu. 
Soeharto tampak sehat, padahal -dengan alasan kesehatan tersebut- dia bebas 
dari tuntutan pidana. 

Kasus pidana Soeharto adalah dugaan korupsi tujuh yayasan yang dipimpinnya, 
yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti 
Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti 
Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora. 

Akar korupsi adalah Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres itu 
mengimbau para pengusaha untuk menyumbangkan 2 persen keuntungannya kepada 
Yayasan Dana Mandiri. Dari data yang dihimpun Kejagung, diduga negara dirugikan 
triliunan rupiah.

Dengan alasan Soeharto tidak bisa dihadapkan dalam persidangan, pada 12 Mei 
2006 jaksa agung mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara 
(SKP3). "Daripada terkatung-katung, saya keluarkan SKP3. Ini demi alasan 
kemanusiaan. Daripada dia bengong di pengadilan, malah jadi skandal dalam 
masyarakat," jelas Arman. 

Pengajuan gugatan perdata tersebut juga dimaksudkan untuk menepis anggapan 
bahwa Kejagung takut menghadapi Soeharto. "Takut kepada Pak Harto? Nonsense, 
apa yang ditakutkan?" katanya.

Ditambahkan, yang membedakan pemerintah saat ini dengan era Soeharto adalah 
soal penghargaan terhadap hukum dan HAM. Didukung pernyataan ahli kesehatan 
bahwa Soeharto unable to face the trial, alasan kemanusiaan adalah faktor yang 
paling berpengaruh. 

"Kalau kita ?gebuk?, gampang saja. Tapi, apa itu manusiawi? Di situlah letak 
ujiannya," terangnya. 

Dihubungi terpisah, kuasa hukum Soeharto M. Assegaf mengungkapkan, boleh-boleh 
saja Kejagung menggugat kliennya itut. Namun, Kejagung harus membuktikan bahwa 
yayasan-yayasan tersebut melakukan perbuatan melawan atau melanggar hukum. 
"Apakah betul-betul yayasan tersebut dipimpin Pak Harto," tambahnya. 

Sebagaimana seharusnya gugatan perdata, gugatan yang bakal dilayangkan Kejagung 
harus betul-betul rinci. Juga, apakah betul yayasan tersebut digunakan untuk 
kepentingan pribadi? Pengacara paro baya itu menolak berkomentar lebih jauh. 
"Masih terlalu pagi untuk berkomentar. Kita belum tahu siapa yang digugat. Itu 
kan baru suara jaksa agung," ujarnya. (ein)


Reply via email to