http://www.sinarharapan.co.id/berita/0701/02/nas01.html
ICW Minta BPK Audit Ulang Kejagung Segera Jelaskan Soal "Pengampunan" Koruptor Oleh Rikando Somba Jakarta-Kejaksaan Agung (Kejagung), menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Hendarman Supandji, segera menjelaskan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal pengampunan pembayaran uang pengganti kepada koruptor "miskin" yang mendapat kritikan. Sebaliknya, Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali mengaudit dan menginvestigasi data kekayaan koruptor dan uang pengganti yang wajib dibayarkannya ke negara. Ini penting agar tidak ada salah ketagori terhadap koruptor yang kaya namun digolongkan miskin. "Kita akan minta BPK kembali memperbarui data audit yang mereka miliki soal uang pengganti dari para koruptor itu. Kami meragukan kejaksaan punya data yang benar-benar valid soal aset dan kekayaan koruptor yang nanti digolongkan miskin," papar Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Juntho, dalam perbincangan dengan SH, Selasa (2/1). Emerson mengatakan pada dasarnya pengampunan terhadap koruptor harus ditentang. Ia mengkritik pernyataan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang menyatakan kinerja dan prestasi kejaksaan meningkat tajam tahun lalu. Seharusnya keberhasilan menyita uang pengganti kepada negara menjadi salah satu indikator utama keberhasilan kinerja kejaksaan. Di kesempatan terpisah, Jampidsus Hendarman Supandji mengatakan pihaknya segara menjelaskan soal pengampunan pembayaran uang pengganti dari koruptor-koruptor yang tergolongkan miskin kepada DPR, khususnya Komisi III. Validasi terhadap mereka yang "diampuni" itu adalah dengan memisahkan mereka yang terjerat Undang-Undang Tipikor 3/1971 dan yang datanya sudah lengkap. Menurutnya, jumlah uang pengganti yang diampuni itu tak sesiginifikan yang diperkirakan banyak kalangan. "Jadi, tidak benar kejaksaan akan menghapuskan utang uang pengganti yang harus dikembalikan ke negara," tutur Hendarman dalam perbincangan dengan SH di Kejagung, akhir pekan lalu (29/12). Koruptor yang terjerat UU Tipikor 31/1999 tetap akan ditagih uang penggantinya dan dikenakan pidana bagi yang tak membayar. Sementara itu, mereka yang sudah membayar namun masih ada kekurangan dan tak mampu melunasinya, Kejagung akan meminta fatwa kepada Mahkamah Agung (MA). "Yang menjadi masalah itu, misalnya ada yang diputus membayar uang pengganti senilai 1 miliaran, namun hanya mampu membayar Rp 750 juta dan sisa Rp 250 juta tak bisa dibayar. Apakah dia akan masuk penjara? Nah, ini akan kita usulkan fatwa ke MA," katanya. Sebelumnya, pernyataan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang menyatakan wacana penghapusan utang koruptor yang dinyatakan miskin menuai kritikan pimpinan DPR. "Jika rencana menghapus utang itu dilakukan, akan merangsang koruptor berlomba-lomba untuk korupsi." kata Ketua DPR Agung Laksono di Gedung DPR, akhir pekan lalu. n