refleksi: APA KOMENTAR ANDA?

REPUBLIKA

Minggu, 17 Desember 2006

2007: Tahun Ekonomi Syariah 

Oleh : Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc 


Kemiskinan dan pengangguran tampaknya masih menjadi problematika utama yang 
dihadapi oleh bangsa kita sepanjang tahun 2006 ini. Berdasarkan data yang ada, 
tingkat kemiskinan tahun ini mencapai angka 39,5 persen, lebih tinggi daripada 
angka kemiskinan tahun lalu yang mencapai 35,1 persen. 

Begitu pula dengan angka pengangguran yang mencapai 11 persen di tahun 2006 
ini. Keduanya menjadi indikator betapa bangsa kita masih belum mampu melepaskan 
diri dari keterpurukan. Sementara di sisi lain kita pun melihat bahwa sektor 
riil berada pada kondisi stagnan. 

Padahal sektor inilah yang diharapkan mampu membuka lapangan pekerjaan dan 
menyerap pengangguran. Kondisi tersebut menyebabkan penduduk miskin negeri ini 
tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan daya belinya. Akibatnya gap antara 
yang kaya dan yang miskin semakin menjadi-jadi. Bahkan, meminjam istilah Wapres 
Jusuf Kalla, kesenjangan ini telah mencapai taraf yang sangat membahayakan. 

Sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri telah mengingatkan kita dalam sebuah 
haditsnya agar kita menjadi pembela orang-orang miskin (al-hadits). Tidak boleh 
kefakiran dibiarkan merajalela di mana-mana, karena kefakiran itu sesungguhnya 
hanya akan menyebabkan dekatnya orang dengan kekufuran (al-hadits). 
Mengkhianati kaum miskin hanya akan mengundang kemurkaan Allah. Keberkahan 
hidup akan dicabut dan berbagai bencana akan datang silih berganti (al-hadits).

Bunga Versus Bagi Hasil
Kalau kita mau merenungkan kembali perjalanan bangsa ini, maka sesungguhnya 
penyebab utama keterpurukan ini adalah akibat jauhnya kita dari tuntunan ajaran 
Allah SWT. Kita sudah terlalu sering bermain-main dengan ayat-ayat-Nya. 
Sekaranglah saatnya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada-Nya. 

Sekaranglah momentum yang tepat untuk merefleksikan ajaran Islam dalam 
pembangunan ekonomi bangsa ke depan. Harus disadari bahwa sistem kapitalis 
telah gagal menciptakan kesejahteraan yang hakiki. Bunga, sebagai "nyawa" 
sistem ekonomi modern, justru menjadi sumber utama penyebab stagnannya sektor 
riil. Ia adalah sumber penyebab terkonsentrasinya kekayaan di tangan segelintir 
kelompok (perhatikan QS. Ar-Rum: 39 dan QS. Al-Hasyr: 7). 

Bunga juga merupakan penyebab keluarnya uang dari peredaran. Padahal, peredaran 
uang adalah ibarat peredaran darah dalam tubuh kita. Ketika pembuluh darah 
mengalami berbagai sumbatan dan penyempitan, maka akan menimbulkan berbagai 
penyakit dalam tubuh. Dengan bunga, orang akan lebih terdorong untuk menyimpan 
uangnya di sektor keuangan daripada menginvestasikannya di sektor riil. 

Atau menginvestasikannya kembali di sektor keuangan meskipun ternyata hal 
tersebut tidak terkait dengan sektor riil. Adanya dana yang "menganggur" di 
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 200 triliun rupiah merupakan salah satu 
bukti kecil, yang bisa dijadikan contoh. Inilah sesungguhnya salah satu rahasia 
mengapa seringkali terjadi ketidaksesuaian antara kondisi makroekonomi dengan 
keadaan sektor riil. Baiknya kondisi makro tidak otomatis menjadikan baiknya 
sektor riil.

Berbeda dengan bagi hasil. Dalam sistem ini orang akan dipacu untuk terus 
berinvestasi karena return yang akan ia terima sangat tergantung pada investasi 
yang dilakukannya. Bahkan menabung di bank syariah, terutama dalam bentuk 
deposito dan tabungan mudarabah, merupakan salah satu bentuk investasi. 
Akad-akad dalam praktek keuangan syariah pada hakekatnya merupakan akad-akad di 
sektor riil. 

Tidak mungkin mudarabah dan musyarakah akan eksis kalau tidak ada jenis usaha 
riil yang dilakukan. Tidak mungkin pula akad mudarabah akan terlaksana kalau 
tidak ada barang riil yang diperjualbelikan. Begitu pula dengan akad-akad 
lainnya. Sektor keuangan akan selalu bersesuaian dengan sektor riil. Maju 
mundurnya sektor keuangan sangat ditentukan oleh maju tidaknya sektor riil. 
Filosofi yang sama tidak akan pernah kita temukan pada konsep ekonomi 
konvensional.

Untuk itu, penulis mengajak seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama 
mengembangkan sistem ekonomi syariah. Tahun 2007 yang sebentar lagi akan datang 
menyapa, harus dijadikan sebagai momentum pengembangan ekonomi syariah. Dalam 
konteks ini, penulis mencatat beberapa sektor ekonomi syariah yang perlu untuk 
digarap secara lebih serius di tahun 2007 mendatang.

Pertama, ZIS (zakat, infak dan sedekah). Harus disadari bahwa ZIS memiliki 
potensi yang sangat besar. Ia adalah salah satu solusi terhadap problematika 
kemiskinan. Ingatlah bahwa Rasulullah SAW telah bersabda "Sesungguhnya Allah 
SWT telah mewajibkan atas hartawan Muslim suatu kewajiban zakat yang dapat 
menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita 
kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada 
hartawan Muslim..." (HR Imam Al-Asbahani). 

Tidak mungkin peradaban dan kejayaan umat ini akan datang kembali tanpa 
ditopang oleh kokohnya pembangunan zakat. Paradigma kita tentang ZIS harus 
diubah. Ia bukanlah penyebab berkurangnya harta. Justru sebaliknya, ia adalah 
sumber investasi yang dapat menggerakkan perekonomian kelompok masyarakat 
lemah. Jika kaum dhuafa ini terberdayakan, maka dengan sendirinya perekonomian 
negara secara keseluruhan pun akan bergerak dan berkembang (perhatikan QS. 
At-Taubah: 60). 

Yang kedua adalah wakaf, termasuk wakaf uang (sering disebut wakaf tunai). 
Kalau kita melihat sejarah kejayaan Khilafah Turki Usmani yang telah menguasai 
dunia selama 600 tahun, maka salah satu sumber utama penyebab kuatnya 
perekonomian mereka adalah karena wakaf tunai. Wakaf tunai telah menjadi 
inspirasi kejayaan peradaban Turki. Ia adalah potensi sumber pendanaan yang 
sangat luar biasa jika mampu dikelola dengan baik. Bangsa Indonesia tidak perlu 
berutang kepada negara-negara kaya jika ia mampu menggali potensi wakaf tunai 
ini.

Tidak dapat dibayangkan bagaimana dahsyatnya wakaf tunai jika 20 persen saja 
umat Islam mau berwakaf 100 ribu rupiah setiap bulannya. Untuk itu, pemerintah 
harus secara serius memikirkan penggalian potensi wakaf ini. Lahir dan 
tumbuhnya badan wakaf Indonesia (BWI) merupakan suatu keniscayaan sekaligus 
sebagai suatu kebutuhan. 

Ketiga, perbankan syariah. Sektor ini pun harus didukung untuk terus 
berkembang. Ada banyak pekerjaan rumah yang menanti di tahun 2007 ini, antara 
lain penuntasan pembahasan RUU Perbankan Syariah. Kemudian, peningkatan 
kualitas SDM perbankan syariah secara terus menerus, sehingga produktivitas dan 
profesionalisme mereka mampu menjadikan perbankan syariah nasional lebih 
kompetitif dan memiliki daya saing yang tinggi. Pemerintah pun harus 
menunjukkan komitmen yang kuat untuk membantu berkembangnya industri perbankan 
syariah. 

Keempat, sukuk atau obligasi syariah. Sukuk adalah instrumen yang mampu 
mendorong pada peningkatan arus investasi ke tanah air. Dengan potensi 
sumberdaya alam yang luar biasa, penulis yakin bahwa Indonesia tidak akan 
kesulitan untuk mendapat dana investasi jika pemerintah menerbitkan sukuk. 
Bahkan boleh jadi akan terjadi kelebihan permintaan (over subscribe). Penulis 
berharap agar pembahasan RUU Surat Berharga Syariah Negara dapat diselesaikan 
pada tahun 2007 sehingga instrumen sukuk negara ini dapat segera diluncurkan. 

Kelima, lembaga keuangan mikro (LKM) syariah, seperti BMT (Baytul Maal wat 
Tamwil). Era sekarang adalah era pembiayaan mikro. Mengembangkan sektor usaha 
kecil dan menengah (UKM) merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. 
Jepang telah membuktikan bahwa kuatnya perekonomian mereka salah satunya adalah 
dikarenakan kuatnya industri kecil dan menengah mereka, dimana kontribusi 
UKM-nya mencapai 50 persen dari total kekuatan perindustrian Jepang. 

Muhammad Yunus dengan Grameen Bank-nya pun telah menunjukkan bahwa pembiayaan 
mikro telah mengubah nasib banyak kaum papa di Bangladesh. BMT pada dasarnya 
merupakan ujung tombak pemberdayaan kelompok dhuafa. Keenam, sektor keuangan 
lainnya, seperti pasar modal syariah, asuransi syariah, pergadaian syariah, 
dll. 

Mereka pun harus mendapat perhatian kita bersama. Penulis berkeyakinan bahwa 
mengembangkan ekonomi syariah merupakan satu-satunya jawaban untuk mengeluarkan 
bangsa ini dari keterpurukan ekonomi. Karena itulah, penulis mengajak seluruh 
komponen bangsa ini untuk bersama-sama menjadikan tahun 2007 sebagai tahun 
ekonomi syariah. Sekaranglah momentum yang tepat untuk secara perlahan tapi 
pasti, menjadikan ekonomi syariah sebagai panglima kehidupan perekonomian 
bangsa dan negara. Wallahu'alam. 

Kirim email ke