Rahadian,

This weirdo clearly hasn't got any balls. Entah dia harus dikasihani atau 
dikutuki...

Saya sih tak merasa perlu pamer apa yang telah saya lakukan di luar institusi 
saya tanpa terima bayaran, atau berapa sering saya harus tekor dari kocek 
sendiri bahkan untuk melakukan sesuatu yang resmi di institusi saya. I'm no 
megalomaniac, man. Jadi, kita ketawa-ketiwi aja baca igauan filsuf patah arang 
ini.

Anda benar, intelektual tulen mestinya makin berkiprah, semakin rendah hatilah 
dia dan semakin jaga mulut. Bukannya malah koar-koar mendewakan diri sendiri 
dan sibuk mencari cacat orang lain. 

manneke


-----Original Message-----

> Date: Wed Jan 10 13:39:28 PST 2007
> From: "Rahadian Permadi" <[EMAIL PROTECTED]>
> Subject: [mediacare] Re: Just Checking: Apakah Indonesia Memiliki Philosopher?
> To: mediacare@yahoogroups.com
>
> 
> Manneke,
> 
> Mungkin ada baiknya diabaikan saja si pengidap skizowaria...eh maksud
> saya skizomania. Tampaknya dia juga tidak mendapatkan tanggapan di
> beberapa milis.
> 
> Kalau diskusinya sampai panas, misalnya membenturkan antara akademisi
> dengan yang lainnya, maka akan diarahkan pada pertanyaan: apakah yang
> sudah anda lakukan tanpa melibatkan institusi akademis anda? Saya
> menangkap kesan arogan di sini. Seolah-olah banyak akademisi atau mereka
> yang diserang hanya duduk dan diam di menara gading. Seingat saya Romo
> Mangun, seorang intelektual sekaligus rohaniwan, tidak banyak pamer
> ketika bekerja untuk kali Code dan Kedung Ombo. Begitu juga almarhum
> Herbert Feith, ia tidak berkoar-koar menantang akademisi lain ketika
> bekerja di Timor dan tempat lainnya. Sartre dan Bertrand Russell juga
> tidak menyindir para dosen di negara lain ketika mocking tribunal untuk
> perang Vietnam diprakarsai oleh mereka.
> 
> Sekarang malah lari ke topik budaya yang jelas-jelas katanya sendiri
> sangat elusive. Filsuf indonesia? Wah mungkin cuma dia kali. Mungkin
> perlu ditanya sama dia apakah indonebia itu bisa disebut filsuf?
> Gagasannya orisinil dan cemerlang : )
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> --- In mediacare@yahoogroups.com, manneke <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > Miliser hypersex ini bikin ulah lagi. Masih dengan gayanya yang tak
> bermutu itu. Memindahkan sebuah diskusi dari satu milis ke milis lain
> (dengan memakai nama samaran yang berbeda-beda), lalu memotong-motong
> isi posting seseorang tanpa etika sama sekali, serta memanipulasinya
> sedemikian rupa dengan tujuan disinformasi dan penyesatan orang banyak.
> Ketika direspons, dia menghilang dengaan sikap yang sangat pengecut,
> lalu loncat ke milis lain dan menebar racun di sana.
> >
> > Inilah manusia sok pintar tapi tak punya kejujuran ataupun integritas.
> Budayawan/sosisolog palsu yang senantiasa asyik berkasak-kusuk dan tidak
> membawa manfaat apa-apa bagi orang lain di sekitarnya. Jika banyak
> manusia Indonesia yang seperti ini, tak heranlah jika kondisi Indonesia
> saat ini penuh dengan karut-marut pada stadium gawat.
> >
> > Untuk kesekian kalinya saya usulkan kepada Anda, jika berani berdikusi
> serius tentang krisis budaya di Indonesia, dan jika ingin memindahkan
> diskusi dari satu milis ke milis lain, cobalah menyertakan thread
> lengkap dari awal, bukan cuma sepotong-sepotong yang disampaikan dengan
> cara abusive untuk kepentingan diri sendiri. Jika tak berani melakukan
> diskusi yang jujur dan terhormat, ya saya anggap saja Anda ini pengecut
> ingusan yang tak tahu malu.
> >
> > Mari kita lihat, adakah miliser mediacare yang akan menyambut
> postingan Anda ini dengan serius. Setelah itu, kita akan lihat juga cara
> dan gaya Anda dalam menanggapinya. barang busuk tetaplah busuk,
> sekalipun dibungkus dengan kata-kata muluk sekeren apapun.
> >
> > May CULTURE be with you.
> >
> > manneke
> > PS: By the way, untuk pertanyaan Anda: "Apakah Indonesia memiliki
> philosopher?" Jawabannya, "Ya. Dan cuma ada satu. Sayangnya, dia
> philosopher gadungan yang megaloman dan skizofrenik. Namanya? kadang
> (Hyper)Sekspeare kadang Das Kopiupilan." Cilakalah bangsa ini...
> >
> >
> > -----Original Message-----
> >
> > > Date: Tue Jan 09 06:52:06 PST 2007
> > > From: "Well... I am SeksPeare" [EMAIL PROTECTED]
> > > Subject: [mediacare] Just Checking: Apakah Indonesia Memiliki
> Philosopher?
> > > To: mediacare@yahoogroups.com
> > >
> > > Pertanyaan ini mungkin ada kaitannya dgn thread *Daya Fikir* (di
> milis lain)
> > >
> > > Dijelaskan bahwa ada kultur (ilmiah, institusi) dan ada
> &#733;kultur&#733; (non ilmiah, non institusi)
> > > Dalam penjelasan tersebut, dikatakan bahwa Gunawan Muhammad, adalah
> budayawan (pokok pemikirannya, tidak bersandar pada pendekatan -so
> called- ilahiah, tdk sama halnya dgn Aa Gym, yg ditempatkan sebagai
> budayawan dalam tanda kutip)...
> > >
> > > Pertanyaan saya adalah:
> > > 1. Mengapa tdk menggunakan saja terminologi *Philisopher* terhadap
> Gunawan Muhammad?... Mengapa harus ada dikotomi budayawan *dalam tanda
> kutip* dan *tanpa tanda kutip*? (Intellectual Exercise?)
> > >
> > > Quote 01: Ia bisa saja seorang akademisi, tetapi tak harus selalu
> demikian. Goenawan Mohamad bukan akademisi, tetapi jelas budayawan. (End
> of quote/Manneke Budiman/FPK)
> > >
> > > Quote 02: lalu bagaimana dengan AA Gym? Dalam pengertian "budayawan"
> superlonggar di awal kuliah saya, ia bisa saja diberi label "budayawan"
> (seperti yang dilakukan Kopiracun). Namun, dari sudut pandang ilmu
> budaya, AA Gym bukan budayawan (tanpa tanda kutip).
> > >
> > > 2. Masuk dalam pertanyaan selanjutnya: WHAT IS CULTURE?
> > >
> > > Bagi yg ogah (malas?) buka referensi, saya bermurah hati untuk
> membukakan anda, sbb: (tolong perhatikan highlight)
> > > ---------------------------------------------
> > > Wikipedia:
> > > Culture (from the Latin cultura stemming from colere, meaning "to
> cultivate"), generally refers to patterns of human activity and the
> symbolic structures that give such activity significance. Different
> definitions of "culture" reflect different theretical bases for
> understanding, or criteria for evaluating, human activity.
> > >
> > > Anthropologists most commonly use the term "culture" to refer to the
> universal human capacity to classify, codify and communicate their
> experiences symbolically. This capacity has long been taken as a
> defining feature of the humans. However, primatologists such as Jane
> Goodall have identified aspects of culture among human's closest
> relatives in the animal kingdom.[1] it can be also said that " it is the
> way people live in accordance to beliefs, language, history, or the way
> they dress. "
> > > ----------------------------------------------
> > > Apakah ada dikotomi pembedaan budayawan tanda kutip dan budayawan
> dengan tanda kutip?...
> > >
> > > So, again: WHAT IS CULTURE?...
> > > Pertanyaan ini saya lempar ke rekan se *warung kopi* sebagai bahan
> kajian untuk *warung kopi institute*. Dgn meminta penjelasan murni hasil
> olah fikir anda sendiri.
> > >
> > > Kopitalistic Verses:
> > > 1. Budaya/Kultur adalah interaksi manusia dgn alam, manusia dgn
> manusia dan manusia dgn dirinya. (SeksPeare/Apakabar/2005)
> > > 1-a. Dalam interaksi itu menghasilkan result berupa faith, believe
> system, ataupun menghasilkan filsafat.
> > >
> > > 2. Budaya (Kultur) adalah terminologi yg dihasilkan oleh pengkajian
> akademik (symbolic) untuk menjelaskan sebuah -atau beberapa- dimensi
> (mistis-fisis/realistis) yg belum berhasil terumuskan melalui penjelasan
> hard-science.
> > >
> > > Your OWN Version:
> > > 1............................................
> > > 2............................................
> > > dst.
> > >
> > > Dalam sebuah stadion sepak bola, penonton menilai dan menikmati
> hasil aktifitas dari permainan para atlitnya, bukan semata cheerleader
> maupun komentatornya. Cheerleader dan komentator hanya berstatus:
> Penggembira.
> > >
> > > Salam Intellectual Exercise
> > >
> > > Kopitalisme
> > > http://kopitalisme.tk
> > > http://kopitalisme.blogspot.com
> > > Rekan rekan sedang mengumpulkan berbagai artikel yg membicarakan
> kemandulan dan impotensi kaum intelektual kita.
> >
> 
> 
>

Kirim email ke