Halo sahabat, Untuk lebih lengkapnya dapat dibaca pada buku: Manajemen Berbasis Nurani terbit 2 Januari 2007 ditulis oleh: Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM. dan Ir. Stefanus Indrayana, MBA.
Dalam hubungan kita dengan orang lain, sering timbul suatu communication breakdown, istilahnya seperti berbicara lewat komunikasi radio tapi berbeda frekuensi. Mengapa demikian? Terjadinya communication breakdown karena terjadinya penolakan untuk menerima alur komunikasi dari pihak lain. Istilahnya komunikasi 2 arah. Kalau di jalan raya, dengan menjadi 2 arah menjadi bagus, tidak saling berpapasan, namun dalam komunikasi dengan orang lain, komunikasi 2 arah berarti tidak nyambung atau tidak efektif. Dalam berkomunikasi, masing-masing pihak ada levelnya: Pihak A Pihak B Parent Parent Adult Adult Child Child Pada saat alurnya Parent (A) bicara kepada Child (B) amka pihak B akan menerima komunikasi dengan dominasi pihak A. Misalnya Dokter (A) bicara kepada pasien (B). Masalahnya bila timbul Parent (A) berbicara kepada Parent (B) maka timbullah communication breakdown. Pihak A tidak ingin ditentang, dilecehkan atau didebat, sebagai pihak yang memiliki otoritas (misalnya seorang Konsultan), namun pihak B juga tidak mau mengalah, dengan mempertanyakan kalimat (statement) Pihak A secara authoritative, misalnya dengan menjelaskan konsep baru. Akhirnya kedua belah pihak tidak mau mengalah, dan masing-masing pihak dongkol. Inilah yang disebut communication breakdown. Misalnya kita berbicara dengan orang asing, maksudnya orang baru dikenal, kita ingin bertanya, sebaiknya jangan menggunakan sikap Parent (authoritative) misalnya: "Pak anda ini bagaimana, kok bisa kesini?" karena belum tentu pihak B akan mau menanggapi atau menerima sikap anda. Inipun berlaku kepada para anak buah, misalnya anda dipindah ke tempat baru, dan belum banyak orang tahu bahwa anda Boss baru, maka gunakan sikap komunikasi Adut (A) kepada Adult (B). Misalnya.. "Pak, mohon waktu sebentar, menurut anda bagaimana dengan......" Maka akan timbul komunikasi yang baik. Dalam situasi yang asing sekali, misalnya di luar negeri, lebih baik anda menggunakan komunikasi Child (A) kepada Adult (B). Misalnya.. "Pak, maaf bolehkah saya minta petunjuk ke....." Maka anda akan disambut dengan senang hati karena menghormati pihak lawan dengan baik. Dan dengan berlanjutnya komunikasi, maka anda bisa membalik komunikasi menjadi Adult (A) kepada Adult (B). "Oh, menurut saya juga begitu, namun ada anggapan begini...." Maka diskusi menjadi lancar. Seseorang bisa menerima konsep komunikasi Adult (A) kepada Adult (B), atau Child (A) kepada Adult (B) namun jangan sampai terjadi komunikasi Parent (A) kepada Parent (B), akan timbul masalah komunikasi / emosi. Komunikasi Adult (A) kepada Child (B) bisa terjadi kalau pihak lawan mengerti kedudukan anda, atau mengenal anda, atau memang posisi anda lebih superior, dan yang paling penting Pihak lawan menerima posisi superior anda. Nah, permasalahannya dalam dunia komunitas, atau dunia kemasyarakatan kadang kita ingin menjadi pemimpin, atau dituakan, misalnya dalam dunia Milis. Kadang kita bingung, kita merasa sudah tua (berumur), namun namanya Milis, sambutan orang bermacam-macam. Bagaimana caranya menjadi dituakan? Bagaimana konsep supaya dihormati orang lain? Anda perlu mempelajari konsep kepemimpinan. Bahwa dalam suatu komunikasi dengan masyarakat umum, maka bagaimana caranya kita mengendalikan orang-orang lain, dengan kata lain menjadi "pemimpin" (dalam arti pihak yang disegani), anda harus tahu, apakah akar kepemimpinan itu? Akar kepemimpinan adalah Rasa percaya. Artinya masyarakat umum percaya kepada anda, rasa percaya itu sangat dekat dengan rasa menerima, rasa dekat, rasa aman. Artinya mereka menerima sosok anda, sebagai bukan pihak asing, namun mereka membuka diri, untuk mau mendengarkan anda. Nah, rasa percaya itulah yang harus direbut dari masyarakat. Misalnya seorang Ketua dalam berbicara, semua Rakyat mendengar, karena mereka percaya atau mempercayakan kepada Ketua, bahwa sang Ketua tidak akan mencelakakan dirinya, sang Ketua akan bersikap jujur, dan adil. Mengapa sang Ketua dipercaya? Apakah akar kepercayaan itu? Akar kepercayaan adalah kepentingan orang lain. Oleh karena orang-orang dalam suatu kemompok memiliki kepentingan, maka mereka akan melihat, siapa diantara anggota yang mengerti kepentingan anggota lainnya, itulah yang dipercaya. Oleh karena itu, dalam berkomunikasi dengan masyarakat, hal yang paling penting adalah bagaimana anda mengerti kepentingan kelompok? Seorang Roy Suryo tentu mengerti bahwa masyarakat ingin kejelasan teknologi informasi dalam membantu maslaha masyarakat, Maka ketika terjadi internet putus karena Gempa di Taiwan, atau ada pembunuhan Artis, masyarakat mendengarkan Roy Suryo. Atau misalnya dalam masalah ekonomi, masyarakat mendengarkan Kwik Kian Gie atau Faisal Basri, artinya masyarakat mengerti bahwa sosok beliau akan dapat dipercaya, karena mereka memperjuangkan kepentingan masyarakat umum, bukan kepentingan pihak tertentu. Kepentingan pihak lain, atau orang-orang lain itu bentuknya seperti Kuis "Famili 100 - Survey membuktikan". Misalnya anda ingin membicarakan sesuatu kepada masyarakat, misalnya anda ingin mengemukakan isuue korupsi. Tentu anda tidak bisa langsung bilang.. "Korupsi di indonesia tidak penting atau tidak signifikan..." Karena itu melawan Survey pendapat umum. Dengan mempertajam empati, maka anda akan semakin mengerti pikiran masyarakat. Misalnya anda heran, mengapa dalam masalah Seorang Tokoh Agama yang baru menikah lagi. Timbul pro-kontra, timbul masalah. Banyak yang protes, banyak yang marah. Namun ada pihak yang Pro dengan ide menikah lagi, dan marah juga dengan mengatasnamakan agama. Akhirnya timbulah communication breakdown. Masing-masing pihak meras adongkol, "pokoknya aku tidak mau mendengar kamu, sudah kita putuskan saja hubungan ini" Wahhhh repot juga. Masing-masing merasa di pihak yang benar, dan tidak ada yang mau mengerti. Sebetulnya kita bisa Survei Famili 100.. Dari 100 Ibu-ibu yang ditanya, "berapa yang bermasalah dengan suaminya?" "berapa yang hidupnya terbebani masalah ekonomi, dengan kurangnya uang belanja dari suami?" "berapa banyak yang melihat suaminya selingkuh?" "berapa banyak yang merasa sedikit terbantu bila kita bersikap lebih memperhatikan anak-istri?" "berapa banyak yang merasa sedikit terbantu bila kita juga sama-sama menanggung beban dengan saling menahan diri?" Maka anda akan melihat peta kepentingan masyarakat, apa yang diharapkan masyarakat, dan anda bisa survey apa solusi yang diinginkan masyarakat. Demikian pula dalam menghadapi masalah kekacauan persepsi masyarakat, misalnya dalam kasus Minuman Elektrolit. Dalam masyarakat terjadi kekacauan informasi, padahal masalahnya adalah pada label kemasan yang kurang mencantumkan informasi secara lengkap, termasuk isi bahan pengawet di dalamnya. Dalam peraturan jelas harus dituliskan bahan pengawet apa yang dikandung, bila tidak maka itu melanggar peraturan. Namun dalam masyarakat yang beredar adalah masalah bahan pengawet yang dilarang. waaaahhh repot juga. Dengan demikian bagaimana kita bersikap, dalam menghadapi masalah komunikasi dengan masyarakat? Untuk itu kita perlu mengingat, bahwa efek komunikasi yang diinginkan adalah masyarakat percaya. Bila ini terjadi pada masa lalu, maka solusinya mudah. Biarkan Tokoh pemimpin memberi teladan minum, misalnya waktu itu minum susu yang diissuekan haram. Oleh karena itu, jangan sampai kita masuk ke dalam permainan lawan, dengan memproduksi minuman elektrolit tanpa bahan pengawet, karena kita tidak bisa menjamin berapa lama stock turn atau sirkulasi dari mesin produksi hingga diminum konsumen. Susu bubuk misalnya, atau Biskuit, akan ditarik dari rak-rak penjualan bila expired. Namun sesungguhnya umurnya masih bisa dimakan 3 bulan lagi. Oleh karena itu bila kita minum besok, maka susu tersebut sebenarnya aman. Dengan demikian permainan lawan dengan menghilangkan bahan pengawet sungguh berbahaya, bila stock turn kita tidak secepat itu. Oleh karena itu, jangan juga sampai kita melakukan srategi turun harga, karena itu akan membuat rasa percaya masyarakat menurun. Toko-toko tidak mau menjual, bukan karena harganya mahal, atau untungnya tipis, namun kurangnya daya serap pasar, atau kurangnya animo pembeli. Bila tidak ada yang beli, berapun harganya juga tidak diharapkan. Rasa percaya itu biasanya timbul dari Testimony masyarakat. Maka dari itu, cara-cara promosi seperti yang dilakukan "Agen 1000 Sunlight" itu sungguh brilliant. Kembali kepada relationship, atau hubungan dengan orang lain, bila kita mengerti kepentingan pihak lain, maka kita akan menjadi disegani, paling tidak, diterima oleh komunitas. Oleh karena itu, dalam memulai suatu komunikasi kepada komunitas baru, jangan coba-coba langsung menggunakan cara-cara authoritative, belum tentu komunitas akan menerima. Lebih baik secara konsisten berikan manfaat bagi orang-orang lain, misalnya anda memberi solusi kepada masalah masyarakat. Adanya solusi, dan manfaat dari anda akan menimbulkan efek kepentingan. Dengan ikatan kepentingan tersebut maka anda akan diterima komunitas, dan semakin banyak manfaat yang ditimbulkan oleh anda, semakin besar kepentingan masyarakat kepada anda, dan akhirnya anda akan mulai disegani, dan berujung kepada menjadi opinion leader. Selamat mencoba. Untuk lebih lengkapnya dapat dibaca pada buku: Manajemen Berbasis Nurani terbit 2 Januari 2007 ditulis oleh: Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM. dan Ir. Stefanus Indrayana, MBA. salam, Goenardjoadi Goenawan Managing Director ESQCU Training & Consulting Pioneer Mata Kuliah Entrepreneurship di FE Extension Universitas Indonesia Konsultan Rubrik Bisnis Tabloid Untung, panduan wirausaha http://swa.co.id/swamajalah/tren/details.php?cid=1&id=3195&pageNum=2 Miliki Buku-buku karya Ir. Goenardjoadi Goenawan, MM.: * Menjadi Kaya Dengan Hati Nurani * Mata Air Untuk Dahaga Jiwaku * Pelangi Kehidupan Entrepreneur * Memasarkan Dengan Hati (terbit 8 November 2006) ditulis bersama Ir. Stefanus Indrayana, MBA.: * Manajemen Berbasis Nurani (Terbit 1 Januari 2007) * Best Life; Menjalani Hidup Penuh Makna (belum terbit) * Journey to the soul; Piramida Kebutuhan Jiwa Penerbit: Elex Media Komputindo