Dear Bung Danny, tolonglah sampaikan kepada yth Pak Santoso agar melihat di kamus, saya kira harusnya fait accompli "sesuatu yang telah accomplished" jadi bukan d'accompli. Maaf! Sekait isi tulisan, kita pertahankanlah batas-batas RI seperti yang ada kini, saya yakin punya latar belakang historis yang kuat. Imperatifnya siapa saja yang sedang pegang kekuasaan di RI harus membuat Papua cepat tumbuh secara ekonomi, namun jangn sampai hancur ranah ekologinya. Selebihnya saya sangat setuju dengan isi. Papua telah jadi Negara Freeport! Mungkin ini awal terkepingnya RI. Karena baru saja "Negara Exxon" diperluas dari Natuna ditambah Blok Cepu! Hebat Ranesi! DM
Danny Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Radio Nederland Siaran Indonesia - Ranesi http://www.ranesi.nl/arsipaktua/Asia/kabar_papua051117/negara_freeport_abs060303 'Negara Freeport' Sebuah Tragedi Fait Daccompli Kolom Aboeprijadi Santoso 03-03-2006 Papua adalah sinonim dari tragedi fait daccompli. Papua sering terjebak ke dalam kondisi yang dipaksakan dunia luar yang kemudian seolah tak mungkin berubah lagi. Pertama, Belanda datang, kedua, sebagai bagian Hindia-Belanda, dia masuk ke dalam republik, tapi dengan cara yang curang, namun dianggap absah oleh dunia. Nah, fait daccompli yang ketiga adalah operasi perusahaan raksasa yang mengikat kepentingan politik dan ekonomi lokal dan (multi)-nasional, yang membawa sumberdaya besar bagi semua pihak kecuali rakyat setempat, tapi juga membawa musibah multidimensional bagi rakyat dan negeri tsb. Tragedi ini bernama Freeport. Tak tinggal diam Dua minggu lamanya Papua berkemelut. Mulanya, sejumlah pendulang emas di kawasan operasi perusahaan tambang tembaga dan emas raksasa Amerika, Freeport McMoRan Copper and Gold Inc. ditahan. Selidik punya selidik, ternyata mereka didatangkan dan giat di situ berkat upaya satuan tentara yang bertugas mengawal perusahaan Freeport. Jadi, penambang ilegal ini digiring oleh tentara yang sama yang mendatangkan mereka? Alasannya, mereka dituduh OPM, Organisasi Papua Merdeka. Lhaa, kalau mereka OPM, mengapa didatangkan ke situ? Orang luar, orang Jakarta, orang di rantau, mereka yang suka memakai NKRI sebagai slogan belaka, biasanya sudah puas dengan dalih ada OPM. Sah, kan, sebab itulah yang merongrong NKRI, mau alasan apa lagi? Namun dalih OPM adalah untuk menunjukkan indikasi ketidakamanan, dan ketidakamanan adalah alasan untuk menaikkan rekening jasa keamanan kepada Freeport. Rakyat Papua yang mengenal denyut dinamika yang berkembang di Papua, sudah lama tahu. Yang menarik, kali ini mereka tidak diam. Itu skenario tentara selama puluhan tahun di Papua, katanya. Mereka membuka suara, tidak hanya di media, tapi turun ke jalan. Tidak hanya di Wamena, tapi di Nabire, Jayapura, Manokwari, Makasar, Yogyakarta dan Jakarta. Mereka menuntut Freeport ditutup karena memprotes skenario yang disebut praktek Negara Freeport. Hampir identik dengan Orba Negara Freeport? Perusahaan yang mengelola salah satu pertambangan emas terbesar di jagad ini memang bukan sekadar suatu badan usaha. Letaknya amat rumit, terpencil di dataran tinggi Grasberg, lereng Pegunungan Tengah. Sejarahnya istimewa inilah investasi modal asing pertama yang dilakukan Orde Baru yang kontraknya bahkan diteken semasa status Papua (Irian Barat) masih mengambang, yaitu 1 April 1967, ketika menantikan plebisit PBB, Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat), pada 1969. Sekarang, menurut laporan harian The Australian pendapatan Freeport sepanjang tahun lalu mencapai US $ 4,2 milyar, dengan laba sebesar US$ 934,6 juta. Jika negara Orde Baru membuka riwayat politiknya dengan tragedi besar pembantaian 1965-66, dia mengawali akumulasi sumberdaya ekonominya dengan langkah Freeport di Papua. Freeport bukan sekadar tragedi fait daccompli, dia datang bersamaan dengan Orde Baru yang tampil dengan kendali militer NKRI yang sentralistis. Markasnya di Louisiana, AS, beroperasi di tengah rimba Papua sebagai sosok pertama yang memasuki kawasan Grasberg. Tak seorang pun wartawan pernah memasuki kawasan tsb. Jadi lereng Grasberg itu hanya bisa dilihat lewat Google. Sepanjang riwayatnya Freeport telah menggaruk keuntungan yang menjadi sumber pendapatan ketiga terbesar bagi republik ini, serta menjadi pemasok kekayaan Keluarga Besar Soeharto dan tentara. Sejak 1980an, berkat tampilnya menantu Soeharto, Mayjen Prabowo, maka Freeport membayar Kodam, dan satuan tentara dan polisi yang menjaga kawasan Freeport, suatu hal yang terlarang menurut hukum Amerika tapi absen dalam hukum Indonesia. Oleh karena itu, Freeport tidak pernah beroperasi secara transparan. Masuk akal. Sebab Freeport juga bagian dari mekanisme Orde Baru. Dia hampir identik dan operasinya hanya dimungkinkan oleh rezim Orde Baru dengan pola sentralismenya NKRI. Karena itu, suka atau tidak, Freeport adalah semacam negara sendiri. Berkat Google, kita tahu, para pendulang atau orang luar, bahkan penduduk lokal, pun, mustahil dapat memasuki kawasan operasi Freeport yang tinggi di pegunungan dan dijaga ketat tentara - kecuali apabila para pendulang itu dibawa serta oleh tentara pengawal Freeport. Dan tentara di sana, di kawasan Freeport itu, adalah semacam Tuhan, ujar pengamat Papua Dr. Benny Giay. Berkat laporan The New York Times Desember lalu, kita tahu, betapa besar privilege yang dinikmati Freeport sejak masa Orde Baru hingga kini melalui kontraknya yang miring. Tuntuntan peninjauan ulang kontrak Sekarang rakyat Pegunungan Tengah itu marah. Timbul gerakan-gerakan rakyat yang semula terilhami oleh pejuang hak-hak sipil Amerika Martin Luther King dan bergerak aktif di Papua maupun di kota kota di Jawa dan Sulawesi. Kali ini mereka marah terhadap Freeport dan tentara yang berkuasa di Freeport. Beberapa bulan lalu, Wagheke, seorang anak laki penduduk setempat ditembak mati dan pelakunya, seorang prajurit TNI, dihukum ringan. Lebih menyakitkan rupanya adalah penahanan belasan orang yang bersama Antonius Wamang dituduh terlibat pembunuhan warga Amerika dan para guru sekolah di dekat Timika, Agustus 2002. Menurut laporan Kapolda kala itu, I Made Mangku Pastika, pelakunya adalah sejumlah anggota TNI, tetapi ketika Amerika terus menekan Jakarta agar menahan dan mengadili para pelaku, Jakarta menyodorkan Wamang dan sejumlah warga Papua lain, bukan para pelaku sebenarnya. Rangkaian inilah yang rupanya kini bermuara pada protes Pegunungan Tengah yang menuntut Freeport ditutup. Pemerintah Jakarta tentu tak mau mendadak kehilangan sumberdaya yang mahal, tapi Freeport pun tentu tak mau kehilangan nilai investasinya yang sebesar 12 milyar dolar. Kembali Papua terjebak fait dáccompli. Maka, pantaslah jika tuntutan Papua Tengah itu kini sedikitnya diterjemahkan menjadi tuntutan peninjauan kembali kontrak RI dan Freeport. Duuuh, Freeport! -------------------------------------------- Reaksi: Hening Tyas Sutji, 04-03-2006 - Indonesia Kontrak karya Freeport yang terahkir telah ditandatangani oleh Soeharto sebelum lengser dari jabatannya sebagai presiden RI tahun1997, dengan masa kontrak penambangan selama 30 tahun. Ini gila memang...., biasanya kontrak karya Freeport diperpanjang setiap 10 tahun sekali. Apakah dalam hal ini SBY akan berani melakukan renegosiasi kontrak ulang?. Mengingat konsekuensinya amat berat. Karena SBY akan berhadapan dengan banyak pihak yaitu birokrasi,elit politik/ekonomi dan tentara yang selama ini paling menikmati biaya siluman yang diberikan oleh Freeport. Kontrak ulang akan punya konsekuensi dipangkasnya biaya siluman ini untuk dikompensasikan pada kontrak baru yang lebih adil bagi pemerintahan Indonesia dengan jaminan keamanan Freeport ada dipundak SBY. Apakah SBY akan mampu memenuhi tuntutan renegosiasi kontrak ulang, ketika jaminan keamanan, tentara, elit politik/ekonomi, birokrasi tidak sepenuhnya dibawah kekuasaannya?. Ini bak buah simalakama, tetapi SBY harus mampu membuat solusi segera demi tegaknya good governance dan good corporate governance, issu yang membawa dia pada popularitas dan kepercayaan rakyat hingga saat ini. --------------------------------- Don't get soaked. Take a quick peak at the forecast with theYahoo! Search weather shortcut.