Kawan-kawan sekalian yb,

    Sebelumnya maaf pada bung YapHG dan Bung Nesare, karena sebelum 
mendapatkan ijin kalian berdua, saya sudah mengorbitkan dimmilis-milist 
lain. Diskusi kalian di T-net ini saya anggap sangat baik dan perlu menjadi 
perhatian lebih banyak kawan. Dan, ... tanggapan bung Ilham dibawah sangat 
baik yang juga perlu diperhatikan kita semua.

    Ya, masih banyak masalah-masalah sejarah tetap dalam keadaan gelap, 
digelapkan, bengkok dan jauh dari kenyataan yang terjadi, ... dan itulah 
tugas berat muda-mudi anak bangsa khususnya pekerja-pekerja sejarah dan 
politik untuk menyelidiki, menemukan bukti-bukti yang masih bisa ditemukan, 
untuk mencerahkan dan meluruskan apa yang selama ini terpelintir dan 
digelapkan. Menjawabnya satu persatu sesuai dengan kenyataan, atau 
setidaknya lebih mendekati kenyataan yang terjadi.

    Sejarah yang berdarah-darah hendaknya tidak diteruskan berlanjut dari 
masa kemasa. Sungguh, adalah sesuatu yang tidak seharusnya terjadi dan 
justru telah terjadi dilakukan oleh bangsa ini yang menjunjung tinggi 
PANCASILA, dimana sila-1 adalah KETUHANAN Yang MAHA ESA dan sila-2 adalah 
KEMANUSIAAN yang ADIL dan BERADAB. G30S, lepas dari siapa dalang 
sesungguhnya, penculikan dan pembunuhan atas 6 jenderal tanpa proses hukum, 
adalah kesalahan-serius yang harus dikutuk! Jadi, tokoh-tokoh G30S, 
Penanggungjawab gerakan tersebut harus dituntut dan dijatuhi hukuman sesuai 
hukum yang berlaku. Seandainya bisa dibuktikan PKI berada dibelakang dan 
mendalangi G30S, juga cukup tokoh-tokoh utama PKI yang harus bertanggung 
jawab saja. Cukup dengan menahan pimpinan utama yang dimajukan kedepan 
pengadilan. Tidak usah dan tidak seharusnya terjadi pembunuhan-pembunuhan 
massal yang juga dilakukan diluar proses hukum.

    Tetapi kenyataan tidak demikian yang terjadi, ... masalah pembunuhan 
atas 6 jenderal di-Lubang Buaya itu saja masih menjadi pertanyaan siapa 
sesungguhnya yang memberikan perintah dan apa maksud segera membunuh. 
Karena ada berita menyatakan, rencana semula G30S, penculikan ke-7 jenderal 
(Jenderal Nasution lolos) itu harus hidup-hidup untuk dihadapkan pada 
Presiden Soekarno. Bukan untuk dibunuh!

    Lalu, kita juga bisa perhatikan bahwa pembunuhan terhadap 6 jenderal itu 
di-Lubang Buaya ternyata juga tidak ada masalah di-silet kemaluannya dan 
dicungkil matanya oleh wanita-wanita GERWANI sambil menari-nari telanjang 
"harum bunga" secara sadis, seperti yang difitnahkan rezim Soeharto. Dan 
fitnah yang demikian kejamnya itu, sesuai dengan tujuan menuduh PKI sebagai 
dalang G30S, jelas untuk membakar kemarahan rakyat pada PKI dalam rangka 
melaksanakan tujuan membasmi komunis di bumi Indonesia.

    Pembunuhan atas 6 jenderal adalah satu kesalahan yang dilakukan tanpa 
proses HUKUM, tapi balasan yang dilancarkan jenderal Soeharto ketika itu, 
justru lebih kejam, lebih biadab dari apa yang difitnahkan pada PKI, ... 
tidak hanya tokoh-tokoh utama PKI cepat-cepat dihilangkan tanpa proses 
hukum, pembunuhan massal atas jutaan orang tak berdosa, yang cukup dituduh 
bahkan dicurigai dan simpatisan PKI. Dilancarkan juga penangkapan dan 
pembuangan tanpa proses hukum selama belasan tahun pada ratusan ribu orang 
tidak berdosa, dan, ... jutaan keluarga, istri anak-cucu tahanan juga 
diharuskan menanggung "dosa-turunan" dengan cap "tidak bersih lingkungan", 
membiarkan jutaan orang harus hidup lebih celaka dari warga klas-kambing.

    Jadi jangan terbalik, yang dikatakan komunis "kejam", "biadab" dengan 
mensilet kemaluan, mencungkil mata 6 jenderal itu hanyalah fitnah, sedangkan 
yang dilancarkan rezim Soeharto dalam usaha membasmi komunis itulah justru 
yang lebih kejam, lebih biadab dalam arti sesungguhnya, yang nyata telah 
dilaksanakan! Ya, sungguh sangat menyedihkan karena semua ini justru masih 
berlangsung sampai sekarang setelah lebih 41 tahun, belum juga mendapatkan 
penyelesaian secara baik dan terjadi dinegeri ini yang menjunjung PANCASILA! 
Dan adanya Pelanggaran HAM berat demikian, tidak seorang pun yang harus 
bertanggungjawab bisa diseret kedepan pengadilan sampai sekarang setelah 
lewat lebih 41 tahun. Bagaimana bisa dibayangkan bangsa ini mempunyai hari 
depan indah dan cemerlang, kalau Pemerintah yang berkuasa masih saja belum 
juga bisa mewujudkan KEMANUSIAAN Yang ADIL dan BERADAB dalam kenyataan hidup 
bermasyarakat?!


Salam,
ChanCT



----- Original Message ----- 
From: Ilham Bali
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, 15 January, 2007 14:45
Subject: Re: [HKSIS] Fw: YapHG Re: Mengakhiri polemik dan mohon maaf => 
Nesare #51574


Bung YHG yan baik,

...mereka harus melihat kedepan, jangan cuma menengok
kebelakang, karena harapan ada di depan dan tidak
pernah ada dibelakang..., sungguh kalimat yang amat
bijak.

Tapi terus terang, saya khawatir itu hanya akan
menjadi slogan dan kalimat retorika saja.

Kita harus kembali ke niat awal, yang rasanya pernah
kita sepakati, bahwa kejelasan tentang masa lalu yang
tak pernah di'terang'kan dimasa kini, hanya akan
membuat masa depan tetap saja buram.

Harapan tak pernah ada dibelakang, itu betul sekali.
Tapi harapan yang ada dimasa depanpun hanya akan jadi
kabut tebal, kalau pelik masa lalu tak pernah diurai,
dengan berani dan legowo, secara bersama diatas meja.
Karena keengganan untuk meletakkan dan menata ulang
pelik masa lampau, pasti tak akan memberi pembelajaran
apapun untuk masa depan.

Tentang 'benar dan salah', betul harus kontekstual
pada jamannya, tapi harus diingat, bahwa ada soal
benar dan salah yang bersifat universal yang sudah ada
sejak jaman Nabi Musa. Membunuh manusia dan menghukum
sesama (tanpa proses pengadilan), sejak 'jadul', sudah
nyata salah. Tak terbantahkan.
Dan setelah September 1965, negara bukan dalam keadaan
perang. Bukan dalam keadaan 'membunuh atau
dibunuh'..., tapi kawan kawan PKI dan simpatisannya,
dalam posisi: 'dibunuh atau lari'.

Tentang justifikasi bahwa apapun upaya penyelesaian
masa lalu, akan bisa berakhir dengan pewarisan konflik
dan bahkan akan menimbulkan konflik baru, saya pikir
itu sangat keliru. Perdebatan , diskusi dan adu
argumentasi, harus dimaknai sebagai kesungguhan
menyelesaikan proses rumit ini. Dan jangan diartikan
sebagai potensi konflik baru. Justru disini, kita
sedang mengasah kecerdasan, saling membuka diri dan
bersikap besar hati (korban), juga bersikap ksatria
(pelaku). Ini baru akan menghasilkan pembelajaran.

Bung YHG yang baik,
bila niat awal yang tulus ini sudah kita samakan, baru
kita bicara data dan fakta yang masing2 kita punya.
Tak sama niatnya, hanya akan berakhir dengan debat
kusir.

Salam hangat,
Ilham Aidit


--- HKSIS <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>
> ----- Original Message ----- 
> From: Yap Hong Gie
> To: Post T-net
> Sent: Monday, 15 January, 2007 5:33
> Subject: [t-net] Re: Mengakhiri polemik dan mohon
> maaf => Nesare #51574
>
>
> Saya setuju degan pemikiran moral "kawan" Kang
> Samiaji bahwa, pemahaman
> sejarah RI, adalah untuk perbaikan bagi kemanusiaan
> bagi generasi penerus,
> agar kesalahan para pelaku sejarah --siapa pun itu--
>  tidak diulangi lagi
> oleh anak-cucu kita.
>
> Seperti yang dikatakan Prof. Ben Anderson: "Masalah
> Indonesia sudah lain dan
> dunia juga sudah lain.
> Mereka harus melihat kedepan, jangan cuma menengok
> ke belakang.
> Harapan ada didepan. Tidak pernah ada di belakang."
>
> Kedua, motivasi dibalik pengungkapan sejaran bukan
> bertujuan untuk membuka
> luka lama; menggugah dendam politik-ideologi dan
> mewariskan konflik.
>
> Ketiga, bahwa pemahaman tentang sejarah adalah agar
> kita tidak terjebak
> dalam membuat penilaian "salah-benar" kejadian di
> masa lalu, oleh karena
> menggunakan para-meter, norma-nilai "modern", tanpa
> meng"input"
> variabel kondisi-situasi, konteks sosial-politik,
> struktural, pengaruh
> politik dunia, yang berlaku di masa itu.
>
> Keempat, prinsip pemahaman sejarah secara obyektif
> adalah dengan melihat
> suatu kejadian dalam time-frame yang utuh, bukannya
> dalam fragmentasi
> tertentu, atau di cut-off semaunya, menurut selera
> dan kepentingan sepihak.
>
> Selanjutnya tanggapan saya dibawah.
>
>
> nesare: Sejarah PKI pra-65 itu sudah banyak ditulis.
> Misalnya disertasinya
> Kiki (Hermawan Sulistyo) tentang pembunuhan massal
> di Kediri, disertasinya
> Geoffrey Robinson (UCLA) tentang pembunuhan massal
> di Bali, dsb. Bisa dibaca
> apa yang dilakukan PKI sebelum 65, apa hasilnya,
> mana yang kurang berhasil,
> mana yang bikin urusan jadi tambah runyam, dsb. Bagi
> yang ingin tahu dan
> ingin belajar, tidak ada yang tertutup.
>
> YHG:
> Oleh kerena bagian sejarah ini yang sangat penting,
> amat relevan dan
> berhubungan langsung peristiwa Coup G30S-PKI,
> selanjutnya pembantaian 65-66,
> mengapa tidak kita urutkan duduk persoalan
> sejarah PKI pra-65 dan membahasnya disini?
> -------------------------------------------
>
>
> nesare: Manipol itu bukan istilah PKI. Itu istilah
> Bung Karno.
> PKI memang setuju dengan Manipol. Elite PKI dihabisi
> Belanda setelah
> Pemberontakan 1926.
> Selama revolusi kemerdekaan PKI aktif kembali tetapi
> elitenya dihabisi
> tentara dalam Peristiwa Madiun 1948.
>
> YHG:
> Ngawur!
> Dipa Nusantara Aidit, M.H. Lukman dan Njoto adalah
> pimpinan Politbiro PKI
> saat itu.
> Setelah peristiwa berdarah Madiun, Aidit dan Lukman
> mengungsi ke Republik
> Rakyat Tiongkok.
> PKI tidak dilarang dan terus berfungsi.
> ---------------------------------------
>
>
> nesare:
> PKI baru mulai bangun kembali setelah Pemilu-55 dan
> Pemilu Daerah-57.
>
> YHG:
> Ngaco!
> PKI mulai dibangun pada th. 1949, setahun setelah
> peristiwa Madiun.
> Pada 1950-an, PKI mengambil posisi sebagai partai
> nasionalis di bawah
> pimpinan D.N. Aidit, termasuk Sudisman, Lukman,
> Njoto dan Sakirman, dengan
> anggotanya sekitar 3.000-5.000 orang, dan
> tahun 1954 menjadi 165.000 orang.
> Dalam Pemilu 1955 PKI meraih 6.179.914 suara (16,
> 36%), merupakan partai
> urutan ke-4 nasional, dengan 39 kursi.
> -----------------------------------------
>
>
> nesare: Kekejaman PKI yang mana di Jatim dan Bali?
> Bentrokan antara Pemuda
> Rakyat dan NU di Jatim?
> Atau bentrokan antara PKI dan PNI di Bali selama
> Landreform? Ya, itu memang
> ada. Hal itu dibahas juga dalam disertasi Kiki dan
> disertasinya Robinson.
> Tapi kemudian mereka kan damai lagi.
> Lalu setiap 17 Agustus semua unsur politik waktu itu
> ikut pawai.
> Bentrok-bentrok kecil itu memang ada. Tapi tidak ada
> pembunuhan yang
> dilakukan PKI yang korbannya sampai puluhan apalagi
> ratusan orang.
> Itu tidak ada, Bung.
>
>
> YHG:
> Hhmmm ... terasa sekali beban berat dalam pengakuan
> ini ...
> Tapi masih juga ingin mereduksi dan menyederhanakan
> suatu proses sejarah
> konflik yang begitu tragis.
> Apalagi tawar-menawar soal jumlah orang yang dibunuh
> PKI, sungguh
> mencerminkan moralitas dan jalan pikiran yang
> simplistik.
> Seandainya pembohongan Anda dapat dipertanggung
> jawabkan bahwa, secara
> kwantitatif, korban pembunuhan PKI mulai 1950-'65
> "tidak mencapai puluhan
> apalagi ratusan orang", tetapi secara kwalitatif
> korban PKI di seluruh
> wilayah Sumut, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali,
> sangat signifikan.
> Korban penculikan (penghilangan), pembunuhan,
> perampasan hak tanah, teror
> terhadap martabat dan agama, yang melibatkan para
> tokoh agama dan
> masyarakat, mulai dari para Kiayi, tokoh Hindu,
> Kristen-Katholik, para "tuan
> tanah" termasuk petani yang memiliki sepetak-dua
> petak tanah garapan,
> penjaga perkebunan negara yang dibantai, pimpinan
> Polisi- Militer setempat,
> dan masyarakat yang tidak ingin bergabung dengan
> BTI, Pemuda Rakyat,
> Gerwani, Lekra, serta organisasi binaan PKI lainnya.
>
> Sederhana sekali manipulasi opini Anda: "Tapi
> kemudian mereka kan damai
> lagi.
> Lalu setiap 17 Agustus semua unsur politik waktu itu
> ikut pawai."
> Siapa yang berani menolak "tawaran damai" dari
> partai yang berkuasa, apalagi
> rakyat kecil ditingkat daerah dan pedesaan?
> Semua unsur masyarakat dipaksa ikut pawai 17an yang
> dimobilisasi PKI,
> melalui elemen-elemen PR, BTI, Gerwani dll.
>
>
> Elizabeth Fuller Collins :
> (mantan Direktur Program Kajian Asia Tenggara, Ohio
> University, serta
> Associate Professor, Department of Philosophy, Ohio
> University, Athens,
> Ohio.)
> Quote:
> Sengketa atas tanah juga menjadi sebab dari
> kekerasan sebagaimana terjadi
> saat ini. Cribb, Hefner, Robinson, Sudjatmiko, dan
> Sulistyo setuju bahwa
> undang-undang reformasi pertanahan (land reform)
> tahun 1960 yang disahkan
> sesudah terjadinya nasionalisasi
> perusahaan-perusahaan asing, dan juga
> keputusan PKI pada bulan Desember 1963 untuk
> menyokong kampanye aksi sepihak
> penguasaan tanah, telah memperdalam dan meradikalkan
> perpecahan-perpecahan
> di masyarakat-masyarakat lokal, yang kemudian
> memfasilitasi perekrutan
> kelompok-kelompok lokal untuk melaksanakan
> serangan-serangan terhadap kaum
> komunis.[46] Sebagaiman Rex Morthimer kemudian
> mencatat:
> "Hubungan-hubungan antara pola-pola awal aksi
> pertentangan dan pembunuhan
>
=== message truncated ===




____________________________________________________________________________________
Get your own web address.
Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.
http://smallbusiness.yahoo.com/domains/?p=BESTDEAL


Berita dan Tulisan yang disiarkan HKSIS-Group, sekadar untuk diketahui dan 
sebagai bahan pertimbangan kawan-kawan, tidak berarti pasti mewakili 
pendapat dan pendirian HKSIS.
Yahoo! Groups Links



Kirim email ke