Wah wah wah, kayanya ada yg sedang mengalami kebingungan dan kekalutan tingkat tinggi nih. Tapi tenang aja bos, lo gak sendirian kok...gw juga pernah bingung kaya gitu...istilah kerennya gw jg pernah disorientasi kaya gitu.
Melihat "realita" (realita yg dipapar oleh media, karena gw gak menyaksikan langsung), gw juga agak bingung "ngeliat" keadaan Indonesia yg sekarang yg kayanya kok "nothing is right, now". Kok kayanya sekarang gak ada yg bener. kalo udah kaya gitu lantas pertanyaan yg muncul adalah, "pernah gak sih di Indonesia ini pernah ada sesuatu yg bener?". Indonesia yg konon kemerdekaannnya diproklamirkan pada hari Jumat pagi di bulan puasa, 17 Agustus 1945...salahkah cita2 kemerdekaan yg diperjuangkan oleh tumpah darah & airmata?? Dalam hidup ini kita tentunya membutuhkan referensi, membutuhkan pijakan...buat apa? Ya buat melangkahkan kaki ke depan. Kita butuh referensi untuk bisa melakukan proyeksi. Supaya tidak disorientasi. We've got to have faith. Oke mas, kalo boleh saran, ketika begitu banyak pertanyaan yg muncul tentang negeri tercinta ini, baiknya dimulai dari pertanyaan... 1. Pernahkah ada sesuatu yg benar dalam perjalanan bangsa Indonesia ini? 2. Jika anda memilih untuk berkeyakinan, YA! Pernah ada sesuatu yg benar dalam perjalanan bangsa & Negara ini. Maka pertanyaan berikutnya adalah, sejak kapan menjadi salah?? Benar & salah adalah relatif, tapi tetap kita harus memilih pijakan/dasar yg kita pilih. Salam pertanyaan, DIMAS ________________________________________ From: mediacare@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of mochammad arief sw Sent: Monday, January 22, 2007 3:07 AM To: mediacare@yahoogroups.com Cc: mediacare Moderator Subject: [mediacare] KETIKA INDONESIA SUDAH TIDAK INDONESIA LAGI! Katanya Indonesia negeri yang nyaman. Masyarakatnya ramah dan tolong-menolong. Saling menghargai dengan budayanya yang luhur. Indonesia yang awalnya disebut Nusantara memang sebuah negeri yang sangat menjunjung tinggi budaya lokal. Dimana setiap daerah meski berbeda kultur tapi ada kesamaan kebiasaan atau adat budaya. Yaitu, keberagaman yang disertai dengan saling menghargai dan menjaganya sebagai bagian dari sebuah komunitas bangsa. Tapi cerita itu sekarang menjadi sebuah nostalgia, dongeng atau mungkin sudah menjadi legenda! Sedih, miris atau juga nelangsa memang. Dulu negeri ini memang benar-benar kaya, dalam arti yang sesungguhnya, yaitu kaya lahir dan kaya batin. Kini Indonesia menjadi negara yang miskin, bahkan bangkrut! Sekarang ini, setiap anak yang lahir di tanah air tercinta ini, secara otomatis langsung dibebani hutang, karena ulah kita sendiri. Secara batin, saat ini orang Indonesia sudah tidak seperti orang Indonesia. Alih-alih beralasan karena modernitas - bila tidak disebut westernisasi. Lalu dimana keindonesiaannya? Dimana kedaerahannya? Masa rasa keindonesiaan hanya muncul saat kita menonton Taufik Hidayat berlaga di arena internasional saja! Atau rasa kedaerahan hanya muncul ketika tawuran kampung atau saat rusuh di tiap pertandingan sepak bola? Anak-anak Indonesia sekarang sudah lupa dengan "bahasa ibunya". Mereka sudah tidak mengenal permainan tradisional daerahnya. Mereka juga sangat jauh dengan budaya kampung halamannya. Para pejabatnya yang notabene juga berasal dari kampung tidak peduli dengan budaya etnik daerahnya masing-masing. Para pengusahanya malah menghilangkan budaya tersebut dengan alasan sudak tidak cocok dengan pasar global! Dan rakyatnya, sebagian acuh, sebagian lagi malah lupa atau tidak mengenal lagi. Konon kabarnya - jika saya tidak salah - makanan khas TEMPE yang sangat populer di negeri ini sudah dihak-patenkan oleh negeri Samurai, Jepang. BATIK yang selalu kita bangga-banggakan sebagai kain khas dari Indonesia sudah dihak-patenkan milik negeri jiran, Malaysia. Lambat-laun mungkin saja - meski saya dan kita semua berharap tidak terjadi - gamelan, kebaya, rujak cingur, kerak telor, pencak silat atau tari piring dan tari kecak jadi milik bangsa lain. Jangankan soal itu, yang dianggap remeh oleh para petinggi ini, INDOSAT saja yang jelas-jelas milik kita sejak dulu dan digunakan oleh seluruh elemen bangsa ini, DIJUAL! Apa kita memang benar-benar sedang butuh uang saat itu? Kita ini hidup di negeri kaya-raya, cuma jiwa, hati, nurani dan mental kita yang miskin (dimiskinkan). Jangan-jangan kelak kita hanya bisa jadi penonton atau bernostalgia saja di panggung dunia ini. Rakyat Indonesia tak berbendera lagi! Rakyat Indonesia tersebar di seluruh daratan di muka bumi ini. Mungkin kita baru akan menitikkan air mata saat kita mengenang lagu Indonesia Raya ketika keturunan kita sudah berbeda ras, berbahasa negeri dimana kita tinggal, kita sudah jadi warganegara asing. Kalau dulu orang asing hanya mengenal Bali dan tidak tahu Indonesia, Jangan-jangan nanti Indonesia malah sudah tidak ada di atas gambar peta. Kalau pun ada budaya kita yang masih dipakai, justru yang negatif yang terus awet. Misalnya, budaya memberi "upeti" kepada para penguasa atau pengusaha. Tunduk dan patuh kepada orang yang lebih tinggi jabatan atau hartanya secara absolut, meskipun dia salah, alias ABS (Asal Bapak Senang). Bahasa kita pun sudah tidak kita pakai atau kita hargai. Padahal Bahasa Indonesia adalah salah satu elemen pemersatu bangsa ini. Bahasa Indonesia hanya dipakai di atas kertas resmi atau acara resmi. Selebihnya kacau-balau! Lihat saja di televisi, di koran-koran, di dalam radio bahasa Indonesia sudah bercampur dengan bahasa Inggris dan bahasa pergaulan (bahasa gaul) sehari-hari. Bagaimana bahasa ini bisa terjaga jika pemimpin negara, pejababat, tokoh-tokoh nasional dan para artis senang sekali "memuncratkan" bahasa Inggris dalam dialog dan percakapannya. Namun saya masih bisa berbangga dan tersenyum, karena masih ada anak-anak bangsa yang peduli dengan etika berbudaya dan berbangsa di negeri ini. Meski itu mungkin hanya sedikit jumlahnya. Saya paham, sebagian lagi hanya karena tidak tahu karena makin sulitnya hidup di negeri ini yang katanya makmur. Kita hanya terseret oleh arus global yang kita sendiri tidak siap menghadapi itu. Para petinggi negeri ini merasa gengsi bila tidak ikut percaturan dunia. Padahal kita tidak tahu mau berbuat apa dengan "makhluk" globalisasi itu? Negara lain mengikuti arus karena memiliki rencana yang jelas dan matang. Dengan percaya diri mereka bekerja keras untuk mencapai dan mewujudkan mimpi yang mereka rencanakan itu! Para petinggi negeri ini tidak begitu. Mereka tidak melihat ke depan dan ke bawah, tapi ke samping dan ke atas. Jadi, yang ada cuma egois dan rakus! Seharusnya kita optimis dan percaya diri bahwa globalisasi bukan berarti kita harus menyerap segala yang ditawarkan dunia pada kita secara absolut, tapi kita harus berani memberikan posisi tawar kita dengan kekuatan kita sendiri. Jangan lagi kita mau diatur-atur oleh bangsa lain. Bukankah kita sudah sangat berpengalaman bahwa kita pernah diinjak-injak dan dijajah beratus-ratus tahun? Mengapa kita tidak mengambil pelajaran berharga dari pengalaman buruk itu? Indonesia akan menjadi Indonesia, jika Indonesia yakin dengan kekuatan Indonesia! -reef*