MOD:

Pak Rachmad Bacakoran, tolong saat mengisi subyek di email tidak perlu 
ditambahi "Re:"


jakarta 23 januari 2007
   
  Ancaman Pandemi flu burung
  Pemerintah akhirnya mengumumkan situasi gawat kesehatan terkait merebaknya 
kasus flu burung di awal tahun ini. Bersamaan dengan pengumuman tersebut, 
pemerintah melarang pemeliharaan unggas nonkomersial di lingkungan permukiman. 
Larangan berlaku di tiga provinsi dengan jumlah korban terbesar, yaitu DKI 
Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Kedua kebijakan itu menyusul pertambahan 
jumlah korban wafat akibat flu burung. Dalam dua pekan pertama 2007, dua orang 
meninggal dengan status terkonfirmasi terserang virus H5N1 penyebab flu burung.
  Tambahan dua korban itu kian mencuatkan nama Indonesia sebagai ''juara 
dunia'' dalam masalah flu burung. Sejak Juli 2005 hingga Januari 2007, tercatat 
81 orang warga Indonesia positif terserang flu burung; sebanyak 61 di antaranya 
meninggal.
  Kita layak prihatin dengan tingginya angka tersebut. Ada beberapa hal yang 
dapat menjadi pelajaran. Pertama, tingginya persentase kematian pada penderita 
flu burung. Kedua, semakin menyebarnya lokasi temuan korban. Ketiga, 
bertambahnya jumlah kasus cluster flu burung.
  Larangan pemerintah atas pemeliharaan unggas di permukiman masuk akal, 
kendati bisa jadi akan mengundang resistensi. Salah satu penyebab tingginya 
penularan virus flu burung dari unggas kepada manusia adalah pola hidup 
masyarakat kita yang gemar memelihara unggas di dekat rumah. Ini ditambah juga 
dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan. Jangankan urusan mencuci tangan, 
sebagian masyarakat bahkan tak sadar betapa berbahayanya menyentuh unggas yang 
mati mendadak.
  Pemerintah perlu terus menunjukkan kegawatan situasi ini untuk merangsang 
kesadaran masyarakat. Tentu payung hukum tak boleh diabaikan. Karena, ini juga 
akan memberi kepastian tentang upaya penanggulangan dan pengerahan sumber 
dayanya. Undang-Undang Wabah No 4 Tahun 1984 untuk sementara menjadi sandaran 
kendati pemerintah menyatakan situasi belum sampai pada tahap wabah. Semua 
langkah adalah untuk mengantisipasi wabah.
  Kita sebenarnya berbesar hati karena pada semester kedua 2006 kasus flu 
burung pada unggas hilang di 17 provinsi. Hal ini menunjukkan berhasilnya 
pengendalian. Namun, pada kurun yang sama, serangan terhadap manusia juga 
mengalami penyebaran, semula di sembilan provinsi menjadi 10 provinsi. Tak ada 
waktu untuk berleha-leha. Hal yang paling kita cemaskan adalah ketika virus 
tersebar tidak lagi dari unggas kepada manusia, melainkan berpindah 
antarmanusia. Jika hal ini terjadi, maka pandemi flu burung, sebuah wabah dalam 
skala besar, hanya tinggal soal waktu, bisa tiga bulan atau kurang.
  Bagi negeri sepadat Indonesia, situasi akan menjadi sangat mengerikan. Jumlah 
orang tertular bisa mencapai 66 juta orang. Dan, lima persen di antaranya, atau 
sekitar 3,3 juta orang diperkirakan akan meninggal. Kendati situasi ini belum 
terjadi, karena penyebaran virus diyakini masih dalam tahap bersumber pada 
unggas, kemungkinan mutasi tak bisa kita duga.
  Inilah saatnya memperkuat kembali upaya pengendalian flu burung. Pemerintah 
menjanjikan program melalui kampanye publik, restrukturisasi industri 
peternakan unggas, vaksinasi unggas, intensifikasi riset, penguatan sarana 
kesehatan, dan perluasan pelaksanaan simulasi pandemi. Masyarakat membantu 
dengan penyebarluasan kesadaran akan bahaya penyakit ini dan melakukan hal 
sederhana seperti biosekuriti, katakanlah mencuci tangan dengan sabun sebelum 
makan.
   
   
  Wassalam
   
  rachmad
  Independent
  pemerhati public & media
  rbacakoran at yahoo dot com



 

Kirim email ke