Selasa, 23 Januari 2007

Imam Masjid Pun Terpaksa Angkat Kaki 

Agenda untuk memojokkan Islam lewat peristiwa 11 September 2001 masih berjalan 
efektif. Hingga kini, praktik-praktik diskriminasi terhadap Islam masih terus 
terjadi. Di Belanda, para imam masjid dan guru agama Islam terpaksa 
meninggalkan Belanda karena tak tahan terus-menerus didiskriminasikan.

Situs BBC melaporkan, informasi soal eksodus besar-besaran imam masjid dan guru 
agama Islam itu diakui Nasr Joemann dari kelompok Muslim Contactorgaan Moslims 
en Overheid (CMO). Kata Joemann, mereka yang terpaksa pindah itu memang tidak 
kuat lagi diperlakukan diskriminatif. Setelah keluar dari Belanda, sebagian 
mereka pindah ke Prancis, dan sebagian lain ke Spanyol.

Akibat eksodus ini, sebagian masjid pun tak lagi memiliki imam. Dari 450 masjid 
di Belanda, 180 di antaranya tidak memiliki imam. Agar aktivitas masjid bisa 
berjalan seperti biasa, masjid-masjid yang ditinggalkan imamnya itu pun 
sementara dipimpin oleh imam yang tidak bersertifikat dan terkadang tidak 
memenuhi syarat.

Persoalan ini telah dianggap sebagai masalah krusial oleh Pemerintah Belanda. 
Karena itu direncanakan pada 31 Januari mendatang, eksodusnya para imam masjid 
dan guru agama Islam ini akan dibahas Pemerintah Belanda dengan komunitas 
Muslim di negara tersebut. Dari pihak Pemerintah Belanda akan diwakili Menteri 
Imigrasi, Rita Verdonk. 

Wakil Ketua Asosiasi Imam Masjid di Belanda, Muhammad Qusalah, menilai 
peristiwa tersebut terjadi karena salama ini Pemerintah Belanda tidak serius 
melindungi umat Islam dari perilaku diskriminatif. ''Situasinya sudah kritis. 
Di Amsterdam, di Den Hag, dan Utrecht, puluhan imam sudah meninggalkan kota 
tersebut,'' tuturnya kepada koran Belanda, de Telegraaf.

Dia kemudian menjelaskan perlakuan diskriminatif yang menimpa para imam masjid 
dan guru agama Islam itu adalah tuduhan mereka terlibat dengan aksi-aksi 
terorisme. Tuduhan tersebut membuat mereka menjadi tidak nyaman, dan akhirnya 
memilih untuk pindah.

Selanjutnya, Joemann kembali menjelaskan imam-imam masjid yang meninggalkan 
Belanda itu umumnya pendatang dari Maroko. Selain itu, banyak juga Muslim di 
Belanda yang merupakan pendatang dari Turki. Namun, kata Joemann, antara 
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Turki memang telah terjalin kesepakatan soal 
itu, sehingga imam masjid dari Turki lebih mudah didatangkan ketimbang dari 
Maroko.

Dia mengungkapkan, masyarakat Muslim Maroko di Belanda mengalami pembatasan 
yang ketat. Pihaknya mengaku telah berusaha mendesak Pemerintah Belanda untuk 
melonggarkan pembatasan yang dirasakannya ketat itu, namun belum direspons.

Saat ini, komunitas Muslim di Belanda, menurut data BBC, sudah mencapai satu 
juta jiwa, atau sekitar 6 persen dari total jumlah penduduk Belanda. Selain 
karena peristiwa 11 September 2001, perlakuan tak adil terhadap Muslim di 
Belanda juga dipicu oleh terbunuhnya pembuat film Theo Van Gogh oleh Muslim 
asal Maroko bernama Muhammad Bouyeri. 

Semasa hidupnya, Van Gogh memang dikenal sebagai pengkritik keras Islam. Salah 
satu filmnya yang berjudul Submission dianggap memicu ketersinggungan umat 
Islam. Film ini menggambarkan, umumnya kaum perempuan di dunia Islam itu 
diperlakukan tidak adil. Atas ketersinggungan itu pula, Bouyeri menusuk Van 
Gogh saat bersepeda siang hari di Amsterdam. ''Hukum mewajibkan saya memotong 
kepala siapa saja yang menghina Allah dan Nabi,'' kata Bouyeri di persidangan. 
Dari situlah kemudian umat Islam mengalami perlakuan tak adil.

Ketidakadilan ini tak hanya membuat umat Islam sangat dirugikan. Mereka yang 
terang-terangan 'berani' menyudutkan Islam pun mendapat keuntungan. Setidaknya, 
hal ini dibuktikan dengan terungkapnya skandal politik Ayaan Hirsi Ali, 
pendatang dari Somalia. 

Ali masuk Belanda dengan modus meminta suaka. Dia beralasan ajaran Islam di 
Somalia telah membelenggu kehidupannya. Di Somalia, dia mengaku dipaksa kawin 
untuk memenuhi ajaran Islam. Alasan inipun diterima Pemerintah Belanda, dan Ali 
diberi kewarganegaraan Belanda. 

Di Belanda, Hirsi Ali kemudian mengobarkan pendapat-pendapat 'miring' tentang 
Islam. Dia pernah menyatakan Nabi Muhammad tak lebih dari seorang tiran yang 
berpikiran dangkal, penyuka kekerasan yang tak akan ragu membantai siapa pun 
yang menghalangi jalannya.

Hal ini membuat namanya kian melambung, dan akhirnya Hirsi Ali bisa masuk 
sebagai anggota parlemen. Namun, pada Mei 2006 perilaku busuknya terungkap. Dia 
terbukti memalsukan nama dan tanggal lahir untuk mendapat kewarganegaraan 
Belanda. Selama di Somalia, dia ternyata juga tidak pernah mengalami 
pengekangan. Mosi tak percaya pun ditujukan kepada Pemerintah Belanda. Namun, 
kelihaiannya memanfaatkan semangat memojokkan Islam yang banyak tumbuh di 
masyarakat Belanda membuat dia mampu meraih 'kesuksesan' dalam waktu singkat. 
irf

( ) 

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=279775&kat_id=3

Kirim email ke