Salute buat POLRI yang sudah menjalankan tugas dengan baik di POSO, walau mungkin agak terlambat. Tapi gpp dari pada tidak sama sekali. Heran juga sih ada yang memprotes tindakan POLRI itu. Mosok gerombolan pemberontak bersenjata dilawan pake mulut ya nggak mempan. POLRI bertindak dianggap salah, POLRI nggak nemu2 pelaku pemboman dianggap nggak bisa kerja, ya gimana dong heheheh
On 1/25/07, em de <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Yang tidak setuju dengan tindakan Polri...tolong jangan hnya ngomel saja... kalau komunitas sudah bersenjata maka tidak ada jalan lain selain di tembak... dimana saja di dunia ini,begitu...kalau tidak siapa yang melindungi warga sipil...??? jangankan di indonesia, diamerika sono yaa gitu... apalagi, di poso hampir setiap hari dan sudah bertahun tahun...berisikan pembantaian warga sipil...oleh warga bersenjata...ingat nggak anak anak sekolah digorok??? ingat nggak pasar di bom??? apa anda tidak merasakan ketakutan dan trauma warga sipil selama itu??bisakah hidup dlm kengerian teruss...oleh warga sesama??? rasanya polri telah mengambil sikap tegas...harus ada ketegasan sebagai sebuah negara,bangsa dan berdaulat...tidak ada alasan,apakah mereka masuk DPO atau tidak...selama mereka berada dipertahanan warga bersenjata dan melakukan penembakan dan perlawanan...sah untuk disikat...dan HAM tidak mengatur itu...karena kategori mereka jelas-...kriminal....sama seperti perampok bersenjata,hanya ada satu kata...tembak...kalau melawan...katimbang warga sipil tsb menembaki warga sipil yang lai??? saya rasa,suasana warga saat ini hanya sesaat saja,setelah itu akan tenang kembali...dan bila warga bersenjata tsb ,melakukan kaderisasi dan itu memungkinkan karena mereka adalah jejaring...maka warga akan membantu POLRI untuk melaporkan...karena sanksi hukum yang pasti dan tegas sudah dijalankan...warga akan tenang dan berani melawan warga bersenjata... setelah selama ini ketakutan... masalah anggota DPD yang ikut ngoceh...anggap kambing,ngembik aja...sekedar cari rumput saja...untuk makan,gemuk dan tetap dipilih...itu aja... *tbk62 <[EMAIL PROTECTED]>* wrote: Salam, Setuju Pak Radityo. Orang-orang ekstrimis Islam di Poso sudah kelewatan, karena melawan polisi dengan senjata api, bahkan bom. Bagaimana polisi bisa tewas tertembak, bila tak ada yang memegang senjata api. ekstrimis-ekstrimis di Poso dibantu perusuh-perusuh dari Jawa dan teroris terlatih dari Filipina. Sementara di Jakarta para pendukungnya, Abu Bakar Baasyir dkk, melakukan manipulasi informasi kepada DPR, menyebutkan polisi menembaki penduduk yang tidak bersenjata. Orang-orang bersenjata memang berlindung dan menggunakan warga sipil sebagai tameng, dengan intimidasi, sehingga wajar jika penduduk yang bukan DPO kena sasaran. Densus 88 harus menumpas gerakan ekstrimis bersenjata di Poso, sampai habis. Jangan ditarik sebelum selesai. Jangan menggubris komentar DPR yang hanya pandai naikin gaji sendiri, poligami, dan sedang habis akal melakukan perbaikan citra diri yang sudah rusak di mata pemilihnya. Wassalam, Dimas. --- In mediacare@yahoogroups.com <mediacare%40yahoogroups.com>, radityo djadjoeri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kok saya tidak menganggap begitu. Pemerintahan SBY saya nilai sudah cukup tegas dalam hal menangani kasus Poso. Polisi (tentu sudah seizin SBY) berani melakukan penggerebegan di area rawan. Nah, kalau sudah digerebeg tapi melawan dengan kekuatan senjata, ya dilawan balik tho? Kalau polisinya ngacir, mereka tambah seneng. Mereka bersenjata saja sudah menyalahi aturan hukum di negeri ini. > > Justru tindakan tegas pak bu polisi di Poso wajib kita acungi jempol. Kalau mereka melempem, itu para pemenggal kepala orang akan kegirangan, lalu bertindak semakin brutal. Jangan-jangan nanti ada yang mati dicincang, atau dibikin abon segala. Mereka itu sudah tidak menganggap dan tidak mematuhi aturan hukum yang ada di Indonesia. Sudah diberi tenggat waktu untuk menyerah kok malah ngumpet. Polisi saja dibunuh dengan cara dikeroyok ramai-ramai. Mereka rupanya hanya patuh pada tatanan Syariah Islam saja. > > Jadi maaf, kali ini opini saya mungkin berseberangan dengan rekan-rekan di Praxis. > > > > "Andi K. Yuwono" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Pemerintahan SBY Gagal Menangani Poso! > > Kami menyesalkan jatuhnya 13 korban sipil dan 1 anggota polisi yang tewas > dalam penyergapan yang dilakukan oleh Polda Sulteng di Poso kemarin (22/1). > Akibatnya masyarakat ketakutan dan mengungsi meninggalkan Poso Kota. Di sisi > lain, keluarga mendapatkan kesulitan untuk mengakses informasi atas > keberadaan korban yang meninggal dan luka-luka. Polisi juga tidak > mengumumkan secara terbuka identifikasi korban yang telah meninggal dunia > maupun luka-luka. > > Jatuhnya korban ini seharusnya dapat dihindari bila polisi tidak melakukan > penyerangan terbuka di wilayah padat, penduduk Poso kota serta di waktu > dimana masyarakat mulai sibuk beraktivitas. Tindakan ini tidak dapat > dilihat hanya sebagai upaya penegakan hukum, namun juga dapat dikategorikan > penyerangan terhadap warga sipil yang menjadi elemen penting dari > pelanggaran berat HAM. Ditambah, pendekatan kekerasan ini justru gagal > menangkap para DPO dilapangan. Hal ini juga membuktikan lemahnya aparat > intelejen dalam mengantisipasi kekerasan. > > Kekerasan yang terjadi Poso ini tidak hanya dapat dilihat dari sisi Polri > semata. Kekerasan yang terus berlangsung ini sesungguhnya menunjukkan Negara > tidak memiliki Peta Perdamaian yang kongkrit dan gagal mengkonsolidasi > kekuatan negara yang ada bagi penciptaan rasa aman. > > Polri memang mempunyai kewenangan untuk melakukan upaya paksa termasuk > penggunaan kekerasan dengan senjata. Namun, penggunaan kekerasan dengan > senjata api tersebut tetap harus tunduk pada persyaratan yang ketat pada > kode etik aparatur penegak hukum (Code of Conduct for Law Enforcement > Official) maupun prinsip dasar tentang penggunaan kekerasan dan senjata api > (Basic Principles on the Use of Force and Firearmas by law Enforcement > Officials) yang menjamin kekerasan itu terarah pada pihak yang mengancam > sesuai dengan tingkat ancamannya baik bagi polisi maupun warga sipil yang > seharusnya dilindungi. > > Peristiwa diatas tidak lepas dari maklumat tembak ditempat yang dikeluarkan > oleh Kapolda Sulteng sebelumnya. Maklumat ini jelas telah menimbulkan > masalah, sehingga Mabes Polri sempat mengatakan bahwa istilah tembak > ditempat tidak dikenal di Polri. Sehingga patut dipertanyakan adanya > maklumat ini dari sisi dasar hukumnya. Disisi lain adanya maklumat ini > justru menstimulus masyarakat (plus DPO) menjadi represif. Seharusnya > Polri mencari taktik lain yang persuasif untuk menangkap para DPO dengan > perencanaan yang matang dan mengutamakan keselamatan warga sipil. > > Kewenangan yang dimiliki Polri jelas ada batasnya. Setiap tindakan Polri > harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sekaligus dibenarkan secara > teknis. Harus diingat tujuan polisi dipersenjatai yaitu untuk membela diri, > melumpuhkan orang yang melawan, dan melaksanakan eksekusi (atas putusan > hakim). Jadi polri tidak dapat bergerak dengan hanya mempertimbangkan aspek > yuridis saja, akan tetapi juga harus memperhitungkan aspek filosofis dan > sosiologis pula. Sebagaimana pernah disinggung oleh Wakil Presiden: "polisi > harus lebih memahami masyarakat". > > Bila pemerintah telah siap menanggung resiko sebagaimana disampaikan oleh > Wapres Yusuf Kalla. Kami berharap itu bukanlah pertanda 'politik buang badan'. > Pemerintah tetap dituntut untuk memiliki konsep yang jelas bagi jalan damai > Poso. Langkah pemerintah yang menutup mata dari keterlibatan aparat dalam > konflik ini, bakal menjadi hambatan bagi upaya penghentian kekerasan di > Poso. > > Kami menengarai ini merupakan bukti kegagalan Presiden dalam menangani Poso. > Kami berharap kesiapan pemerintah untuk mengambil resiko itu, harus menjadi > pintu masuk bagi dilakukannya.penyelidikan yang transparan dan akuntabel. > Kesimpulan adanya pelanggaran HAM berat oleh Komnas HAM dalam kasus Tanah > Runtuh (22/10/06) harus ditindaklanjuti dengan penyelidikan yang meluas > hingga peristiwa Gebang Rejo. Polri juga harus menjamin proses peradilan > yang jujur (fair trial) terhadap mereka yang ditangkap untuk diketahui oleh > pihak keluarganya, dapat memilih pengecaranya secara bebas, dan tidak > mengalami penyiksaan selama di proses di pemeriksaan. > > Jakarta, 23 Januari 2007 > > POKJA POSO > (KontraS, PBHI, HRWG, Imparsial, Praxis, FBB Prakarsa Rakyat, Kamust, Ikohi, > YLBHI) > Bambang Widodo Umar, pengajar UI > > =============================================================================================== > Andi K. Yuwono > Program Coordinator for Interactive Media > Praxis Association > Jl. Salemba Tengah No. 39-BB > Jakarta 10440 - INDONESIA > Tel. ++62 21 3156907, 3156908, 3911927 > Fax. ++62 21 3900810, 3156909 > Mobile: 0811182301, 0817174087 > Yahoo Messenger: andi_yuwono > Email: [EMAIL PROTECTED] > Http://www.prakarsa-rakyat.org <http://www.prakarsa-rakyat.org/> > Http://www.praxis.or.id <http://www.praxis.or.id/> > Http://andi-yuwono.blogspot.com <http://andi-yuwono.blogspot.com/> > > "It is better to die on your feet than live on your knees". > -- Emiliano Zapata > ------------------------------ It's here! Your new message! Get new email alerts<http://us.rd.yahoo.com/evt=49938/*http://tools.search.yahoo.com/toolbar/features/mail/>with the free Yahoo! Toolbar.