Setelah lunasin utang dengan IMF dan dilanjutkan dengan pembubaran CGI dengan 
alasan ndak akan utang lagi, tapi aneh..... dua hari yang lalu di media masa 
ada berita pemerintah rencana akan pinjam duit lagi US $ 40 milyar kalo ngak 
salah.

Apa ini namanya ?, pembohongan publik-kah, penipuan atau semata untuk 
menunjukkan bahwa pemerintahan sudah berhasil (sementara menurut pengamat masih 
jauh panggang dari api-alias belum berhasil).

Salam,
hr


----- Original Message ----
From: Sunny <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Wednesday, January 31, 2007 7:35:18 AM
Subject: [mediacare] Pembubaran CGI

http://www.pikiran- rakyat.com/ cetak/2007/ 012007/31/ 0901.htm
 
 
Pembubaran CGI 
Oleh H. EDDY JUSUF 
 
KEPUTUSAN Presiden Yudhoyono membubarkan forum Consultative Group on Indonesia 
(CGI), merupakan langkah tepat dalam kemandirian ekonomi nasional, dan harus 
benar-benar dapat diwujudkan pada pascapembubaran. Pemerintah harus punya 
komitmen untuk tidak berutang lagi. Minimal utang yang sudah ditandatangani 
beberapa tahun ke depan, itu saja yang diteruskan. Kebijakan tersebut, 
dipandang sebagian pakar ekonomi nasional. Indonesia telah masuk dalam track 
yang tepat, yakni ketergantungan terhadap utang luar negeri makin dikurangi, 
setelah melunasi utang kepada IMF (Dana Moneter Internasional) .
CGI merupakan konsorsium negara-negara dan lembaga-lembaga kreditor dan donor 
untuk Indonesia. Forum tersebut dibentuk pada 1992 sebagai pengganti konsorsium 
yang bernama "Intergovernmental Group on Indonesia" (IGGI). CGI terdiri dari 30 
kreditor bilateral dan multilateral, antara lain Bank Dunia (WB), Bank 
Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter Internasional (IMF), dan pemerintahan 
negara industri seperti Jepang, AS, dan Inggris.
Selain itu, pemerintah harus mulai melakukan upaya nyata mengurangi atau bahkan 
menghilangkan komponen utang luar negeri dalam APBN. Kecuali dari sumber-sumber 
di dalam negeri, dan pemerintah harus berkomitmen bahwa sekarang ini tidak ada 
lagi utang baru dari negara atau lembaga donor mana pun.
Persoalannya, utang luar negeri itu berimplikasi terhadap kehidupan sosial dan 
politik serta ideologi bangsa. Utang luar negeri tidak hanya telah menjadi 
penghambat kemandirian ekonomi nasional, tetapi juga menjadi pemicu kontraksi 
belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat dan melebarnya kesenjangan 
ekonomi. 
Secara eksternal, utang luar negeri menjadi pemicu peningkatan ketergantungan 
terhadap pasar luar negeri dan arus masuk modal. Utang luar negeri tidak hanya 
dipandang sebagai sarana yang sengaja dikembangkan oleh negara-negara pemberi 
pinjaman, tapi juga untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman. 
Lembaga keuangan seperti Bank Pembangunan Asia (ADB), Dana Moneter 
Internasional (IMF), dan Bank Dunia jelas memiliki sudut pandang sama dalam 
menetapkan kriteria dan syarat pinjaman. Fokus kebijakan ketiga lembaga itu, 
terutama IMF dan Bank Dunia, senantiasa mengarah kepada pengendalian inflasi 
serta perintah untuk memotong investasi publik dan belanja kesejahteraan. 
Tentunya, rakyat sangat berharap keputusan presiden membubarkan CGI ini 
betul-betul karena keinginan membebaskan Indonesia dari utang luar negeri. 
Apalagi selama ini utang luar negeri amat membelit melalui berbagai persyaratan 
yang diterapkan pihak donor yang lebih banyak merugikan Indonesia. 
Dalam konteks konsistensi kemandirian ekonomi nasional itu, pemerintah pun 
harus melakukan langkah-langkah konkrit dan sikap tegas terhadap penutupan 
kantor perwakilan Bank Dunia dan ADB di Jakarta, dan meminta agar mereka tidak 
lagi menulis "Country Strategy Report" buat Indonesia. 
Kegagalan CGI
Dampak kerugian yang ditimbulkan CGI, sejak krisis ekonomi yang berkepanjangan 
telah membuat jumlah orang miskin meningkat menjadi lebih dari 40 juta rakyat 
Indonesia. Masalah kemiskinan di Indonesia adalah masalah struktural yang 
penanganannya pun harus sistematis dan tidak tambal sulam. Dengan kemiskinan 
juga berarti hilangnya kesempatan bagi anak-anak. Akibat kemiskinan, jutaan 
anak-anak putus sekolah dan ini berarti investasi SDM Indonesia di masa depan 
akan semakin suram, dan Indonesia akan masuk ke dalam lingkaran setan (vicious 
circle) kemiskinan.
Dengan adanya CGI, justru memperparah kemiskinan. Pertama, peranan anggota CGI 
dalam promosi dan liberalisasi sektor keuangan sebelum krisis dan peranan CGI 
paska krisis dalam penalangan utang-utang sektor swasta, baik nasional maupun 
asing, telah menjerumuskan anggaran Indonesia mengambil alih utang swasta 
menjadi milik utang publik dan akibatnya melonjak beban keuangan negara serta 
penjualan aset-aset produktif nasional (BUMN dan lainnya). Sebesar Rp 635 
triliun lebih obligasi pemerintah menghasilkan beban utang yang berat. Dengan 
kata lain, CGI telah sangat berperan dalam memiskinkan anggaran lewat beban 
utang dan telah ikut menyusutkan aset-aset produktif yang sangat diperlukan 
dalam usaha penanggulangan kemiskinan. 
Kedua, Bank Dunia sebagai koordinator CGI gagal mengkaitkan penanggulangan 
kemiskinan dengan peringanan beban utang. Bank Dunia dan anggota CGI lainnya 
terus bertindak sebagai kreditor yang menagih utang sambil mengklaim bahwa 
mereka sedang menjalankan program-program prorakyat miskin. Selain itu, CGI 
sebagai forum menolak tuntutan pengurangan utang atau penghapusan utang. 
Sebagai gantinya adalah, pemberian utang murah (IDA untuk Bank Dunia dan ADF 
untuk ADB) dan penjadwalan ulang oleh Paris Club (I dan II) senilai 10 miliar 
dolar. Kedua hal ini telah diklaim oleh Bank Dunia dan anngota CGI lainnya 
sebagai bentuk peringanan utang. Langkah ini sudah terbukti tidak berhasil. 
Ketiga, apa pun strategi dan model penanggulangan kemiskinan, urusannya adalah 
dimulai dengan besar kecilnya APBN. Sementara itu, karena beban warisan utang 
masa lalu dan program penyehatan sektor keuangan, belanja/pengeluaran APBN 
terbesar adalah membayar utang baik untuk utang dalam negeri/obligasi maupun 
cicilan utang LN. 
Peranan CGI sebagai forum kreditor seharusnya bisa membantu agar anggaran 
Indonesia ekspansif dan memadai dalam mendorong pemulihan ekonomi penanggulanan 
kemiskinan. Namun, pada kenyataannya, anggaran Indonesia terus saja 
berdarah-darah, dan salah satu sebab utamanya adalah tidak adanya peringanan 
utang yang signifikan.
Utang 2006
Selama 2006 sejumlah peristiwa utang dalam negeri dan asing terjadi. Ada yang 
cerita utang jenis baru. Tapi ada juga cerita lama yang harusnya tak terulang. 
Hingga kini, jumlah total utang Indonesia masih 147,2 miliar dolar AS. Dengan 
utang luar negeri yang jumlahnya masih sebesar 66,878 miliar dolar AS (triwulan 
III 2006). Cerita baru dan berita baiknya datang dari Bank Indonesia. Akibat 
aliran dana asing yang membanjiri pasar modal saham dan obligasi sejak awal 
2006, dan BI berani melunasi utang IMF sebesar sekitar 7,4 miliar dolar AS. 
Utang yang digunakan sebagai penyangga devisa pascakrisis ekonomi itu dibayar 
lunas dalam dua kali cicilan. 
Pemerintah juga menerbitkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang "katanya" 
menyasar khusus ke investor kecil. Meski sempat tersendat-sendat di awal 
penawaran, akhirnya ORI yang dijual dengan harga satuan Rp. 1 juta itu ludes 
dipasaran. Kemudian ada penerbitan obligasi internasional sebesar 1,5 miliar 
dolar AS. 
Penerbitan global bond terus dilakukan selama tiga tahun terakhir. Sejumlah 
berita positif yang terkait percepatan pelunasan utang luar negeri, namun 
skalanya relatif kecil juga terjadi. Pemerintah dan negara kreditor telah 
melakukan beberapa program pertukaran utang (debt swap) dengan projek 
pembangunan, pendidikan, dan lingkungan hidup. 
Sayangnya jumlah debt swap tersebut tidak siginifikan mengurangi pokok utang 
luar negeri. Sisa peristiwa lainnya, dengan nuansa negatif, adalah tawaran 
berutang. Tawaran pertama, yang tentu disambar oleh pemerintah, datang dari 
CGI. Pertengahan tahun lalu pemerintah sepakat kembali berutang ke CGI untuk 
menutup defisit anggaran dan membangun sejumlah projek. Utang dari CGI masuk 
dalam skenario pembiayaan defisit anggaran pemerintah di APBN-P 2006. 
Total utang yang direncanakan ditarik di APBN-P 2006 adalah Rp 37,550 triliun. 
Jumlah ini terdiri atas utang untuk mendukung neraca pembayaran pemerintah dan 
menutup defisit anggaran (pinjaman program) sebesar Rp 12,075 triliun dan utang 
untuk membiayai projek pembangunan seperti rehabilitasi, pengadaan 
barang/peralatan dan jasa, perluasan atau pengembangan proyek baru (pinjaman 
projek) sebesar Rp 25,475 triliun. 
Tawaran lainnya datang dari ADB sebesar empat miliar dolar AS. Komitmen utang 
itu untuk periode 2006-2009. Sementara sejumlah tawaran kecil lainnya juga 
mendatangi Bappenas. Beberapa di antaranya datang dari Cina dan Korsel untuk 
membiayai sektor infrastruktur dan transportasi. 
Yang terakhir adalah terungkapnya usulan utang pemerintah ke pihak asing 
sebesar 35 miliar dolar AS. Usulan utang itu untuk periode 2006-2009. Bila 
dikabulkan, maka rata-rata per tahun pemerintah mengutang delapan miliar dolar 
AS. Ini berarti penambahan drastis dari yang sebelumnya diklaim hanya dua 
miliar dolar AS per tahun. *** 
Penulis, dosen Kopertis wilayah IV Jabar/Banten dpk Unpas.


Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Reply via email to