Saya punya teman, pegawai negeri di BPKP, shalatnya
luar biasa..begitu mendengar adzan langsung terbirit2
ke mesjid. 

Nah tapi..., ternyata dia tidur sana tidur sini..dan
perempuan2 yang dijanjikan macam2 semua dibuang kalau
dia sudah tidak berkenan.

Tapi ngajinya luar biasa..pura2 jadi suami yang baik.
Dia menjemput istri jam 4 atau 5 sore setiap
hari..o..tentu saja setelah "melakukan" "kewajiban"
..tidur sana tidur sini..lalu 'bermain' peran jadi
suami.

Nah ..hebatnya..dia mengatakan ke saya..yang beragama
lain..(non muslim) ..akan masuk neraka karena hanya
beragama bukan Islam..

jadi..para kyai dan ahli agama yang lain..dia bilang
ke saya..dia pasti akan masuk surga..yang penting
suatu hari bertobat....hebat ya..

Salam..salam damai dari KL...
--- rantik <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Semakin lemot juga nih otak kiri menanggapi
> tanggapan rekan-rekan
> 
> APAKAH AGAMANYA YANG SALAH ???
> 
> Boleh saya berlogika seperti AE perusahaan? Tidak
> ada AE yang bilang
> service nya jelek, saat orang tersebut pindah ke Co.
> saingan, dia
> jelek-jelekin tuch Co. sebelumnya. Bwat saya
> tindakan diatas sangat
> MANUSIAWI, 
> 
> why; nyangkut masalah priuk nasi booo..
> 
> 
> Tapi untuk agama yang UNIVERSAL, gw jadi binun, why
> .... ?
> 
> Ya itu tadi .. Mana ada agama yang ngaku kecap # 2, 
> 
> saking frustasinya, akhirnya cari gampang aja dech. 
> 
> jalan pintasnya...............AGAMA is GAYA HIDUP
> 
> 
> hhhaaaa .3X
> 
> Salute,
> 
> Ch
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
>  
> 
> >========= CUT ===========
> 
> >Setelah merenungkannya dengan mendalam, saya
> menemukan paling tidak
> tiga kesalahan pokok dalam memaknai agama. 
> 
>  
> 
> >Pertama, agama sering disosialisasi dalam bentuk
> ritual semata. Sejak
> kecil kita belajar shalat, menghafal bacaan dan
> belajar gerakannya. Yang
> kita lupakan cuma satu, yakni:
> 
> kita tak pernah diajarkan mengenai mengapa kita
> harus shalat. Hal yang
> sama juga terjadi pada anak saya yang sekarang
> sedang duduk di sekolah
> dasar.
> 
>  
> 
> >Kedua, agama sering diartikan sebagai sebuah
> "kewajiban" yang bila
> melakukannya akan diganjar pahala dan surga,
> sedangkan mengabaikannya
> akan diganjar dosa dan neraka. Padahal kata
> "kewajiban" sering pula
> bernuansa buruk. Kewajiban memberikan konotasi
> paksaan kepada orang
> untuk melakukannya. Kewajiban bersifat outside-in
> (dari luar ke
> dalam).Ini berbeda dari kebutuhan yang bersifat
> inside-out (dari dalam
> keluar). 
> 
>  
> 
> > Padahal perubahan perilaku jauh lebih mudah pada
> sesuatu yang
> bersifat> inside-out. Dalam inside-out orang
> melakukan sesuatu karena
> kesadaran. Dorongan terhadap hal ini berasal dari
> dalam. Selama agama
> masih dianggap sebagai kewajiban bukannya kebutuhan,
> akan sangat
> sulitlah untuk berharap bahwa agama bisa mengubah
> perilaku.
> 
> > 
> 
> > Kewajiban juga acap kali menjauhkan kita dari
> kenikmatan. Bayangkan
> seorang istri yang mengatakan bahwa ia melayani
> suaminya sebagai
> kewajiban. Menurut Anda, apakah wanita ini menikmati
> hubungan dengan
> suaminya? Saya yakin tidak.
> 
> > 
> 
> > Ketiga, agama sering ditafsirkan sebagai urusan
> kita dengan Tuhan.
> Padahal esensi agama adalah kasih. Bahkan saya
> berani mengatakan bahwa
> tanpa kasih tak ada gunanya kita beragama. Bukankah
> Tuhan adalah Yang
> Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Bukankah dalam
> agama mana pun
> senantiasa dikatakan, "belum beriman seseorang
> sebelum ia mencintai
> saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
> sendiri"?
> 
>  
> 
>  
> 



 
____________________________________________________________________________________
Looking for earth-friendly autos? 
Browse Top Cars by "Green Rating" at Yahoo! Autos' Green Center.
http://autos.yahoo.com/green_center/

Kirim email ke