Yang penting ada keseragaman, jadi kalau korupsi mau dilegalkan di 
Indonesia berlaku untuk semua orang, boleh saja, ogut sih EGP. Maka 
kas negara tidak diisi lagi oleh uang pajak, melainkan misalnya oleh 
uang konsesi Freeport, Exxon, jualan pasir ke Singapura dll. Karena 
pendapatan itu terbatas, maka pasal 34 UUD RI "Fakir miskin dan anak 
terlantar dipelihara oleh negara" mesti dihapus, sebab tokh tidak 
bakalan terlaksana, wong negara tidak dapat pajak dari rakyatnya, 
dari mana duitnya membiayai pendidikan gratis untuk puluhan juta 
anak miskin di Indonesia?

Menilik dari pembicaraan di Media Care ini, mayoritas cendekiawan 
Indonesia kelihatannya sudah rela/nrimo/pasrah dengan situasi 
korupsi di Indonesia. KORUPSI telah menjadi bagian dari budaya 
Indonesia. Begitu juga JAM KARET dan PENTUNG-PENTUNGAN sudah diakui 
sebagai budaya nasional. Maka 28 Oktober 2008, 80 tahun pasca 
Soempah Pemoeda I, adalah saat yang tepat mengumandangkan Soempah 
Pemoeda II yang bunyinya:
Satu Nusa Indonesia
Satu Bangsa Indonesia
Satu Budaya Indonesia (korupsi, jam karet, gebuk-gebukan).

Sukses ya dan salam hangat, Danny Lim, Nederland

--- In mediacare@yahoogroups.com, "goenardjoadi" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Halo Bung Danny,
> 
> masalah korupsi di indonesia ini bukan lagi masalah teknologi, 
model 
> SoFi-nummer, masalahnya sudah menjadi begini,
> 
> misal industry / bisnis semua dikenakan biaya lebih tinggi, namun 
di 
> depan mata ada jalur untuk lebih murah, Solar lebih murah, minyak 
> tanah lebih murah, kalau ada satu-dua yang korupsi, maka biayanya 
> lebih murah, semuanya kena.
> 
> akhirnya yang jalur resmi tidak survive.
> 
> Ini terjadi pada pabrik Sony, seharusnya yang impor dikenakan 
pajak 
> lebih mahal daripada yang produksi dalam negri, karena korupsi 
> selundupan lebih murah, lalu buat apa bikin pabrik?
> 
> dalam satu Mall banyak kios lama non NPWP, ada peraturan baru yang 
> baru sewa kios harus punya NPWP aktif, makanya kios-kios yang 
pindah / 
> tutup tidak mudah mencari pengganti, bagaimana mungkin toko yang 
ini 
> NPWP, yang seberang non NPWP.  akhirnya yang NPWP tidak survive.
> 
> jadi secara survivability yang waras, yang bener, seperti kalau 
anda 
> pulang kampung ke glodok, maka yang waras tidak survive, anda 
nunggu 
> KTP saja mesti lewat RT/RW Imigrasi, Naturalisasi, wah bisa nunggu 
> anak anda menghasilkan cucu.
> 
> 
> salam,
> Goenardjoadi Goenawan
> 
> 
> --- In mediacare@yahoogroups.com, "Danny Lim" <d.lim@> wrote:
> >
> > Haaaah ........ Indonesia negara terkorup nomor 6 di dunia dan 
anda 
> > bilang SoFi-nummer tidak applicable di Indonesia? Contoh-contoh 
yang 
> > anda berikan di bawah ini kriminalitas/korupsi dari kelas teri, 
> > sedangkan SoFi-nummer dapat menangkap kriminalitas/korupsi kelas 
> > kakap. Indonesia sebagai negara no. 6 terkorup di dunia, maka 
> > ikannya bukan kakap lagi tapi sudah ikan paus.
> > 
> > Pantas korupsi di Indonesia cerah meriah, sebab logika orang 
> > Indonesia terbalik, yaitu "bila tidak mampu mendeteksi ikan 
teri, 
> > janganlah coba mendeteksi ikan paus." Logika di Belanda 'tuh 
> > sebaliknya lho, yaitu "bila anda tidak mampu mendeteksi ikan 
paus, 
> > janganlah coba mendeteksi ikan teri", sebab kans suksesnya 
nihil. Di
>


Kirim email ke