Pernyataan Sikap Memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret 2007 “Menuntut Penegakan HAM bagi Perempuan & Anak Perempuan”
Banyak peristiwa memilukan yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia, mulai dari belum tuntasnya kasus-kasus pelanggaran HAM, korupsi, buruknya pelayanan publik, pemiskinan, kasus-kasus TKI/TKW, hingga tunjangan anggota DPRD yang mengganggu rasa keadilan masyarakat. Di antara situasi ini, yang paling memprihatinkan adalah buruknya kondisi perempuan dan anak, antara lain akses terhadap kesehatan dan pendidikan yang buruk, hingga masih terdapatnya anak-anak yang bekerja di sektor pekerjaan terburuk untuk anak, eksploitasi seksual komersial anak (ESKA), dan perdagangan (trafficking) perempuan dan anak. Angka kematian ibu yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran. Diperkiran jumlah gizi buruk anak-anak tidak pernah bergeser turun selama sepuluh tahun terakhir, yaitu berkisar 500 orang per tahun, dimana 130 diantaranya bergizi sangat buruk. Data ILO menyebutkan di Indonesia terdapat 4.201.452 anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya, lebih dari 1,5 juta diantaranya adalah anak perempuan. Sementara itu terdapat sekitar 2,6 juga pekerja rumah tangga di Indonesia dan sedikitnya 34, 83 persen tergolong anak. Komnas Perlindungan Anak menyatakan bahwa perdagangan anak balita yang melibatkan sindikat internasional menunjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2003 ada 102 kasus yang terbongkar, tahun 2004 bertambah menjadi 192 kasus. Jumlah anak korban untuk tujuan prostitusi meningkat, dari berbagai rumah bordil di Indonesia, 30 persen atau sekitar 200-300 ribu perempuan yang dilacurkan adalah anak (Maret 2005). Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada tahun 2004 teridentifikasi 562 kasus perdagangan perempuan. Ironisnya, Indonesia sesungguhnya telah meratifikasi Convention of the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) menjadi UU RI No. 7 Tahun 1984 dan Convention on the Rights of Child (Konvensi Hak Anak) menjadi Keppres RI No. 36 Tahun 1990. Indonesia juga memiliki UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam konteks otonomi daerah, hingga kini tercatat, Provinsi Jawa Timur yang telah memiliki Perda Jatim tentang Perlindungan Perempuan dan Anak dan Provinsi Jawa Barat yang baru-baru ini melahirkan Perda No. 5 Tahun 2006 tentang Perlindungan Anak. Pada tahun 2007, penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan menjadi tema utama dalam Sidang Commision on the Satus of Women ke-51 di New York, AS. Perwakilan negara-negara yang hadir, termasuk Indonesia, akan melaporkan situasi penegakan HAM untuk anak perempuan. Ironisnya, pada saat yang bersamaan, DPR dan Pemerintah menunjukkan kegagalan memastikan adanya perlindungan anak perempuan korban perdagangan dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. RUU ini terbukti tidak mengakomodir perdagangan anak dan lemah dalam perlindungan anak korban perdagangan. Oleh karena itulah, momen Hari Perempuan Internasional kali ini sangat penting untuk menengok sejauhmana komitmen negara menegakkan HAM, khususnya hak asasi perempuan dan hak anak, karena penegakan HAM akan berujung pada kesejahteraan dan keadilan bagi perempuan dan anak perempuan dalam makna yang substantif. Untuk itu, kami, INSTITUT PEREMPUAN menuntut pemerintah: 1. Melindungi hak asasi perempuan dan hak anak dengan memastikan terintegrasikannya nilai-nilai HAM dalam segenap produk perundang-undangan, termasuk RUU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 2. Merevisi UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam rangka perlindungan hak anak dan perempuan. 3. Menyediakan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban diskriminasi dan kekerasan. Demi keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan, INSTITUT PEREMPUAN Ellin Rozana Direktur Eksekutif ____________________________________________________________________________________ The fish are biting. Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing. http://searchmarketing.yahoo.com/arp/sponsoredsearch_v2.php