Siaran Pers, 8 Maret 2007
   
  PENGESAHAN RUU PENANAMAN MODAL MELAHIRKAN PETAKA
   
  Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUU PM) pada 
tanggal 13 Maret 2007 oleh DPR RI akan melahirkan petaka. Berbagai kemewahan 
akan disediakan pemerintah, mulai kemudahan  berbagai bentuk pajak, pembebasan 
lahan, bebas memindahkan modalnya kapan dan dimanapun, hingga bebas 
nasionalisasi. Sementara biaya eksternalitas penanaman modal selama ini, 
diantaranya ribuan konflik lahan, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan dan 
pemiskinan yang selama ini terjadi, tidak sedikitpun menjadi  rujukan 
penyusunan RUU PM oleh pemerintah dan DPR RI.    
  Apalagi dalam proses pembahasan RUU PM muncul tekanan-tekanan dari 
lembaga-lembaga kreditor seperti Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB) dan 
Japan Bank For International Cooperation (JBIC), yang mendesak pengesahan 
segera. Hal ini mengindikasikan adanya kepentingan pihak asing yang cukup besar 
dalam mempengaruhi penyusunan RUU ini. 
   
  Kepentingan tersebut terlihat dari pasal-pasal dalam RUU PM. Tak ada 
perlakuan berbeda antara investasi asing dan domestik, tak ada pembatasan 
penguasaan sektor publik. Tidak ada pengaturan investasi dikaitkan dengan 
national interest. Termasuk pengaturan yang ditujukan untuk pengembangan dan 
perlindungan sektor, hingga dikaitkan dengan pengembangan wilayah, alih 
teknologi hingga pengembangan UKM. Bahkan semangat liberalisasi yang berlebihan 
melahirkan pasal-pasal sangat tegas tentang peluang investor melakukan transfer 
dan repatriasi modal secara bebas dan jaminan bebas nasionalisasi. Melihat 
subtansi RUU PM yang disusun pemerintah dan mengikuti rapat pembahasannya di 
Komisi VI DPR RI, terasa sekali pengurus negara hanya bersiap mengundang 
pemodal sebesar-besarnya, tanpa perlu mengaturnya.
   
  Selama ini, kegiatan penanaman modal yang diatur melalui UU Nomor 1 Tahun 
1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 
1970 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri 
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970, telah berkembang 
tanpa memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional. 
   
  Berikut diantara pasal-pasal RUU PM yang akan berimplikasi serius ke depan
   
          No
    Pasal
    Komentar
      1
    Pasal 2
    Bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia UUD 1945 menyatakan bahwa 
produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai negara untuk 
kemakmuran rakyat
      3
    Pasal 7
    Negara berkewajiban melakukan nasionalisasi untuk mencegah privatisasi dan 
komersialisasi cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak 
untuk kemakmuran rakyat, dan menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing yang 
merugikan bangsa dan rakyat Indonesia.
      4
    Pasal 8
    Hal yang marak terjadi adalah PHK massal yang dilakukan perusahaan dengan 
menutup perusaan dan merelokasi industri dan modalnya (capital flight). Hak 
atas pangan dan hak atas pekerjaan adalah hak warga negara yang wajib dipenuhi 
negara
      5
    Pasal 18
    Kejahatan yang di maksud dalam RUU ini terlalu simplistic, padahal 
kejahatan korporasi yang terjadi selama ini jauh lebih berbahaya dan 
mengakibatkan kerusakan dan kejahatana bagi komunitas daripada yang tertera 
dalam RUU PM tersebut.
      6
    Pasal 20
    Bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 dan selama ini konflik 
agraria massif di wilayah pertambangan, perkebunan, dan kehutanan yang alas 
haknya bersandar pada HPH, HGU. 
   
   
  Untuk itu dapat disimpulkan bahwa : 
   
  Pertama. RUU ini tidak mengedepankan kepentingan nasional justru melayani 
internasionalisasi modal dan RUU ini bertentangan konstitusi RI dengan 
memfasilitasi modal asing menguasai produksi yang terkait dengan hajat hidup 
orang banyak (semesta rakyat/warga negara Indonesia). 
   
  Kedua. RUU ini tidak melindungi hak atas pekerjaan rakyat Indonesia khususnya 
kaum buruh yang dengan mudah terkena PHK akibat perusahaanya tutup karena 
pindah lokasi usahanya.
   
  Ketiga, RUU ini akan memperarah pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya 
yang dilakukan aktor negara dan aktor non negara khususnya korporasi. 
   
  Keempat, berpindahnya industri manufaktur keluar negeri seperti investasi 
pada pabrik garmen, sepatu, mainan anak, tekstil dan industi lain yang notabene 
bersifat padat karya dengan jumlah buruh perempuan hingga 90% akan menyebabkan 
hilangnya hak atas pendapatan dan kesempatan mengembangkan potensi secara 
profesional perempuan di sektor tersebut.
   
  Kelima, masuknya investasi dalam sektor pelayanan publik juga akan semakin 
mendeskriminasikan akses perempuan terhadap pelayanan tersebut.
   
  Dengan demikian kami menolak dan mendesak penghentian pembahasan RUU PM. Dan 
menuntut perubahan terhadap pengaturan investasi yang merupakan turunan amanat 
UUD 1945 untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat. ###
   
  Hormat Kami,
   
    
   PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia)  
   Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)  
   Sekretariat Bina Desa  
   KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria)  
   KPI (Koalisi Perempuan Indonesia)  
   KAU (Koalisi Anti Utang)  
   FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia)  
   Kelompok Perempuan untuk Keadilan Buruh  (KPKB)  
   International NGO’s Forum for Indonesian Development (INFID)  
   Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
  Nb: 
  1. Ikuti audiensi dengan Fraksi PDIP di DPR RI, Juma`at, 09 Maret 2007 pukul 
10.00
   
  2. Ikuti aksi menolak pengesahan RUU Penanaman Modal, di kantor Badan 
Koordinasi Penanaman Modal (Jl. Gatot Subroto), Senin, 12 Maret 2007 pukul 10.00
   
  3. Info lebih lanjut hubungi:
  Gunawan (Kadiv Kajian dan Kampanye PBHI)
  Phone mobile: 0815 847 45 469
   
    Kantor Pusat PBHI
  Perkantoran Mitra Matraman A2/18
  Jl. Matraman Raya 148
  Jakarta Timur 148
  Tel. (021)859 18064
  Fax. (021)859 18065
  Email: [EMAIL PROTECTED]
  Web: http//www.pbhi.or.id

   

                
---------------------------------
 Now you can scan emails quickly with a reading pane. Get the new Yahoo! Mail.

Reply via email to