Ikutan Nimbrung jg deh! Rasanya menjadi mustahil bila kita hidup dan bermasyarakat tanpa sebuah perekat dan penghubung yg bisa memberikan kepada kita sebuah jalinan dan dan rasa aman yang ada didalamnya.
Hukum dan perangkatnya adalah salaha satu mediasi yg bisa menjamin kehidupan sebuah komonitas masyarakat, hukum adalah sederet aturan, hak dan kewajiban yg mesti diindahkan oleh siapa saja yg menjadi anggota sebuah komonitas bisa bangsa ataupun kelompok yg lebih sempit. Dalam konteks pedalaman sebuah hukum Islam memiliki serangkain kaidah-kaidah umum yg ada didalamnya. setiap hukum yang ada memiliki relasi dengan nilai manfaat dan mafsadat didalamnya. Jauh-jauh hari para Ulama dan cerdik pandai didalam komonitas Islam telah melakukan pelbagai telaah kritis terhadap lahirnya sebuah keputusan hukum menyangkut keberadaan kaum muslim sendiri ataupun sebaliknya. Dengan berjalannya waktu semenjak fajar Islam ternyata telah melahirkan sebuah tipologi pola dan cara sebuah hukum di"geledah" dengan sangat baik dan pada waktu yg bersamaan telah melahirkan sebuah perspektif yg luas. Ada kecenderungan pemahaman hukum ditengah-tengah kaum muslimin lebih menekankan pada aspek literal sebuah pesan dalam koridor penegakan dan implementasi hukum didalamnya, sudah barang tentu produk hukum yg digagasnya menjadi serba tunggal dan miskin interpretasi. Landasan2 filosofis yg menyembul diantara sederet ayat2 Quran kiranya perlu mendapat perhatian yg lebih serius shg tidak memunculkan adanya riduksi pada beberapa makna yg ada didalamnya, belum lagi kesediaan kita untuk mengerti bahwa Islam telah melahirkan banyak madzab yg jg mesti dilihat sebagai pembanding dan "rekan" diskusi yg harus diajak duduk bersama guna melahirkan sebuah pemahaman yg lebih utuh dan mewakili lebih banyak lagi komponen yg luas dari masyarakat muslim maupun non muslim didalmnya.(((( bersambung...........))) --- In mediacare@yahoogroups.com, Roslina Podico <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kalau saya boleh nimbrung di sini, > > Menurut saya tanya-jawab di sini adalah fair, artinya terbuka. > Contoh si penjawab berpendapat: > > Oleh karena itu semua hukum syariat didasarkan atas kemaslahatan hakiki > manusia, baik dengan 'ilat (alasan) dhahir (jelas), dan ini ini yang > paling banyak, ataupun dengan 'ilat yang tidak dhahir (jelas), terutama > yang berkaitan dengan hukum-hukum ibadah mahdhah. Sehingga meskipun kita > tidak mengetahui 'ilat, hikmah dan sebabnya, namun kita wajib > menunaikannya secara ta'abbudiyah (tanpa tanya). > > Konsekwensinya adalah setiap penganut Islam itu, harus menunaikan hukum > Islam tanpa harus mempertanyakan untung rugi atau buruk baiknya hukum > itu baginya. Penganut Islam wajib menerima hukum yang punya alasan yg > jelas atau alasan yg tidak jelas. Sekali Islam, maka anda tidak berhak > mempertimbangkannya lagi dengan akal sehat melainkan hanya mengimaninya. > > Letak persoalannya adalah, maukah anda mengikuti atau menaati sesuatu yg > bagi anda TIDAK JELAS menguntungkan atau merugikan? Kalau anda mau > silahkan jadi Islam yg *taat*, tapi kalau anda tidak mau silahkan > memilih meninggalkan Islam. Inilah konsekwensinya menurut saya. > > Contoh lain: > Sekali lagi bagi orang Islam. Umat Islam memang tidak boleh memaksa > nonmuslim untuk masuk Islam. Laa ikraaha Fid diin. Tapi orang Islam > harus melaksanakan ajaran Islam, wajib melaksanakan syariat yang telah > diimani ini, walaupun dengan paksa, walaupun harus dibarengi dengan > sanksi kalau bersalah. > Dari pengulangan ini, Syariat itu hanya DIPAKSAKAN bagi penganut Islam, > tapi bukan bagi non muslim. > > Saya sangat setuju dengan kalimat ini. Sayangnya sejak berdirinya NKRI > belum pernah terjadi dimana non Muslim melarang atau mencampuri intern > Muslim di Indonesia, namun dalam kebebasan Islam menjalankan ibadah dan > agamanya selama puluhan tahun di Indonesia, nampaknya makna positif dari > keislaman itu belum memenuhi harapan mansyarakat Indonesia ( termasuk > muslim) menjadi masyarakat yg *beruntung*. Artinya pengabdian masyarakat > Islam Indonesia yg mayoritas itu belum membawa dampak positif dalam > memenuhi tuntutan hidup rakyat NKRI yg sampai sekarang selalu dipimpin > oleh Presiden yg beragama Islam. > > Kesimpulan saya, jika Islam konsekwen dengan ajaran Quran, tidak boleh > mengislamkan non muslim alias syariat adalah buat muslim atau Islam, > maka intern Islam itu sendirilah yg perlu dibenahi. > > Caranya: > Menyadarkan umat Islam atas makna keselamatan di dunia dan akhirat itu. > Membina masyarakat Islam menjamin keselamat (keamanan) lingkungannya > bukan sebaliknya mengancam. Lingkungan itu termasuk sesama manusia, > demikian juga tumbuhan, binatang dan alam semesta. > > Tidak ada lagi pejabat Islam yg menggunduli hutan. Tidak ada lagi > pejabat Islam yg memakan uang rakyat. Tidak ada lagi pejabat Islam yg > jadi ancaman bagi non muslim artinya mendiskreditkan hak-hak mereka, > misalnya mereka yg ingin beribadah di tempel, klenteng gereja atau > lain-lainnya. > > Inilah yg saya tunggu-tunggu bahkan mungkin semua umat nantikan. > > Sebaliknya, jika Syariat Islam dipaksakan, untuk menggantikan UU NKRI, > berarti Islam Indonesia sudah melanggar Syariat Islam dan mengkhianati > Quran itu sendiri, sebab Indonesia adalah masyarakat majemuk yg memeluk > berbagai ajaran Kitab. > > Sekali lagi Indonesia BUKAN negara Islam yg murtad yg perlu atau harus > ditobatkan, melainkan Indonesia DIDIRIKAN oleh masyarakat multi religius > yg kebetulan diarahkan atau dipimpin oleh Sukarno yg saat itu mengaku > Islam. > > Maka sebagai non MUSLIM, saya mewakili yg lain, memohon pada > MUSLIM/ISLAM yg sejati, pada anda-anda sekalian, big brothers and big > sisters (karena kalian lebih besar jumlahnya), berilah kami jaminan > KESELAMATAN itu, sementara kami menghadapi ancaman atau himpitan di > negara NKRI ini. > > Kami bukan hanya mendambakan pemimpin pemerintah yg menjamin keselamatan > rakyat NKRI, bahkan kami mendambakan tetangga, kollega, teman sekolah, > atasan kami yg memberi kami keamanan alias keselamatan hidup di NKRI. > > Salam Damai > Roslina > > PS. > Saya melihat bahwa saya sedang mengalami bouncing dari yahoo groups, > maka bagi teman yg menerima Mail ini saya beri ijin meneruskannya sesuai > dengan kebutuhan. Trimakasih. > > Sumar Sastrowardoyo wrote: > > Serambi Online :: Menuju Pembangunan dan Pembaruan > > < > > ------------------------------------------------------------------ -------- > > > > Serambi Online > > SERAMBI BERITA > > Serambi Utama > > Serambi Nusa > > Kutaraja > > Serambi Pase > > Serambi Bisnis > > Serambi Nanggroe > > Sport Globo > > Serambi Donya > > > > SERAMBI PHOTO > > Berita Photo > > Menatap Aceh > > Gam Cantoi > > SERAMBI OPINI > > Salam Serambi > > Opini > > Taffakur > > Droe Keu Droe > > > > SERAMBI MINGGU > > Serambi Budaya > > Cerpen > > Puisi > > Panteue > > KONSULTASI > > Agama Islam > > Psikologi > > > > > > Bangka Pos > > Agence France- Presse > > Banjarmasin Post > > Design for Readers > > International Center for Journalist > > Kompas Cyber Media > > Pantau > > Pos Kupang > > Sriwijaya Post > > Surya > > Tribun Batam > > Tribun Kaltim > > Tribun Timur > > > > > > Profil Redaksi > > Profil Perusahaan > > Kisah Perjalanan > > Selasa, 13 Mar > > 2007 | 04:38:50 WIB ARSIP : > > > > Konsultasi Agama > > Islam > > Pengasuh: Prof Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA > > a.. > > 09/03/2007 08:19 WIB > > > > Tentang Penerapan Syariat Islam > > > > > > PERTANYAAN : > > > > Assalamu'alaikum Wr. Wb. > > > > Bersama ini saya ingin menanyakan > > tentang penerapan syariat Islam. Kita semua maklum bahwa kita sebagai > > orang Islam adalah wajib menunaikan syariat Islam sejak dari lahir > > hingga meninggal dunia. Paling kurang setelah kita berusia lima belas > > tahun, atau dewasa, kata orang sekarang. Ini memang sudah kita > > kerjakan sejak dari dahulu, malah sejak dari dahulu kala, tanpa ada > > paksaan dari siapapun. Sekarang masalah penerapan syariat Islam, kok > > dipaksa-paksa. Bila melakukan pelanggaran, kok sampai dicambuk, > > demikianlah seterusnya. > > Yang ingin saya tanyakan, apakah memang > > harus demikian? Apakah pada masa Nabi Muhammad masih hidup ada orang > > yang dikenakan sanksi dan apakah cambuk ada termaktub dalam Alquran? > > Demikianlah pertanyaan saya, semoga > > mendapatkan jawaban yang baik, > > > > > > Wassalam, > > > > Tgk Salman yang mulia,, Tgk Salman Hitam > > yang mulia, Aceh Utara > > > > > > > > JAWABAN : > > > > > > Saudara/i Tgk Salman yang mulia, Yth., > > > > Wa'alaikumus Salam, Wr. Wb. > > > > Assalamu'alaikum Wr. Wb. > > Saudara memang amat baik dan amat perlu > > kita semua mencermatinya. Untuk itu, jawaban ini dimulai dengan > > bayangan sedikit tentang apa itu syariat Islam, karena dengan kenal > > maka adanya sayang, dan karena adanya sayang maka tumbuhlah cinta, > > kata orang dahulu. > > Pada dasarnya syariat itu diturunkan > > untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Karena > > itu, hukum syariat diturunkan untuk menjamin kemaslahatan tersebut, > > malah juga untuk menolak kerusakan dan keehancuran. Oleh karena itu > > semua hukum syariat didasarkan atas kemaslahatan hakiki manusia, baik > > dengan 'ilat (alasan) dhahir (jelas), dan ini ini yang paling banyak, > > ataupun dengan 'ilat yang tidak dhahir (jelas), terutama yang > > berkaitan dengan hukum-hukum ibadah mahdhah. Sehingga meskipun kita > > tidak mengetahui 'ilat, hikmah dan sebabnya, namun kita wajib > > menunaikannya secara ta'abbudiyah (tanpa tanya). Contohnya amat > > banyak, ya, seperti shalat shubuh harus dua rakaat, semua orang Islam, > > baik laki-laki atau perempuan, wajib menutup aurat, kewajiban > > melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar sesuai kemampuan dan > > lain-lain sebagainya. Untuk ini dapat dirujuk pada: Al-Ihkam lil > > Amidii 2/271, Qawa'id al-Ahkam lil 'Aziz Abdus Salam 2/5, > > Al-Muwaafaqat lisy-Syathibii 2/3, Al-Burhan li imam al-Haramain 2/891, > > Syarhu al-Kawakib al_Munir li Ibnu an-Najar al-Fatuhii al-Hambali > > 1/312, Muqashid asy-Syari'ah al-Islamiyah, lith Thabari bin 'Asyuur, > > hal. 20012 dan Dhawabith al-Maslahah lil Duktur Muhammad Sa'id > > Ramadhan al-BuThi hal. 73.88. > > Tujuan inilah sesungguhnya yang ingin > > diwujudkan oleh semua kita, oleh ulama, para pemimpin, para da'i dan > > semua individu yang normal. Malah setiap orang wajib mewujudkan dan > > menyempurnakan kemaslahatan, menghilangkan atau memperkecil kerusakan. > > Apabila keduanya saling bertentangan maka harus diraih yang lebih > > besar maslahat dengan melenyapkan yang lebih kecil mafsadat-nya, serta > > menolak yang lebih besar kerusakan dengan menanggung yang lebih kecil > > kerusakannya, inilah yang disyariatkan. > > Untuk mewujudkan tujuan syariah, atau > > melaksanakan kewajiban kita semua secara pemerintah--artinya > > pemerintah juga berkewajiban-- itulah sebenarnya, Aceh menerapkan > > syariat Islam secara kafah, meskipun harus bertahap. Alhamdulillah, > > sudah banyak yang kita capai. Undang-Undang nomor 44 Tahun 1999 dan > > Undang-undang nomor 18 Tahun 2001, yang kemudian diganti UU Nomor 11 > > tahun 2006 yang lebih lengkap dan sempurna, sebab telah terjawantahan > > oleh MoU Helsinki (Finlandia). > > Sesungguhnya, mentahkim-kan syariat > > dalam masyarakat muslim adalah suatu kewajiban yang difardhukan dengan > > nash hukum yang qath'i' (pasti), yaitu yang ditetapkan dengan > > dalil-dalil yang jelas dalam Alquran al-Karim seperti firman Allah SWT > > (artinya): "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan > > seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi > > kehidupan kepada kamu" (QS. al-Anfal : 24). > > Dan firman-Nya (Artinya): Dan Kami telah > > turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa > > yang yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) > > dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah > > perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu > > mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datang > > kepadamu." (QS. al-Maidah : 48). Dan banyak lagi, antaranya: QS. > > al-Maidah: 44, QS. al-Maidah : 45 dan QS. al-Maidah : 47. > > Di dalam beberapa ayat tersebut jelas > > bahwa siapa saja yang tidak menghukumkan sesuai Alquran karena > > keingkaran dan ke-juhuud-annya (keenggannya) maka dia adalah kafir, > > sementara bila ia iman kepada Alquran, tetapi tidak mengerjakan > > hukumnya dia adalah fasik, dan apabila ia mengimani kebenaran Alquran, > > mengimani kebenaran hukumnya, dan berusaha sekadarnya tapi menghukum > > dengan selainnya maka dia adalah orang zhalim. Ini adalah penafsiran > > para sahabat Nabi mengenai beberapa ayat tersebut sebagaimana > > dinukilkan Alqurthuby di dalam tafsirnya. > > Dengan demikian, pengasuh yakin bahwa > > Saudara telah memperoleh jawaban yang agak memadai mengenai kenapa > > kita harus berupaya keras dengan segenap kemampuan yang kita miliki > > untuk menerapkan syariat Islam di bumi peninggalan endatu kita > > Nanggroe Aceh Darussalam tercinta ini. > > Selanjutnya mengapa harus paksa- paksa > > dalam pelaksanaan syariat. Karena syariat memang mengandung hukum. > > Hukum harus jalan, meskipun dengan adanya paksaan. Hukum syariat yang > > sudah diqanunkan seperti khalwat, maisir dan khamar sudah menjadi > > hukum positif seperti hukum positif lainnya yang berlaku di Aceh. > > Pelanggarnya memang harus dikenakan sanksi, seperti orang mencuri > > milik orang lain, pasti ditangkap, diselidiki, disidiki, lalu diproses > > yang akhirnya diputuskan hukuman apa yang dikenakan, demikian juga > > dengan hukum syariat bagi orang muslim. Sekali lagi bagi orang Islam. > > Umat Islam memang tidak boleh memaksa nonmuslim untuk masuk Islam. Laa > > ikraaha Fid diin. Tapi orang Islam harus melaksanakan ajaran Islam, > > wajib melaksanakan syariat yang telah diimani ini, walaupun dengan > > paksa, walaupun harus dibarengi dengan sanksi kalau bersalah. > > Hal seperti ini memang diakukan > > Rasulullah SAW dan shahabatnya. Mai'dz dan Wanita Ghamidiyah misalnya, > > pernah dirajam dimasa Rasullah SAW. Banyak kitab hadits dapat dirujuk > > untuk masalah ini. > > Sanksi cambuk memang ada dalam Alquran. > > Sebagai contoh dipersilakan melihat ayat 24 surat An-Nur. > > Demikian, semoga bermanfaat adanya, , > > Wallahu A'lamu Bish-Shawaab. > > > > > > >