Gontok-gontokan di kamar atau di lapangan, intinya ya tetap sama: gontok-gontokan. Yang satu ngumpet, yang satu terang-terangan.
Soal gontok-gontokan sebagai bagian dari upaya untuk "memajukan bangsa," ini kan tinggal soal persepsi. Semua pihak yang gontok-gontokan itu menganggap dirinya berbuat itu untuk "memajukan negara." Contohnya, Danny Lim di mediacare selalu menyerang gontok-gontokannya orang Indonesia, tapi dirinya sendiri hobi gontok-gontokan di milis. Jadi, mungkin pernyataan bahwa SEMUA orang Belanda "bertekad" memajukan negara harus dikoreksi. Paling enggak, ada satu orang Belanda yang demen gontok-gontokan tidak untuk kemajuan Belanda. Tapi, mungkin bisa dimaklumi ya? Danny Lim kan bukan Belanda tulen, tapi 'turunan Indonesia', makanya demen juga gontok-gontokan. Bukan begitu, Meneer Lim? Sayangnya, dia nggak sadar. Yang selalu dikatai doyan gontok-gontokan adalah orang Indonesia di Hindia sana, sedang diri sendiri yang juga lagi sibuk gontok-gontokan di milis tak merasa demikian. Ngakunya "diskusi." Hi hi hi. Infantilism Disorder? Bisa jadi... manneke -----Original Message----- > Date: Thu Mar 15 07:17:56 PDT 2007 > From: "Danny Lim" <[EMAIL PROTECTED]> > Subject: [mediacare] Re:Sejarah Indonesia > To: mediacare@yahoogroups.com > > Mungkin saja Endiarto betul, apalagi kalau telah ada peserta StuNed > yang lulus S3 dengan tesis berjudul "Gontok-gontokan di Belanda", he > he he. > > Yang pasti, setiap hari anggota parlemen Belanda gontok-gontokan di > gedung parlemen. Tapi nyamannya di Belanda sini, percekcokan di > parlemen itu tidak pernah merambat ke luar gedung, dan > percekcokannya pun demi memajukan Belanda, bukan memajukan kelompok > atau agama sendiri. Anak sulung saya usia 17 tahun, baru saja masuk > CDJA (Partai Kristen Demokrat Remaja). Besok dia akan ikut seminar > pertama CDJA itu. Anak saya boleh memilih mau masuk kelompok kerja > yang mana: Eropa? Internasional? Belanda? dll. Dia pilih thema > Eropa. Remaja CDJA ini ditempa agar di masa depan dapat menggantikan > kakak-kakaknya yang sekarang duduk di Tweede Kamer (DPR-nya > Belanda). Remaja CDJA ini juga diajar teknik berdebat seperti LTC di > Indonesia (Leadership Training Course), namun tidak pernah diajar > memuliakan diri sendiri. Yang dimuliakan adalah Belanda sebagai > negara kesatuan yang bebas beragama, berkemanusiaan beradab, > berkebangsaan broadminded, berkedaulatan rakyat dan berkeadilan > sosial. > > Dus Endiarto ada betulnya juga, bahwa di Belanda juga ada gontok- > gontokan, namun mereka bergontok-gontokkan untuk memajukan negara. > Yang dianut adalah mottonya Sinterklaas "anak baik dapat kado, anak > nakal masuk karung". Dus dari parpol mana pun juga, bila orangnya > hebat dan baik, dan dapat membangun negeri Belanda, akan dipilih > oleh rakyat Belanda untuk memimpin negara. Sedangkan yang lain yang > kurang hebat akan menjadi oposisi yang juga bertekad membangun > negara. Karena semua orang Belanda bertekad membangun Belanda > memakai sistim Total Football-nya Johan Cruijff, maka Belanda pun > menjadi negeri maju gemah ripah loh jinawi tata tenteram > kartaraharja. > > Asik ....seperti mendengar cerita 1001 malam ya, he he. > > Salam hangat, Danny Lim, Nederland > > > > MOD: > > Lha kalo gontok-gontokan antar penonton sepak bola gimana Oom DL? Apa ya > untuk memajukan negeri Belanda juga? > > > > --- In mediacare@yahoogroups.com, Endiarto Wijaya <[EMAIL PROTECTED]> > wrote: > > > > > > > > (Quote: .......Bayangkan, topik begitu banyak di atas ditulis > oleh Dirk Vlasblom > > hanya dalam 70 halaman saja, kertas ukuran 3/4 A4, maka hanya > > intinya yang ditekankan. Salah satu inti cerita yang terbersit > > adalah "bakat gontok-gontokan" orang Indonesia yang diwarisi > dari > > leluhur mereka sendiri sejak ribuan tahun y.l. Jadi bila orang > > Indonesia kini sukar keluar dari "budaya gontok-gontokan" -nya > itu, > > tidak usah terlalu kuciwa lah yau.............end of quote) > > > > IMHO, Kalau masalah gontok-gontokan sih Pak sebenarnya di > manapun ada. Hanya saja ketika di suatu tempat/ negara masih banyak > terjadi gontok-gontokan, penyebabnya sangat kompleks. Bukan sekedar > warisan nenek moyang, warisan Mbahe Sangkil atau apa.......... > > > > Saya yakin, di Belanda pun dari dulu sampai sekarang masih > ada "unsur gontok-gontokan". Perbedaan kepentingan, status sosial, > perbedaan peran dan berbagai perbedaan lain sering menjadi > sumber "gontok-gontokan" baik yang nampak jelas maupun yang tak > nampak di permukaan. > > > > Rasanya bisa saja "gontok-gontokan" di Belanda ini dijadikan > obyek riset kawan-kawan yang ambil S-3 Psikologi Sosial, Sosiologi > atau Sejarah di Belanda atas beasiswa Stuned.....he,he,he > > > > Salam,