Pak Hinu betul, bahwa tidak perlu menanggapi diskusi yang bermutu rendah, 
menghabiskan waktu dan enerji. Tapi ada satu hal yang saya kira Pak Hinu perlu 
perhatikan,  yaitu SSakaki boleh jadi tidak membaca literatur tentang 
Marhaenisme. Tapi mungkin sebaliknya, dia membaca dengan cermat, hanya dengan 
tujuan untuk menjelek-jelekkan Bung Karno.
  Dari permulaan diskusinya sesungguhnya sudah bisa diketahui kemana arah 
bicaranya: yaitu menghujat Soekarno, politik dan ajarannya. 
  Yang terakhir ini Marhaenisme yang dicap jiplakan dari Marxisme. Nanti akan 
ada lagi yang akan dihujat, maka dia menunggu umpan dari siapa saja yang bisa 
dijadikan bahan untuk menghujat Bung Karno. Dia tidak peduli apa koarannya 
ditanggapi atau tidak, dia tidak peduli koarannya dianggap benar atau tidak. 
Sebab yang penting adalah menghujat Bung Karno.
  Umpan tersebut bahkan dimunculkan dia sendiri (Rofiqah, S.Sungut, I.Cotan, 
Ratih yang dimunculkan sebagai imil japri).
  Tapi tulisan Pak Hinu terlampir di bawah, berguna sekali, akan memberi 
pencerahan generasi muda yang belum sempat mendalami Marhaenisme. Bukan 
pencerahan kepada Ssakaki.  Bravo Pak Hinu.
   
  J.Surendro
  (Penggemar soto babat, bukan soto kakibabi)
   
   
   
  -------Original Message------- 
   
  From: HINU ENDRO SAYONO 
  Date: 18-3-2007 2:32:27 
  To: [EMAIL PROTECTED] 
  Subject: [HKSIS] Re: Re: [nasional-list] Re: Sato Sakaki: RUNTUHNYA IMPERIUM 
KOMUNIS UNI SOVYET 
   
  Rekan-rekan semua, 
  Dengan posting Sato Sakaki yang terakhir yang berisi pengakuannya tentang 
pemahaman bahwa buku "Di bawah Bendera Revolusi" hanyalah daur ulang Marxisme 
(saya tahu maksudnya adalah Komunisme atau Marxisme-Leninisme, tetapi rancu 
cara berpikirnya, karena lebih banyak buku Kho Ping Hoo yang dibaca dari pada 
buku-buku yang "berat") yang kemudian di beri nama Marhaenisme, maka saya 
semakin yakin bahwa Sato Sakaki memang sama sekali tidak tahu apa-apa tentang 
Bung Karno dan Marhaenisme serta Pancasila. 
  Marhaenisme adalah asas yang terdiri Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi, 
artinya adalah paham kebangsaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab dan 
demokrasi-politik dan demokrasi-ekonomi. 
  Secara sepintas ataupun secara mendalam atau ilmiah "pemikiran briliant 
tentang daur ulang sudah sangat tidak relevan sama sekali". 
  Sato Sakaki tidak dapat membedakan antara Marxime-Leninisme dengan 
Marhaenisme, tidak dapat membedakan antara Marxisme-Leninisme dengan 
materialisme-dialektik dan materialisme-sejarah. 
  Dan dengan demikian, secara otomatis, dia tidak tahu beda antara "Pancasila" 
dengan "Declaration of Independence" dan dengan "Manifesto Komunis". 
  Dengan "pengakuannya" yang seperti itu, saya menganggap tidak ada gunanya 
lagi meladeni Sato Sakaki untuk "berdiskusi" dengan mutu yang rendah. 
  Maaf, rekan-rekan, saya baru sempat menjawab, karena saya ada tugas ke luar 
kota yang lebih asyik dari pada berdiskusi dengan materi amat sangat tidak 
bermutu sama sekali. 
   
  Salam juang untuk semua rekan, 
  Hinu Endro Sayono 
  (lebih menyukai sop kaki kambing) 
   
   

Kirim email ke