Masak-memasak, oooo ....... itu hobby saya, bikin semur daging, sup 
ayam, opor ayam, rawon dll. Kapan mampir ke rumah saya, nanti saya 
masak untuk anda.

Undangan Kartini Trophy? Oooo ......... itu aktifitas umum digedung 
umum, diselenggarakan oleh pemda Den Haag dan disiarkan di koran-
koran. Perorangan/instansi yang berjuang untuk emansipasi diberi 
kesempatan mendaftarkan diri atau dicalonkan orang lain. Hadiahnya 
selain trophy juga duit 2500 euro, yummy yummy.

Wanita tokoh emansipasi Belanda? Oooooo ....... semua perempuan 
Belanda adalah tokoh emansipasi. Perempuan Belanda mana ada yang mau 
dipoligami? Perempuan Belanda kalau naksir cowok, dia yang mengejar-
ngejar, bahkan kalau perlu dia pula yang melamar sicowok itu. Dan 
menceraikan suami? Boanyaaak .... pokoknya bila si suami macam-macam 
kagak ampun bakal diceraikan oleh si istri deh donk tuh yee cihui.

Pria dan wanita betul-betul sederajat di Belanda sini. Mengapa 
dipilih nama Kartini? Karena pemda Den Haag hendak memfokuskan diri 
pada pendatang asing yang masih belum bisa menerima emansipasi, baik 
prianya yang sok macho mau pun wanitanya yang memble. Nah dari 
banyak nama tokoh emansipasi asing, Kartini dianggap yang paling 
hebat dan representatif. Wanita Belanda sendiri seperti telah saya 
tulis di atas, ngga memerlukan dorongan lagi untuk ber-emansipasi.

Sebuah diskusi yang menarik dan bermanfaat menjelang Hari Kartini 21 
April.

Salam hangat, Danny Lim, Nederland

--- In mediacare@yahoogroups.com, "GAYa NUSANTARA" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> 
> 
>   Di Bovenkarspel ada Yayasan Kartini, pengurusnya orang Belanda 
yang 
>   kagum pada perjuangan emansipasi Kartini dulu itu. Di Den Haag 
>   seperti telah saya sebutkan, setiap tahun disediakan trophy, 
namanya 
>   Kartini-Trophy, buat perorangan/instansi yang memperjuangkan 
>   emansipasi di Den Haag dan sekitarnya. Di Pasar Malam Besar 
bakal 
>   ada tonil solo dimainkan oleh wanita Belanda yang di tubuhnya 
masih 
>   mengalir darah Indonesia. Pemain tonil itu begitu piawai 
>   menggabungkan surat-surat Kartini yang banyak dulu itu menjadi 
>   sebuah surat baru, yang seakan ditulis sendiri oleh mendiang 
Kartini.
> 
>   Maria: emangnya nggak ada tokoh feminis lain di Belanda, koq 
sampe nyatut tokoh dari negara lain sich? Ato di Den Haag nggak 
punya tokoh feminis, makanya mereka butuh tokoh dari Indonesia, 
kasihan amat ya...
> 
> 
>   Saya tahu Den Haag berkaitan erat dengan Hindia-Belanda, 
sehingga 
>   mendapat julukan Janda India ketika kolonial Belanda harus cao 
dari 
>   Indonesia. Namun bahwa sosok Kartini di Belanda, minimal di Den 
Haag 
>   begitu populer dan dihargai, merupakan surprise buat saya. Saat 
>   penyerahan Kartini-Trophy kepada Rahma El-Hamdaoui si orang 
Maroko, 
>   ada sekitar 200 hadirin, semuanya wanita Maroko. Saya tidak 
melihat 
>   wanita Indonesia di situ. Hal ini lebih membuat saya surprise 
lagi. 
>   Bahwa orang Belanda amat menghargai Kartini itu sudah sebuah 
>   surprise, namun bahwa wanita Indonesia di Belanda tidak/kurang 
ada 
>   perhatian kepada perjuangan emansipasi Kartini betul-betul 
abusrd.
> 
>   Maria: Sudah ditanyakan apakah ada perempuan Indonesia yang 
diundang? Adanya trophy ini saja saya baru dengar, dan setahu saya 
memang banyak migran maroko yang tinggal di Belanda...so? 
> 
>   Bagaimana dengan wanita Indonesia di Indonesia? Apakah 
menghargai 
>   Kartini cuma sebatas mengenakan kebaya dan bikin acara masak-
memasak 
>   saja pada tanggal 21 April?
> 
>   Maria: Wah mohon maaf saja kalu di Belanda cuma bisa bikin 
tonil. Minimal saya yang memang aktivis NGO (dan saya yakin banyak 
rekan aktivis perempuan yang lain dan jauh lebih hebat dari saya)  
tidak mengingat semangat Kartini sekedar 21 April saja, we remember 
her spirit and we do something 24/7.  
> 
>   Lagipula kenapa dengan memasak dan kebaya?  Seolah ketika 
seseorang mengenakan kebaya dan memasak menjadi masalah.  Bagi saya 
yang harus melihat ibu saya memasak untuk semua orang di rumah, baik 
dalam keadaan sehat maupun sakit, ini juga perjuangan dia sebagai 
perempuan dan ibu, karenanya ketika beliau sakit saya bersedia 
menggantikannya memasak, dan saya beruntung saya bekerja di NGO yang 
mendukung saya kalau saya ingin melakukan ini. Apabila anda merasa 
memasak dan kebaya itu "cuma sebatas" itu saja, saya justru melihat 
anda sangat mengejek. Mengejek perempuan yang bagi anda "hanya" bisa 
pakai kebaya dan memasak dan mengejek pekerjaan memasak dan pakaian 
kebaya sebagai bukan apa-apa, bahkan sebagai alat pelecehan. apakah 
perlu saya sampaikan bahwa memasak itu sudah jadi pekerjaan yang 
tidak sekedar domestik, namun sudah keluar dari lingkungan rumah 
(lihat saja restoran dan hotel), dan sudah banyak laki-laki yang 
melakukan profesi memasak ini. 
> 
>   justru sekarang saya lihat bertapa tipisnya penghargaan anda 
pada perempuan....
> 
>   Kalau tanggal 21 April bagi saya hanya untuk mengingatkan, bahwa 
negara Indonesia sudah memiliki semangat emansipasi sejak dulu dan 
semangat itulah yang kami usung 24/7, nggak cuma 21 april saja, bung.
> 
> 
>   . 
>    
> 
> 
> -------------------------------------------------------------------
-----------
> 
> 
>   No virus found in this incoming message.
>   Checked by AVG Free Edition.
>   Version: 7.5.446 / Virus Database: 268.18.15/728 - Release Date: 
3/20/2007 8:07 AM
>


Kirim email ke