Rekan-rekan Yth, Berikut kami sampaikan siaran pers bersama WHO/UNAIDS mengenai hasil konsultasi sunat laki-laki untuk pencegahan HIV. Mohon diperhatikan bahwa siaran pers ini diembargo hingga Rabu, 28 Maret 2007 pukul 12:00 GMT atau 14:00 CET.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai situasi HIV/AIDS di Indonesia, silahkan kunjungi website resmi Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) di http://www.aidsindonesia.or.id/ Terima kasih atas kerjasama dan perhatiannya. Tantri Yuliandini Communications Associate UNAIDS Secretariat MENARA THAMRIN, 10th Fl Jl. M. H. Thamrin Kav. 3, Jakarta 10250 Indonesia Phone: (+62-21) 314 1308 ext. 412 Fax : (+62-21) 390 7569 "UNAIDS is dedicated to preventing the transmission of HIV, reducing the suffering caused by HIV/AIDS, and countering the impact of the pandemic on individuals, communities and societies." * * *EMBARGO: Rabu, 28 Maret , 12.00 GMT, 14.00 CET * * * *WHO DAN UNAIDS MENGUMUMKAN HASIL KONSULTASI AHLI TENTANG SUNAT LAKI-LAKI UNTUK PENCEGAHAN HIV* * * *Paris/Geneva, 28 Maret 2007**-- * Sebagai tanggapan dari kebutuhan mendesak untuk mengurangi jumlah infeksi HIV baru secara global, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Sekretariat UNAIDS mempertemukan para ahli internasional dalam sebuah konsultasi untuk menentukan apakah sunat laki-laki sebaiknya dianjurkan bagi upaya pencegahan infeksi HIV. Berdasarkan bukti-bukti yang diajukan, yang dianggap sangat meyakinkan, para ahli yang menghadiri konsultasi tersebut menganjurkan agar sunat laki-laki kini diakui sebagai suatu intervensi penting tambahan yang dapat mengurangi risiko penularan HIV lewat hubungan heteroseksual bagi laki-laki. Konsultasi internasional tersebut diselenggarakan dari 6-8 Maret 2007 di Montreux, Switzerland, dan dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk pemerintahan, masyarakat sipil, peneliti, aktivis hak asasi manusia dan kesehatan perempuan, orang muda, lembaga donor dan para mitra pelaksana. "Rekomendasi ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya pencegahan HIV," kata Dr. Kevin De Cock, Direktur, HIV/AIDS Department, Badan Kesehatan Dunia. "Negara-negara dengan tingkat infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual yang tinggi dan yang memiliki tingkat sunat laki-laki yang rendah, kini memiliki alat intervensi tambahan yang dapat mengurangi risiko infeksi HIV pada laki-laki heteroseksual. Menggiatkan sunat laki-laki di negara-negara tersebut akan menghasilkan manfaat pada individu-individu. Namun dampak dari investasi seperti ini terhadap epidemi masih akan lama terlihatnya." Kini telah ada bukti kuat dari tiga ujicoba terkendali secara acak yang dilakukan di Kisumu, Kenya; Distrik Rakai, Uganda (dibiayai oleh US National Institutes of Health) dan Orange Farm, Afrika Selatan (dibiayai oleh French National Agency for Research on AIDS) bahwa sunat laki-laki mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki sebesar 60%. Hal ini mendukung berbagai temuan dari penelitian-penelitian observasi yang juga menyiratkan bahwa hubungan geografis yang telah lama digambarkan antara prevalensi HIV yang lebih rendah dan tingkat sunat laki-laki yang lebih tinggi dalam beberapa negara di Afrika, dan baru-baru ini di tempat-tempat lain, paling tidak merupakan hubungan sebab-akibat. Saat ini, diperkirakan ada 665 juta laki-laki, atau 30% laki-laki di seluruh dunia, yang telah disunat. *Sunat laki-laki sebaiknya menjadi bagian dari paket komprehensif pencegahan HIV * Sunat laki-laki harus selalu dipertimbangkan sebagai bagian dari paket komprehensif pencegahan HIV, yang termasuk penyediaan pelayanan testing dan konseling HIV; pengobatan untuk infeksi menular seksual; promosi praktik-praktik seks aman; serta penyediaan kondom laki-laki dan perempuan dan promosi terhadap cara penggunaan kondom yang tepat dan konsisten. Konseling bagi laki-laki dan pasangan seksual mereka sangatlah penting untuk mencegah timbulnya perasaan aman yang keliru dan melakukan perilaku berisiko tinggi sehingga menghambat perlindungan parsial yang didapat dari sunat laki-laki. Selain itu, penyediaan pelayanan sunat laki-laki dipandang sebagai kesempatan baik untuk membahas kebutuhan kesehatan seksual bagi laki-laki yang sering terlewatkan. "Dapat merekomendasikan metode pencegahan HIV tambahan merupakan langkah yang signifikan menuju pengendalian epidemi ini," kata Catherine Hankins, Associate Director, Bagian Kebijakan, Bukti dan Kemitraan di UNAIDS. "Namun kita harus jelas: sunat laki-laki tidak memberikan perlindungan menyeluruh terhadap HIV. Laki-laki dan perempuan yang menganggap sunat laki-laki sebagai alat pencegahan HIV harus terus menggunakan berbagai bentuk perlindungan lain seperti kondom laki-laki dan perempuan, menunda debut seksual dan mengurangi jumlah pasangan seksual." *Pelayanan kesehatan harus diperkuat untuk menyediakan pelayanan berkualitas yang aman* Banyak pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang yang lemah dan kekurangan jumlah profesional kesehatan. Sehingga ada kebutuhan untuk memastikan bahwa pelayanan sunat laki-laki untuk pencegahan HIV tidak mengganggu program-program perawatan kesehatan lainnya, termasuk intervensi HIV/AIDS lainnya. Untuk mengoptimalkan kesempatan yang diberikan dari sunat laki-laki dan memastikan keberlangsungan jangka panjang bagi pelayanan tersebut, sunat laki-laki, sebagaimana mungkin, perlu diintegrasikan dengan pelayanan lain. Risiko yang dihadapi dari sunat laki-laki secara umum rendah, namun dapat berakibat serius bila sunat dilakukan di tempat yang tidak higienis dan dilakukan oleh penyedia layanan yang tidak ahli, atau dengan peralatan yang tidak memadai. Maka, pelatihan dan sertifikasi bagi penyedia layanan, selain juga program-program monitoring dan evaluasi yang cermat, dibutuhkan bagi tempat-tempat yang menyediakan layanan sunat laki-laki, untuk memastikan bahwa tujuan dari sunat terpenuhi dan pelayanan berkualitas diberikan dengan aman dalam kondisi tersanitasi, dengan peralatan yang memadai dan dengan pelayanan konseling yang tepat. Sunat laki-laki memiliki konotasi budaya yang kuat sehingga membutuhkan penyediaan layanan dengan cara yang sensitif secara budaya dan yang dapat meminimalisir stigma yang mungkin diasosiasikan dengan status sunat. Negara-negara sebaiknya memastikan bahwa sunat laki-laki disediakan dengan kepatuhan penuh terhadap etika medis dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk persetujuan dengan informasi, kerahasiaan, dan tidak adanya paksaan. *Memaksimalkan manfaat kesehatan masyarakat* Dampak kesehatan masyarakat yang signifikan mungkin akan terjadi begitu pelayanan sunat laki-laki pertama kali diberikan di tempat dimana penularan HIV melalui hubungan hetereseksual tingkatnya tinggi. Sehingga direkomendasikan bagi negara-negara dengan prevalensi tinggi dan epidemi umum HIV heteroseksual yang sekarang memiliki tingkat sunat laki-laki yang rendah untuk dengan segera memutuskan adanya peningkatan terhadap akses pelayanan sunat laki-laki. Manfaat lebih cepat bagi masyarakat akan tercapai bila kelompok usia yang paling tinggi berisiko terkena HIV dapat diprioritaskan, walaupun menyediakan pelayanan sunat laki-laki kepada kelompok usia yang lebih muda akan lebih memberi dampak jangka panjang bagi kesehatan masyarakat. Contoh-contoh yang ada menunjukkan bahwa sunat laki-laki di Afrika sub-Sahara dapat mencegah 5.7 juta kasus infeksi HIV baru dan 3 juta kematian dalam waktu 20 tahun. Para ahli yang hadir dalam pertemuan menyetujui bahwa sunat laki-laki yang hemat biaya ini dapat diterima sebagai alat pencegahan HIV dan, bila dilihat dari kemungkinan manfaat kesehatan bagi masyarakat untuk memperluas pelayanan sunat laki-laki, negara-negara harus juga mempertimbangkan menyediakan pelayanan tersebut secara gratis, atau dengan harga termurah untuk pasien, seperti juga untuk pelayanan penting lainnya. Di negara-negara dimana epidemi HIV terkonsentrasi pada kelompok-kelompok populasi tertentu seperti pekerja seks, pengguna napza suntik atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, dampak kesehatan masyarakat dari promosi sunat kepada masyarakat umum akan terbatas. Namun mungkin tetap ada manfaat individu bagi laki-laki berisiko tinggi dari infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual. *Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menyediakan informasi pengembangan program* Para ahli pada pertemuan tersebut mengidentifikasi beberapa area dimana penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menyediakan informasi untuk pengembangan program-program sunat laki-laki. Hal ini termasuk dampak sunat laki-laki terhadap penularan seksual dari laki-laki HIV positif kepada perempuan, dampak sunat laki-laki terhadap kesehatan perempuan untuk alasan-alasan selain penularan HIV (misalnya tingkat kanker cervix yang lebih rendah), risiko dan manfaat sunat laki-laki bagi laki-laki HIV positif, manfaat perlindungan dari sunat laki-laki dalam homoseksual atau heteroseksual anal intercourse, serta penelitian mengenai sumberdaya yang dibutuhkan, dan yang paling efektif, untuk memperluas kualitas pelayanan sunat laki-laki. Penelitian untuk menentukan apakah ada modifikasi persepsi dan perilaku berisiko jangka panjang untuk laki-laki yang telah sunat untuk pencegahan HIV, dan dalam masyarakat mereka, juga dibutuhkan. *Untuk informasi lebih lanjut:* *Di Paris: * *WHO* Anne Winter, +41 79 440 6011, email:* [EMAIL PROTECTED] *Di Jenewa: * *WHO* Iqbal Nandra, tel: +41 22 791 5589, mobile: +41 79 509 0622, email:* * [EMAIL PROTECTED] *UNAIDS* Yasmine Topor, tel: +41 22 791 3501, mobile: +41 76 512 8853, email: [EMAIL PROTECTED] * *Di Indonesia:* *UNAIDS* Tantri Yuliandini, tel: +62 21 314 1885, mobile: +62 813 8600 5962, email: [EMAIL PROTECTED] Informasi lebih lanjut dapat ditemukan di http://www.who.int/hiv/en/ Siaran pers, lembar fakta dan materi WHO lain untuk media dapat ditemukan di www.who.int. *UNAIDS**, Program Bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HIV/AIDS mempersatukan upaya dan sumberdaya 10 lembaga PBB bagi upaya penanggulangan AIDS global. Para kosponsor termasuk UNHCR, UNICEF, WFP, UNDP, UNFPA, UNODC, ILO, UNESCO, WHO dan World Bank. Berkantor pusat di Genewa, sekretariat UNAIDS juga bekerja di lebih dari 75 negara di seluruh dunia.*